5. Reinkarnasi

1303 Words
Ayunda menatap dirinya di kaca besar yang tersedia di kamar mandi rumah keluarga Rajasa ini. Dirinya merasa sedang berada di sebuah Mall. Mewah sekali, batinnya tidak kuasa untuk berhenti memuji setiap ruangan ini. Gadis itu melihat dirinya dipantulan kaca, gaun sederhana dan elegan, berwarna cream dan bermotif bunga di bagian bawahnya. Sangat pas menempel di tubuh Ayunda. Memang sekilas gaun ini sederhana, namun siapa sangka jika harganya mungkin jutaan. Ayunda geli sendiri memakainya. Keluar dari kamar mandi yang kebetulan letaknya di sekitar dapur, Ayunda pun memutuskan untuk menilik dapur bak restoran itu. "Nyonya..." sapa salah seorang asisten rumah tangga yang dipekerjakan di rumah ini. Mengapa tiba-tiba mereka berbaris menghadap Ayunda? Tiga orang itu memakai seragam putih bak chef. Ayunda tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuknya, "tolong jangan memanggil saya seperti itu." Ya, tentu saja gadis itu merasa tidak enak dan kurang nyaman. Seumur-umur hidupnya, baru kali ini ia berlakon seperti nyonya besar. "Boleh saya membantu?" Ayunda mendekat pada ketiganya. Namun, dengan sopan ketiganya menolak tawaran Ayunda. Ayunda menghela napasnya saat ia benar-benar tidak diperbolehkan menyentuh alat-alat dapur. "Baiklah. Tetapi, izinkan saya untuk membuat cemilan. Hanya cemilan kecil dan sederhana untuk Fela." Tanpa mendengar jawaban beberapa asisten rumah tangga itu, Ayunda dengan sigap mulai membuatkan Fela camilan. Cake Pops dipilihnya, karena melihat biskuit yang teronggok di meja dapur. Tidak lama hingga bola-bola roti itu tersaji dan dimasukkannya ke dalam sebuah toples. Ketiga asisten itu mengabaikan aksi Ayunda, mereka hanya terfokus pada makanan-makanan yang mungkin akan menjadi makan malam nanti. Ayunda kembali menuju kolam renang, dengan membawa karya dadakannya. Cake Pops! "Mama! Mama bawa apa?" Fela langsung menepi. Satya pun mengikuti putri kecilnya itu. "Mama buat Cake Pops, Fela mau?" Fela dengan cepat mengangguk dan membuka mulut kecilnya. Ayunda pun tersenyum dan menyuapkan satu bola roti belumur cokelat itu ke dalam mulut kecil Fela. "Enak Ma!" Fela mengacungkan jempolnya. Saat ini posisi Ayunda berjongkok di depan kedua orang yang sama-sama menatapnya. Gadis itu merasa canggung saat Satya juga menatapnya. "Ekhmm..Bapak mau?" Dengan bodohnya Ayunda menawarkan camilan buatannya pada Satya. Tidak ada jawaban dari Satya, lelaki itu memandangi Ayunda begitu dalam. Hingga Ayunda bangkit dan memilih duduk di gazebo yang ada di pinggir kolam. Satya pun meninggalkan kolam renang dan berjalan menghampiri Ayunda yang jantungnya deg-degan setengah mati itu. Bagaimana bisa Satya dengan santainya bertelanjang d**a? Dan, bodohnya juga Ayunda malah bengong menatapi lelaki itu. "Ekhmm.. sudah puas melihat badanku?" Ayunda tersentak dan salah tingkah seketika. Satya masih terus mendekat, hingga menyisakan sedikit jarak. Padahal Ayunda sudah memundurkan badannya. "Aku mengambil handuk. Jangan berpikiran macam-macam, ada Fela." Senyum macam apa itu!? Satya mengusap seluruh tubuhnya dengan handuk. Tidak terkecuali rambutnya yang basah itu, menambah kesan sexy. Astaga! Sadar Ayunda. Satya pun ikut duduk di samping Ayunda. Hanya dengan jarak satu jengkal. Ayunda menyodorkan setoples camilan yang ia buat. Lelaki itu mengambilnya, memasukkan ke dalam mulut. Ayunda harap-harap cemas saat Satya mengunyah makanan karyanya itu. "Enak." Ayunda lega seketika. "Bajumu..." "Ah ini. Maaf, tadi Mama yang berikan. Saya tidak membawa baju ganti." Satya mendelik seketika. Ayunda yang sadar pun berkata, "Nyonya Rajasa yang menyuruh saya memanggil dengan sebutan 'Mama'.." Satya diam-diam tersenyum. "Kenapa Bapak tersenyum-senyum sendiri?" Satya gelagapan dan kembali memasang wajah datarnya. Memasukkan lagi Cake Pops buatan Ayunda. Fela pun mentas dari kolam dengan bantuan asisten rumah tangga. "Dingin Maa.." Ayunda segera memandikan Fela dengan air hangat karena kasihan, tubuh gadis kecil itu menggigil. Meninggalkan Satya yang menatap kedua perempuan itu dari belakang. "Kamu seperti kembali padaku, Ran.." "Aku rindu sekali kau memakai baju pemberianku itu, Ranya.." gumam Satya sembari mengulas senyumnya. Ingatannya tentang istri yang sudah tiada kembali hadir karena pakaian yang dikenakan Ayunda. Postur badan Ayunda benar-benar persis dengan Ranya jika dilihat dari belakang. Seandainya Ranya masih ada... Malam harinya, Ayunda dan keluarga Rajasa makan malam bersama di satu meja makan. Semua makanan yang terhidang di depan Ayunda benar-benar mewah dan membuat Ayunda awalnya melongo. Ini pertama kalinya Ayunda makan dengan keluarga terhormat dan terpandang. Ayunda sendiri tidak pernah bermimpi atau berangan jika ia akan sedekat ini dengan keluarga Rajasa. "Dimakan Nduk.. jangan malu-malu. Anggap rumah sendiri," ucap Tuan Rajasa yang hangat memanggil Ayunda dengan sapaan khas jawa. Inilah salah satu dari sekian yang Ayunda sukai dari keluarga Rajasa. Keluarga itu tetap memegang teguh tradisi dan tidak lupa akan budaya jawa. Ayunda hanya mengangguk dan tersenyum. Tangannya bergerak mengambil piring dan mengambil sedikit nasi. Semua mata tertuju padanya, tanpa Ayunda sadari. "Fela, mau lauk apa?" "Telul ceplok ama kecap Ma!" jawaban Fela membuat semua mata yang menatap keduanya, mendelik. Ayunda sendiri tersenyum kikuk. Dari sekian banyak makanan yang tersaji di meja makan, tidak ada menu lauk yang disebutkan oleh Fela. "Fela, kok Fela mau telur ceplok dan kecap. Sejak kapan Fela suka?" Pertanyaan itu keluar dari bibir nenek Fela--Nyonya Rajasa. Matilah sudah kau Ayunda! Bagaimana jika kau dihakimi di sini karena memberi lauk pauk sembarangan pada gadis kecil miliader ini!? Ayunda menelan ludahnya sendiri. Semua orang menatap Fela, menanti jawaban si kecil itu. "Telul ceplok ama kecap yang Mama buat sangat enak Nek! Ela suka!" Mendengar jawaban lugu Fela, semua orang yang duduk di meja makan itu terkekeh pelan. "Oohh, pintar ya Mama Fela. Tante mau dong dibuatin telur ceplok sama kecap!" Kali ini Indira ikut berbicara. Gadis itu menatap Ayunda dengan senyum manisnya. Fela berseru, "Nggak boleh!! Masakannya Mama cuma buat Ela. Titik." "Buat Ayah nggak boleh?" tanya Satya tiba-tiba membuat Tuan Rajasa yang sedang minum air putih itu terbatuk-batuk, karena tersedak. Nyonya Rajasa dengan sigap menepuk punggung suaminya. Fela si ajaib itu mengangguk. Sehingga membuat orang satu meja itu keheranan. "Kenapa? Kenapa Tante nggak boleh, sedangkan ayah Fela boleh? Fela Nggak adil..huuuu..." lagi-lagi Indira membuat suasana meja ramai. "Ayah kan pasangannya Mama. Jadi, boleh." Keluguan dan kepintaran Fela membuat semua orang gemas. Kemudian, Ayunda mengambilkan lauk pauk Fela ayam dan sayur hijau. Fela sempat menolak, namun Satya menceramahi gadis kecil itu. Hingga akhirnya ia menurut. Ucapan Satya memang tidak pernah bisa dibantah oleh Fela. Kini Ayunda sudah duduk di kursi penumpang yang berada di samping kemudi. Seusai makan malam tadi, Fela dan Ayunda bermain di kamar mewah Fela ketika sedang berada di rumah keluarga Rajasa. Karena selama ini, Satya dan Fela memang tinggal di apartemen. Satya beralasan ingin mandiri mengurus Fela seorang diri. Hebat bukan! Acara bermain di malam hari itu pun tidak bertahan lama. Karena Fela merengek meminta dibacakan dongeng sebelum tidur oleh Ayunda. Tentu saja, Ayunda membacakan. Baru mendapat tiga lembar dongeng, Fela sudah nyenyak. Ayunda pun mengangkat tubuh si kecil. Menidurkannya di kasur lembut nan empuk itu. "Saya tunggu di mobil," kata Satya saat melongok dan melihat Fela sudah tertidur dan Ayunda sedang menyelimuti anaknya. Ayunda hanya mengangguk. Dirinya tidak lupa berpamitan pada Nyonya dan Tuan Rajasa, Indira pun juga. Keheningan di dalam mobil membuat Ayunda hendak menutup matanya jika saja Satya tidak memberikan sebuah map padanya. Apa ini!? "Perjanjian pernikahan kontrak kita. Tulis apa yang kamu inginkan," titah Satya yang langsung diangguki oleh Ayunda. Tidak butuh waktu lama, Ayunda menuliskan poin-poin keinginannya. Lalu, menyerahkan map itu pada Satya kembali. Sampai di depan gerbang kos Ayunda. Tangan gadis itu ditahan oleh Satya. "Belum tanda tangan." Ayunda lupa akan hal yang satu itu. Satya terkejut saat membuka lembar perjanjian itu. Permintaan Ayunda : 1. Saya bebas mengatur Fela, demi kebaikan Fela. 2. Saya ingin melayani kebutuhan Fela dan ayahnya. Selayaknya seorang istri, semata-mata sebagai bentuk pengabdian istri dan mencari pahala dari pernikahan sementara ini. 3. Saya boleh marah jika Fela tidak menuruti perkataan saya, jika itu demi kebaikannya. "Kamu tidak mengajukan ekhhmm.. uang-" "Tidak. Saya tidak menjual diri saya untuk uang. Saya hanya ingin menyayangi Fela, selama jangka waktu itu.." "..dengan setulus hati saya," lanjut Ayunda tanpa menatap Satya. Setelah tanda tangan keduanya. Ayunda pun turun dari mobil. Meninggalkan kejadian di mobil. Ayunda kini sudah terbaring di kasur nyamannya. Ia menatap langit-langit kamarnya seraya mengingat dan memikirkan poin-poin permintaan Satya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD