5

1355 Words
Pantai, senja dan langit jingga, hal ini bukan sesuatu yang baru bagi Adelard. Entah sudah berapa banyak ia melukis pemandangan indah itu, tapi ia tidak pernah mendapatkan kepuasan. Ia merasa ada yang kurang dari keindahan tiga hal itu. Dan kali ini Adelard tahu apa yang kurang. Ia tidak pernah menemukan model yang tepat untuk mengisi pemandangan itu. Tidak seperti sekarang, Adelard melihat seorang wanita mengenakan dress berwarna putih tanpa lengan yang tengah melihat ke arah matahari tenggelam. Wanita itu tampak begitu menikmati apa yang disuguhkan di depannya. Seolah saat ini tidak ada hal lain yang lebih menarik dari sang surya yang akan kembali ke tempatnya. Adelard tidak ingin kehilangan kesempatan ini. Ia segera meletakan peralatan melukisnya dan mulai mengabadikan pemandangan sempurna di depannya. Gaun wanita itu berkibar karena tiupan angin begitu juga dengan rambut cokelat gelapnya. Semakin lama wanita itu semakin tenggelam dalam lamunannya. Setelah matahari benar-benar tenggelam wanita itu membalik tubuhnya, tidak ada lagi yang bisa ia lihat jadi tidak ada alasan baginya untuk bertahan di sana. Adelard yang sudah selesai melukis keindahan di balik keindahan melihat wajah sang wanita yang tadi hanya ia lihat dari samping. Wajah itu tidak begitu asing di mata Adelard, tapi ia tidak yakin jika ia mengenal wanita itu. Adelard mencoba mengumpulkan ingatannya, tapi ia tidak menemukan di sudut mana ia melihat wanita itu. Mengenyahkan pemikirannya, Adelard kembali pada lukisannya. Pria itu kini merasa puas. Inilah yang ia cari, keindahan yang sempurna. Sementara itu wanita yang dilukis oleh Adelard saat ini terus melangkah dengan wajahnya yang tampak begitu dingin. Wanita itu tidak lain adalah Leandra. Seperti yang ia katakan, ia akan membuat sebuah pertemuan yang tidak disengaja dengan Adelard. Tidak sulit bagi Leandra melakukan sandiwara karena ia telah menjalani berbagai peran dalam hidupnya. Bedanya hanyalah, Leandra yang akan menulis skenarionya. Dengan akhir yang sudah ia tentukan sendiri. Leandra kembali ke hotel yang sudah ia sewa selama ia berada di California. Hotel yang sama yang juga dipesan oleh Adelard. Ponsel Leandra berdering. Panggilan masuk dari manajernya. Ia segera menjawab panggilan itu dengan wajahnya yang tanpa emosi. "Kau pergi ke mana, Leandra?" tanya Alice cemas. Wanita itu memiliki kartu kamar Leandra, ia terkejut ketika ia masuk ke dalam sana sudah tidak ada lagi barang-barang Leandra di sana. "Aku berada di California sekarang." "Kau gila! Kenapa tidak memberitahuku dahulu!" Alice bersuara marah. "Aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu." Saat Leandra pergi, Alice sedang menemui beberapa orang penting yang ingin membuat kontrak pekerjaan dengan mereka. Leandra selalu mempercayakan hal semacam itu pada Alice. Tawaran apapun yang disetujui oleh Alice, Leandra tidak akan pernah mengeluhkannya. Sebesar itulah rasa percaya Leandra terhadap Alice. "Kau membuatku takut, Leandra. Jangan pernah melakukan hal seperti ini lagi. Atau aku tidak akan pernah memaafkanmu!" Alice mengkhawatirkan Leandra, ia takut jika hal buruk menimpa model kesayangannya itu. "Aku mengerti. Aku akan istirahat sekarang. Kau juga istirahatlah." Alice menghela napas berat. Ia sudah terbiasa menghadapi tempramen Leandra yang seperti ini, tapi tetap saja terkadang ia merasa kesal. Leandra sering melakukan sesuatu yang akan membuatnya terkena serangan jantung. "Baiklah. Kabari aku jika terjadi sesuatu padamu. Semoga liburanmu menyenangkan." "Terima kasih, Alice. Sampai jumpa." "Sampai jumpa, Lean." Leandra memutuskan panggilan telepon itu. Kemudian ia berdiri di tepi dinding kaca raksasa yang menghadap langsung ke laut. Mata Leandra menatap lurus ke depan, melamun dengan pikirannya yang terbang entah ke mana. Laut memiliki banyak kenangan bagi Leandra. Ketika orangtuanya masih hidup mereka sering bepergian ke tempat-tempat yang memiliki pemandangan laut yang indah. Leandra menyukai semua hal tentang laut. Entah itu pantai, airnya yang jernih, suara deburan ombak, aroma laut yang menenangkan atau makanan laut yang lezat. Setiap kenangan bersama orangtuanya menjadi sesuatu yang berharga sekaligus menyakitkan bagi Leandra. Kenangan yang hanya bisa ia ingat tanpa bisa diulang kembali. Ada rasa sakit di d**a Leandra. Kehilangan memang menyisakan rasa sakit yang tidak akan pernah ada habisnya. Terkadang Leandra tidak ingin mengunjungi lautan karena hal itu pasti akan membuatnya mengingat orangtuanya. Pada akhirnya hanya ia satu-satunya yang akan tersakiti karena kenangan itu. Saat kegelapan mulai merenggut keindahan lautan dari mata Leandra, wanita itu segera membalik tubuhnya. Ia pergi ke kamar mandi, berendam di dalam jacuzzi yang telah diisi dengan air hangat yang ditetesi oleh aroma essensial yang menenangkan. Perlahan Leandra mulai merasa nyaman. Ia memejamkan matanya, menikmati rasa hangat yang membungkus tubuhnya. Sementara itu, di hotel yang sama dengan ruangan yang berbeda. Adelard juga tengah membersihkan dirinya. Pria itu berdiri di bawah guyuran air, kedua telapak tangannya menempel di dinding. Tubuhnya yang sedikit kecoklatan tampak begitu menggoda dalam keadaan basah seperti ini. Mata pria itu tertutup, satu tangannya terangkat menyisir surai cokelat gelapnya. Bayangan wanita yang ia lukis beberapa saat lalu berputar di benaknya. Adelard membuka matanya, menyudahi hal yang tidak biasa terjadi padanya itu. Adelard telah berhubungan dengan banyak wanita, ia tidak akan repot untuk menghitungnya. Namun, tidak ada satupun dari mereka yang melekat di otaknya. Pria itu mematikan shower, lalu ia meraih handuk dan melilitkannya di pinggangnya yang kokoh. Adelard keluar dari kamar mandi. Mengenakan kaos lengan panjang berwarna hitam yang menutupi sampai ke lehernya dipadu dengan celana panjang berwarna senada. Adelard duduk di sofa, di atas meja terdapat sebuah majalah yang menampilkan Leandra sebagai sampulnya, tapi Adelard tidak melihat ke arah majalah itu. Ponselnya lebih dahulu mendapatkan perhatiannya. "Aku akan segera turun," seru Adelard. Ia baru saja dihubungi oleh rekannya. Si penyelenggara pameran yang mengundang dirinya untuk ikut dalam pameran karya seni yang akan diadakan dalam tiga hari lagi. Keluar dari kamar hotelnya, Adelard pergi ke sebuah restoran yang ada di depan hotel. Seorang pria melambaikan tangannya pada Adelard, langkah kaki Adelard langsung mengarah pada pria itu. "Silahkan duduk, Adelard." Pria dengan setelan rapi yang melambaikan tangan pada Adelard tadi mempersilahkan dengan ramah. "Bagaimana perjalananmu ke sini?" tanyanya setelah Adelard duduk. "Berjalan dengan lancar." "Aku benar-benar menyesal karena tidak bisa menjemputmu di bandara." "Tidak perlu kau pikirkan. Aku tidak mempermasalahkan hal itu," balas Adelard santai. Pria di depan Adelard tersenyum lega. "Aku akan mentraktir makan malam kali ini," serunya. Adelard tidak membalas. Pria itu melihat ke sekitarnya. Restoran dengan pemandangan laut malam. Tempat seperti ini memang paling ramai didatangi oleh orang. Namun, restoran yang ia datangi saat ini tidak bisa didatangi oleh sembarang orang, hanya tamu-tamu berdompet tebal yang bisa datang ke tempat itu. Pelayan datang membawa makanan yang sudah dipesan oleh kenalan Adelard. Hidangan laut menjadi menu utama restoran itu. Saat Adelard sibuk menyantap makanannya, Leandra datang ke restoran itu. Ia mengenakan dress berwarna hitam dengan rambut indahnya yang ia ikat tinggi menjadi satu. Membiarkan leher angsanya menarik perhatian lawan jenisnya. Leandra mengambil tempat duduk beberapa meja dari Adelard. Ia memesan minuman hangat dan cemilan. Wanita itu tampak tidak mempedulikan sekitarnya, beberapa pria saat ini tengah menatap ke arahnya begitu juga dengan sejumlah wanita yang mengutuk Leandra. Menyebut wanita itu sebagai rubah. Mereka tidak suka karena Leandra menarik perhatian pasangan mereka. Beberapa saat berlalu, Adelard memiringkan wajahnya. Tatapannya menangkap sosok Leandra yang tengah menyesap minumannya. "Wanita itu." Adelard tidak mungkin melupakan wajah wanita yang menjadi model di lukisannya. Saat Adelard hendak berdiri ingin menghampiri Leandra, Leandra telah lebih dahulu bangkit dan meninggalkan meja dengan tenang. "Tunggu!" Adelard berseru pada Leandra, tapi Leandra berpura-pura tidak mendengar. Adelard masih menyusul Leandra, tapi seorang pelayan tanpa sengaja menabrak Adelard. Membuat kaos yang Adelard pakai menjadi kotor. Pelayan yang menabrak Adelard merasa cemas. Ia segera meminta maaf pada Adelard, tapi Adelard mengabaikan pelayan itu dan fokus mengejar Leandra, tapi ia kehilangan Leandra di depan hotel. "Sial!" Adelard mengumpat. Ia melihat ke sekelilingnya mencari sekali lagi keberadaan Leandra. Leandra yang masuk ke sebuah tempat menatap Adelard yang masih tampak mencarinya. Wajah wanita itu tampak sangat dingin, sorot matanya menunjukan kebencian yang mendalam. Ketika Adelard sudah pergi, Leandra baru keluar dari tempat persembunyiannya. Leandra akan membuat Adelard penasaran terhadapnya hingga pria itu tidak bisa melupakannya. Leandra tidak bermain sulit didapatkan pada Adelard, ia hanya akan membuat pria itu sedikit berusaha lalu kemudian ia akan menerima Adelard. Membangun sebuah hubungan yang penuh cinta, tapi setelahnya Leandra akan membuat Adelard menyadari bahwa segalanya hanyalah kepalsuan. Leandra akan mengakhiri hubungan mereka dengan cara yang paling menyakitkan. Bukankah puncak dari cinta adalah kesetiaan? Leandra akan mematahkan hati Adelard dengan pengkhianatan! tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD