Bab 15 - CLBK

2057 Words
Keesokan harinya, Adrian berangkat pagi karena akan menemui klien. Kinan menyiapkan semua apa yang suaminya perlukan, karena dia tidak bisa ikut. Kinan ada rapat di sekolahannya pagi ini. jadi dia tidak bisa ikut  menemani Adrian ke luar kota. Kinan memeluk suaminya dari belakang saat Adrian sedang mengecek kembali dokumen yang akan di bawa. “Kenapa? Mau ikut? Ayo ikut saja?” ucap Adrian dengan mengusap tangan Kinan yang melingkar di perutnya. “Pengin, tapi kan aku harus ke sekolahan, Kak. Rapat dengan semua pengurus Yayasan. Dan, tidak boleh di wakilkan,” jawab Kinan dengan manja dan semakin erat memeluk Adrian. “Jangan selingkuh, ya?” ucap Kinan lirih. Adrian langsung melepaskan tangan Kinan, dia duduk di kursi yang ada di ruangan kerjanya, dan membawa Kinan dalam pangkuannya. Adrian mengusap pipi Kinan, membenarkan rambut Kinan dan menyelipkannya ke belakang telinganya. “Kok bicaranya gitu? Mau selingkuh sama siapa? Aku sudah mendapatkan semuanya dari kamu. Aku sangat bersyukur sudah diberi kesempatan Tuhan untuk hidup bersama cinta pertamaku. Lantas, mana bisa aku selingkuh, Sayang? Tidak akan bisa, karena aku sangat mencintaimu. Pegang janji aku, aku sudah janji di pada Tuhan di depan penghulu, dan di depan para saksi saat kita menikah. Aku tidak akan mengingkari janji itu, Sayang,” ucap Adrian. Adrian mengecup bibir Kinan dengan lembut. “Aku takut, mungkin perasaanku saja saat ini, karena ini baru pertama kali aku melepaskan kamu dengan Tia sendiri ke luar kota. Biasanya kamu kan asistennya laki-laki, paling ada sekretaris tapi sekretarisnya papa, bukan pilihan kamu,” ucap Kinan, manja. “Cemburu nih? Jangan khawatir, kalau aku mau sama Tia, dia tidak aku jadikan sekretaris, aku jadikan dia simpananku saja. Lagian kalau pun aku mau, dari kemarin aku sudah mau sama dia, dari awal aku ketemu aku mungkin sudah main-main sama dia. Aku murni menolongnya, ya meski awalnya memang untuk mencari pelampiasan, tapi aku sadar, aku punya Kinan putriku, aku punya kamu, dan aku sudah janji dengan kamu, juga Almarhumah mamanya Kinan, untuk tidak mengulangi kesalahan dulu. Kamu jangan punya prasangka jelek kek gini, ya? Percaya kan sama aku?” jelas Adrian. “Iya, aku percaya. Aku juga tahu, Tia perempuan yang baik kok,” ucap Kinan. “Ya sudah jangan ngambek, enggak canti tahu, kek gini banget wajahnya,” ucap Adrian dengan menarik hidung Kinan. “Tapi kamu cinta, kan? Meski aku jelek?” Kinan memeluk Adrian kembali, menenggelamkan wajahnya pada d**a Adrian. “Iya, aku mencintai kamu. Sayang banget sama kamu. Mau kamu jelek, mau kamu sudah tua, keripiut, rambutmu memutih, aku akan terus mencintaimu, Sayang,” jawab Adrian dengan mengusap kepala Kinan dengan lembut. “Aku juga mencintaimu, Kak,” ucap Kinan dengan mendongakkan kepalanya. Adrian mencium bibir Kinan. Mengecupnya dengan lembut, dan memberikan lumatan yang menghangatkan rongga mulut Kinan. “Jangan gini, nih kan kamu jadi tegang. Kakak sebentar lagi mau berangkat, ka?” ucap Kinan. “Tapi bisa kok, sekali. Mau? Masih pukul 05:30, masih ada wakat kurang lebih satu jam, yuk sekali lagi? Mumpung anak-anak masih di kamarnya, mereka sedang belajar lagi, kan?” ucap Adrian. “Iya, Kinan sedang cek PR nya lagi, Haidar sedang mewarnai, tadi aku lihat gitu, paling jam enam mereka keluar,” jawab Kinan. “Ya sudah yuk? Nih kan makin tegang? Masa aku berangkat ke luar kota nahan ini? Aku enggak bisa, Sayang.” Adrian merengek bak anak kecil yang ingin di manjakan ibunya. “Yakin?” Kinan meyakinkan lagi, karena dia tahu, kalau Adrian tidak bisa melakukannya hanya sekali saja. Semalam saja mereka melakukan sampai empat kali, kata Adrian untuk bekal mau ke luar kota, dan mungkin sampai rumah akan malam. “Iya, yakin.” Adrian langsung melumat bibir istrinya. Meremas lembut payudaraa Kinan. Tak pikir lama, Adrian langsung membopong tubuh Kinan, dan langsung mengunci ruang kerjanya. Adrian membawa Kinan ke Sofa, Adrian sekarag menaruh Sofa di ruangan kerjanya, dia sengaja, supaya bisa untuk bercinta dengan istrinya kalau di ruang kerja. Desahan dari mulut Kinan membuat Adrian semakin semangat menggerakkan tubuhnya di atas tubuh Kinan. Adrian mengubah posisinya, dia tiduran di samping Kinan, dan bermain dari samping. Hal semacam ini sudah menjadi candu untuk mereka berdua. Setiap hari mereka tidak pernah absen untuk melakukan kegiatan ranjang dengan mencoba berbagai gaya. Adrian memeluk Kinan dengan napas yang masih terengah-engah. Adrian mencium bibir Kinan. Adrian lega, karena sudah melepaskan hasratnya lagi. “Mandi sana, aku siapkan baju kamu lagi,” ucap Kinan. “Oke, terima kasih, Sayang,” jawab Adrian. Adrian memakai celana pendeknya. Dia keluar dari ruang kerjanya dengan bertelanjang d**a, dan langsung masuk ke dalam kamarnya untuk mandi. Kinan memakai dasternya lagi. Dia mengambil baju Adrian yang berceceran di lantai, membawanya ke tempat baju kotor, padahal baju baru diambil tadi, tapi sudah kusut karena perbuatannya tadi. Adrian sudah siap dengan pakaian kerjanya lagi, Sudah hampair setengah tujuh, dia langsung menyantap sarapan paginya ditemani dengan istri dan anaknya. “Papa kok pagi sekali udah siap-siap?” tanya Kinan. “Iya, sarapannya juga udah mau habis,” imbuh Haidar. “Papa hari ini mau keluar kota sayang, kalian di rumah baik-baik sama bunda, ya?” jawab Adrian. “Iya, Pa,” jawab Kinan dan Haidar bersamaan. “Ya sudah, papa berangkat, ya? Maaf papa tadi sarapan lebih dulu, soalnya sudah agak kesiangan,” ucap Adrian. Adrian mencium Haidar dan Kinan, lalu mencium istrinya. Dia pamit untuk ke luar kota. Kinan mengantarkan Adrian sampai ke teras depan. Adrian mencium kilas bibir Kinan, lalu mencium keningnya. “Aku berangkat, ya?” pamit Adrian. “Iya, hati-hati, Kak,” jawab Kinan. “Tia sudah chat tadi, katanya dia sudah siap,” ucap Adrian. “Kamu jemput dia di Apartemen?” tanya Kinan. “Iya, tapi dia sudah menunggu di luar,” jawab Adrian. “Ya sudah hati-hati,” ucap Kinan. Kinan melambaikan tangannya saat Adrian sudah masuk ke dalam mobilnya, dan melajukan mobilnya. Kinan duduk di kursi yang ada di teras rumahnya. Dia masih memikirkan suaminya, bukan memikirkan suaminya akan dekat dengan Tia, tapi dia selalu takut dengan ancaman Andrew dan Rio pada suaminya. Kinan tidak mengerti ada dendam apa Andrew pada suaminya, hingga setiap hari Andrew mengancam Adrian. “Semoga Allah selalu melindungi kamu dalam perjalanan ke luar kota,” ucap Kinan lirih. ^^^ Adrian sudah sampai di apartemen Tia. Adrian hanya menunggu di dalam mobil, karena sudah melihat Tia berjalan keluar ke arah mobilnya. “Maaf ya, Pak. Jadi nunggu lama, aku nyiapin bekal dulu, aku belum sarapan soalnya. Tadi kesiangan,” ucap Tia dengan membuka pintu belakang. “Depan saja, aku bukan sopir kamu, Tia,” ucap Adrian. “Ehm ... masa di depan, Pak?” tanya Tia. “Santai saja, tidak apa-apa,” jawab Adrian. “Oke,” ucap Tia dengan membuka pintu depan. Tia duduk, dia memakai seatbeltnya lebih dulu, lalu Adrian melajukan mobilnya. Mereka saling diam, Adrian memang seperti itu, dia memang dingin dengan perempuan, tidak seperti dulu saat belum dengan Kinan. Namun, dibalik sifat dinginnya, dia memiliki kepedulian tinggi pada orang, tidak pada perempuan saja, dia peduli dengan orang yang benar-benar membutuhkan dirinya. Tia membuka kotak makannya, dia langsung menyantap bekal yang ia buat tadi. Tia kesingan karena semalam sampai larut malam di rumah Adrian, karena asik mengobrol dengan teman-teman kerjanya. “Kamu bawa bekal apa?” tanya Adrian. “Ini bikin sandwich tadi, bapak mau? Aku bikin cukup banyak sih.” Tia menawari Adrian dengan menyodorkan sandwich pada Adrian. “Aku sedang nyetir, Tia. Kamu makan saja, aku sudah sarapan tadi, masih kenyang,” ucap Adrian. “Ya sudah, nanti ambil saja kalau bapak mau,” ucap Tia. “Iya, nanti kalau kepengen. Kamu sarapan saja, karena kerja butuh tenaga. Jangan lewatkan sarapan pagi, itu sangat penting,” tutur Adrian. “Iya, Pak,” jawab Tia. Tia tidak pernah menyangka hidupnya akan ditolong oleh orang sebaik Adrian dan Kinan. Dia bersyukur, di kantor pun dia merasa nyaman, karena semua staff di kantor bisa menerima dia dengan baik, padahal dia bukan lulusan sarjana, hanya lulusan SMK, dan baru saja mau kuliah tahun depan. “Mungkin kalau Pak Adrian bukan suami orang, keadaannya beda. Bisa jadi aku naksir sama Pak Adrian. Sudah tua saja masih tampan sekali, tapi sayang suami orang,” gumamnya sambil melirik Adrian yang sedang fokus menyetir. “Tia, kamu sudah mempersiapkan semuanya, kan?” tanya Adrian. “Ah iya, sudah, Pak,” jawab Tia. “Bagus kalau begitu, kamu tidak ada keinginan untuk kuliah?” tanya Adrian. “Ada sih, nanti saja tahun depan, aku mau nabung dulu, Pak,” jawab Tia “Ya, harus ada tujuan ke situ, karena itu untuk masa depan kamu,” ucap Adrian. Adrian dan Kinan sebenarnya ingin membantu biaya kuliah Tia, tapi mereka juga masih ada masalah dalam perusahaannya, jadi dia melihat dulu perkembangan perusahaannya, dan bagaimana kerjanya Tia. Pantas tidak untuk mendapatkan beasiswa dari dirinya dan Kinan. ^^^ Adrian sudah selesai menemui Kliennya. Semua berjalan dengan lancar dan tidak sia-sia sudah jauh ke luar kota. Kliennya kali ini sangat antusias untuk menjalin kerja sama di perusahaan Adrian. Semua berkat kerja kerasnya, dan tentunya berkat semangat dari Kinan juga. Adrian mengluarkan ponselnya dari saku kemejanya. Dia akan menghubungi Kinan lagi. Dari tadi memang Adrian tidak lepas menghubungi Kinan. Sampai ke lokasi tujuan mengabarinya, mau makan siang mengabari Kinan, dan mau bertemu dengan kliennya juga mengabari Kinan. Hingga Tia merasa jenuh melihat Adrian yang selalu mengabari istrinya. “Sepertinya Bu Kinan begitu berarti sekali untuk Pak Adrian. Dan, dia sepertinya sangat mencintai istrinya. Dia tidak pernah lupa mengabarinya, setiap jam, bahkan menit, Pak Adrian selalu mengabari istinya di rumah. Kalau sangat berarti, dan sangat mencintai, kenapa dia mencari wanita malam di bar saat itu? Laki-laki biasa gitu, ngomongnya cinta, di luar banyak wanita,” gumam Tia. Tia memandangi Adrian yang sedang bahagia mengobrol dengan istrinya lewat Video call. Adrian sesekali terlihat memonyongkan bibirnya seperti mencium. Tia hanya menghela napasnya, entah kenapa dia merasa ada yang aneh pada dirinya. Seperti rasa cemburu, tapi entah benar rasa cemburu atau bukan. “Anak-anak mana, Sayang?” tanya Adrian. “Lagi mainan di belakang sama bibi dan ayah.” “Ayah sama bibi ke situ?” “Iya, mau menginap katanya.” “Aku bahagia, Sayang. Terima kasih untuk semuanya, terima kasih kamu sudah menjadi wanitaku yang selalu mensupport aku saat aku hampir terjatuh. Kamu yang menggenggam tanganku, dan membangkitkanku lagi dari keterpurukan. Terima kasih, Sayang.” “Iya, Sayang. Itu sudah tugasku sebagai istri kamu. Love You.” “Love you too. Aku lanjut jalan, ya? Aku sudah ingin bertemu kamu dan anak-anak.” “Iya, kakak hati-hati, mau aku siapkan makanan?” “Boleh, yang segar dan berkuah, ya?” “Oke, aku akan buatkan sesuatu yang segar dan berkuah.” “Oke, baik-baik di rumah, aku paling sampai jam sembilan atau sepuluh.” “Kamu juga hati-hati, Kak. Jangan ngebut.” “Iya, Sayang.” Adrian mengakhiri video callnya dengan Kinan. Dia melihat Tia sedang memakan roti yang tadi dibeli di minimarket. Tatapannya fokus keluar, dan masih merasa aneh dengan apa yang ia rasakan saat ini. “Kok aku jadi gini rasanya? Kenapa, ya? Enggak mungkinlah, aku hanya kagum dengan Pak Adrian, bukan jatuh cinta,” gumam Tia sambil memejamkan matanya. "Tia? Tia, kamu kenapa?" Adrian menyentuh lengan Tia yan memejamkan matanya sambil mengunyah roti. "Ah, enggak apa-apa. Pak. Pusing dikit aja kok," jawab Tia. "Itu karena kamu belum makan, kita makan malam ya?" ajak Adrian. "Ehm ... oke, aku memang lapar, Pak," jawab Tia. Tia merasa senang, akan diajak dinner oleh bosnya yang ia kagumi. Seulas senyuman muncul di bibir Tia, karena saking bahagianya di ajak makan malam Adrian. Adrian membelokkan mobilnya ke restoran. Tia bertambah senang, melihat restoran mewah di depannya. Dia langsung turun, Adrian pun turun. Mereka berjalan beriringan bersama masuk ke dalam restoran. Pelayaan membawakan daftar menu pada mereka. Adrian hanya memesan minuman dan cemilan saja, tidak memesan makanan, karena dia ingin makan di rumah, makan masakan istrinya. "Pak, kenapa cuma pesan minuman dan makanan riangan saja?" tanya Tia. "Aku ingin makan masakan Kinan, jadi aku pesan ini saja," jawab Adrian. Lagi-lagi ada perasaan aneh muncul di hati Tia. Entah kenapa dia kesal mendengar Adrian lagi-lagi mengagung-agungkan istrinya. Bahkan dia hanya memesan minuman dan makanan ringan saja, hanya karena ingin makan masakan istrinya. "Sebegitu berartinya Bu Kinan? Lalu kenapa dia waktu itu cari wanita malam? Untuk apa? Aku harus tahu sebabnya dia seperti itu kenapa. Mungkin sebenarnya ada yang gak beres dengan rumah tangga mereka?" gumam Tia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD