TANGIS BAHAGIA

1242 Words
Julian diam seperti robot saat melihat Diandra. Diandra bangkit dari duduknya dan menatap mata Julian. Julian berjalan perlahan-lahan dengan mata berkaca-kaca menghampiri Diandra. "Kakak, kaukah itu?" Julian bertanya seakan tidak percaya. Dia menganggap dirinya sedang bermimpi atau berhalusinasi. Diandra mengangguk. "Hai, bocah. Kau sudah besar dan terlihat begitu tampan." Diandra tersenyum lebar kepada Julian sambil mengacak rambutnya. Julian memeluk Diandra sambil menangis. "Aku tidak pernah menangis saat kau pergi. Tapi hari ini kau membuatku menangis." "Terima kasih karena sudah menjaga Ibu dengan baik!" Kata Diandra sambil menepuk pundak Julian. Renata pulang. Dia terlihat khawatir sama seperti Julia, sambil berlari bersama Gavin dan berteriak saat membuka pintu. "Apa yang terjadi?" Renata terkejut melihat Kartika dan Julian yang sedang berpelukan dengan Diandra. Sebelumnya .... Julian menelpon Renata. "Kak, sepertinya terjadi sesuatu dengan Ibu. Warungnya tutup begitu cepat." Suaranya terdengar penuh kekhawatiran membuat Renata diserang rasa panik tidak bisa berkata-kata, kemudian menutup panggilan Julian. Renata menghentikan aktivitasnya di rumah sakit dan berlari menuju rumah tua mereka bersama Gavin Januartha. "Andra, kau kembali?" Renata berjalan menghampiri Diandra dan memeluknya. "Kenapa kau kembali begitu lama?" Renata berusaha untuk tidak menangis. Diandra tersenyum, "Maaf, telah membuat kalian semua khawatir. Seharusnya itu tidak terjadi." Renata melepaskan pelukannya, kemudian mereka duduk di ruang makan. Gavin mengambil tempat duduk di ruang TV. "Apa yang terjadi? Bukankah jam kerjamu berakhir nanti malam?" tanya Kartika pada Renata. Julian memegang telinganya dengan rasa bersalah. "Maaf .... Kakak seharusnya tidak kembali, tadi aku meneleponnya karena melihat warung Ini tertutup. Aku pikir terjadi sesuatu. Ibu harusnya mengabariku jika ingin menutup lebih cepat," kata Julian memandang ibunya, kemudian melanjutkan. "Jadi aku tidak akan khawatir dan tidak perlu menelpon Kakak." Julian menjelaskan apa yang terjadi lalu tertawa kecil melirik ibu dan kakaknya. ***** Azka Nugroho duduk di kantornya dengan setumpuk berkas yang harus ia periksa dan tanda tangani. Sesekali ia melirik ponselnya menunggu pesan dari Diandra. Sebenarnya ia bisa menelpon, tapi itu tidak dia lakukan. Diandra kembali setelah tujuh tahun, mereka butuh waktu untuk bersama. "Presdir, ini sudah jam tujuh malam. Haruskah saya menyiapkan makan malam untuk Anda?" tanya asistennya, Baskara Putra. "Tidak. Kamu boleh pulang," jawab Azka. "Tapi Presdir ... Anda ---" "Aku akan menyelesaikan ini dan pulang. Terima kasih, kamu sudah bekerja keras." "Baik, Presdir." Baskara akhirnya pulang. Meninggalkan Azka Nugroho di kantor sendirian dengan berkas yang masih menumpuk. ***** Julian dan Renata sangat memperhatikan Kartika karena memiliki penyakit darah tinggi. Terakhir kali, Kartika terjatuh di warung dan dirawat di rumah sakit selama seminggu. "Terima kasih, anakku. Kalian begitu perhatian," kata Kartika terharu sekaligus bahagia. "Apa yang terjadi? Ayah, Paman dan aku mencarimu di seluruh sudut kota B. Tapi kamu tidak terlihat di manapun. Polisi bahkan mengerahkan seluruh anggotanya, tapi mereka tidak dapat menemukanmu." Renata bertanya dengan penuh rasa ingin tahu. "Kau lebih hebat dari penjahat kelas kakap. Kau sangat cerdik melakukan persembunyian." "Aku melihat wanita licik itu sangat buruk. Dia ingin mengirimku ke luar negeri dan memintaku tidak kembali. Aku tidak ingin melakukannya dan pergi sebelum Ayah kembali. Aku juga melihat berita tentang pencarianku. Itu membuatku kesulitan hampir di semua tempat. Aku bahkan harus menyamar dan menghindar dari kamera cctv pengintai. Ketika aku menyebrang jalan, aku tidak melihat mobil di depanku, aku terjatuh pingsan. Dan saat aku terbangun, aku sudah berada di rumah keluarga Nugroho." Diandra menjelaskan semuanya. Dia juga menyebut Marcella. "Yang kamu maksud Nugroho Corporation?" Renata terkejut mendengar Diandra menyebut keluarga Nugroho. "Bagaimana bisa kamu berakhir bersama mereka?" "Apa kamu mengenalnya?" tanya Diandra pada Renata. Dia bahkan tidak mengetahui seberapa besar Nugroho Corporation. Dia hanya mengetahui bahwa dia tinggal di rumah yang begitu besar dengan suami istri yang sangat baik dan beberapa pelayan. "Tidak. Aku belum pernah bertemu dengan mereka. Aku hanya mendengar dan melihat di TV. Dia sangat kaya dan memiliki perusahaan di semua kota." "Kamu benar!" Diandra membenarkan apa yang dikatakan oleh Renata. Tiba-tiba, dia teringat pada Azka Nugroho. "Aku lupa sesuatu. Ibu, bisakah kau menyiapkan kami makan malam? Aku akan memanggil seorang teman, dia mungkin belum makan apapun sejak kami tiba di sini. Aku akan meneleponnya." Diandra melupakan Azka sejak Julian kembali. Bahkan, dia lupa mengirimkan gambar fot selfie-nya. Diandra menuju ke kamarnya dan menelpon Azka. "Kau masih di sana?" Azka yang masih mengerjakan beberapa dokumen melihat panggilan, menjawab Diandra, "Aku dengar, apa kamu diusir dari rumah?" Azka bercanda dengan nada mengejek. "Apa kamu sudah makan malam?" "Belum. Aku masih di kantor mengerjakan beberapa dokumen." "Aku akan menunggumu di daerah Wilmart. Aku akan mengaktifkan GPS-ku untuk menuntunmu." "Tunggu lima belas menit." ***** "Andra, dia Gavin Januartha. Kami sudah bertunangan dua hari yang lalu. Seandainya kami tahu kau akan datang, kami akan menunggumu." Renata memperkenalkan Diandra pada tunangannya, Gavin. "Hai, Kakak ipar. Senang bertemu denganmu. Apa kalian berkencan di rumah sakit?" tanya Diandra dengan genit sambil tersenyum kecil, dan duduk di depan TV. "Ya, kami melakukannya." Gavin menjawab dengan tegas membuat Renata tersipu malu. "Benarkah? Kakak ipar, kamu yang terbaik. Kakak tidak harus menungguku. Tidak baik menunda waktu baik. Dua hari yang lalu aku baru kembali dari Amerika." Diandra mengangkat jempolnya untuk Gavin sambil tertawa. "Benarkah ....?" Julian terperangah mendengar Diandra bercerita dia baru kembali dari Amerika. Julian menghampiri dan duduk di samping Diandra. "Jadi tujuh tahun ini kamu di sana? Bagaimana itu terjadi? Apakah Keluarga Nugroho yang mengirimmu?" Renata sama terkejutnya dengan Julian. "Keluarga Nugroho tidak mengirimku, tapi aku mendapatkan beasiswa. Di Kota B, tiap tahun akan mengirim tiga pelajar terbaik untuk sekolah di luar negeri. Dan aku menjadi yang terbaik di antara para peserta." Diandra menceritakan kejadian tujuh tahun yang lalu. "Beasiswa?" Renata dan Julian mengatakan bersamaan. Meskipun mereka tahu kalau Diandra anak yang pintar dan selalu menjadi yang terbaik di kelasnya, tapi mereka tidak menyangka Diandra akan menjadi luar biasa. "Apakah Kakak tidak pernah kembali saat berada di sana?" tanya Julian. Dia menyukai percakapan tentang itu. "Ya, aku begitu sibuk dengan kuliahku. Aku hampir tidak punya waktu untuk berlibur." "Kak, kau yang terbaik!" Julian mengangkat kedua jempolnya. "Meskipun aku kecewa padamu, karena dulu kamu mengatakan akan sering berkunjung tapi kamu tidak pernah mengunjungiku. Namun, setelah mendengar ceritamu, aku akan menjadi penggwmarmu. I Love You!" Julian bersorak dan memeluk Diandra dari samping. "Aku akan keluar membeli beberapa minuman." Kata Gavin. "Tidak perlu, temanku akan membeli. Dia sangat dermawan dan penuh pengertian. Dia tidak akan datang dengan tangan kosong." Diandra tertawa sambil menyipitkan matanya ketika berkata tentang Azka Nugroho. ***** Dua puluh menit kemudian, bel rumah berbunyi. Azka Nugroho berdiri di depan pintu dengan tangan penuh. Dia membawa seikat bunga, beberapa buah-buahan segar yang sepertinya baru dipetik, beberapa cemilan dan minuman yang sangat banyak. Setelah Diandra menelpon Azka, dia begitu senang sekaligus bingung. Dia tidak tahu harus membawa apa. Asisten Baskara tidak bisa membantunya karena dia telah menyuruhnya pulang beberapa menit yang lalu. Dalam perjalanan, Azka mampir ke beberapa toko dan membeli beberapa barang dengan acak hingga membuat mobilnya penuh. "Aku akan membuka pintu untuknya." Julian berdiri dan berjalan ke pintu, lalu membukanya. "Selamat da - tang ---" Julian terperangah melihat orang yang ada di depannya. Setelah beberapa detik terdiam, Diandra bertanya pada Julian dengan sedikit berteriak. "Julian, ada apa?" Karena penasaran Diandra, Renata dan Gavin berdiri untuk melihat. "Hai." Sapa Azka dengan banyak beban di tangannya. Diandra tidak terkejut akan hal itu. Dia telah membayangkan sebelum dia menelpon Azka untuk datang. Tapi Renata, Gavin dan Julian tidak. Mereka menggelengkan kepala. Ini pertama kali mereka menyaksikan hal seperti itu. Bahkan, Gavin tidak melakukan hal seperti itu saat datang pertama kali. Dia hanya membawa buah dan bunga sebagai salam perkenalan. **Bersambung**
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD