Afif tidak bisa bergerak, ia merasa sudah mati langkah dan hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi dengan dirinya.
“Apa yang harus kulakukan untuk bisa ke luar dari situasi ini? bagaimana caranya aku bisa selamat?” gumam Afif dalam hatinya.
Ia melompat, karena terkejut ketika apa yang tadi membentur punggungnya, tiba-tiba saja menyentuh lengannya.
“Tenang Afif, ini aku!” kata suara yang, dikenali Afif sebagai suara temannya.
Afif pun membalikkan badannya dan ia merasa senang, yang berdiri di depannya adalah temannya, Ryan. Namun, apa yang dilihatnya bisa saja menipu.
“Aku tidak percaya kamu adalah temanku, buktikan kalau kamu memang Ryan temanku!” kata Afif. Ia tidak mau lagi salah dalam mengenali Ryan.
Ryan yang berdiri di hadapannya tersenyum dan memperlihatkan gigi taringnya, serta wajahnya pun berubah menjadi berbulu.
Afif bergerak mundur, tetapi karena tidak hati-hati, ia justru terjatuh. Dengan sekencang-kencangnya, Afif pun berteriak dengan nyaring memanggil nama Ryan.
“Ryan! kamu harus membawaku ke luar dari tempat ini! tolong aku, Ryan! aku tidak mau mati konyol di sini!” teriak Afif, ia juga bersiul dengan nyaringnya. Usaha terakhir, sebelum ia menyerah menghadapi dua orang makhluk halus yang berada di dekatnya.
Sementara itu, Ryan mempercepat langkah kakinya menuju ke asal suara Afif yang didengarnya. Ia, yang memang memiliki kemampuan indera keenam dan semoga saja, kali ini indera keenam yang dimilikinya.
Akhirnya Ryan dapat melihat Afif yang tersudutkan oleh dua orang makhluk astral, yang menyerupai dirinya.
Ryan membalas siulan Afif dan temannya itu melihat kedatangannya dengan rasa senang. Ia pun memejamkan kedua matanya dan mencoba untuk menggunakan kemampuannya untuk mengusir makhluk halus.
Di pejamkannya kedua mata dan mulai mengucapkan mantera, yang pernah diajarkan oleh ayahnya, sebagai jaga-jaga untuk melindungi dirinya.
Ryan mengepalkan kedua tangannya dan dengan suara yang lantang dan berat, karena sekarang tubuhnya sudah dirasuki oleh khodam dari leluhurnya.
“Silakan kalian pergi dan jangan ganggu kami, karena kami tidak bermaksud jahat. Kami hanya ingin lewat saja dan kami minta maaf, kalau kami mengusik ketenangan kalian,” kata Ryan.
Makhluk halus itu mengeluarkan suara menggerutu marah, ia berkata, “Kalian sudah menghancurkan rumahku dan menginjak bayiku. Kalian harus membayarnya, karena sudah membuat anakku menjadi sakit.”
“Maafkan kami, yang tidak sengaja melakukannya, karena kami tidak mengetahui sama sekali. Apa yang harus kami lakukan untuk menebusnya?” tanya Ryan.
“Kami menginginkan darah, sebagai gantinya. Dan, kalian harus membayarnya sekarang juga!” kemudian terdengar suara tawa yang memekakkan telinga.
“Bisakah kami menggantinya dengan syarat yang lain? misalnya, kami menggantinya dengan darah ayam cemani? ataupun binatang lainnya?” tanya Ryan, berharap makhluk halus yang berada di dekatnya mau berubah pikiran.
Makhluk tersebut malah tertawa semakin kencang dan berkata, “Sayang sekali, kami tidak mau yang lainnya, kami maunya darah manusia!”
“Ternyata kalian memang keras kepala, kami sudah menawarkan untuk menggantinya dengan yang lain, tetapi kalian malah tidak mau. Mau tidak mau, kami akan melakukan perlawanan, supaya kalian tidak mengganggu kami lagi dan membuat kami menjadi celaka,” ucap Ryan.
Ryan pun membuka kedua kakinya melakukan posisi kuda-kuda dan mengepalkan kedua tangannya, ia menggerakkannya ke udara, sambil membaca beberapa ayat pengusir setan. Ryan juga meminta kepada Afif untuk mengumandangkan adzan.
Setelah beberapa menit bertarung dengan makhluk halus tersebut, yang membuat dirinya jatuh bangun dan terluka. Pada akhirnya, makhluk halus itupun menghilang begitu saja.
Ryan dan Afif duduk di tanah yang basah dan becek, dengan napas yang tersengal, Ryan berkata kepada Afif, “Beruntung aku bisa datang dengan cepat. Seandainya terlambat aku tidak yakin, kamu akan bisa selamat.”
Afif menepuk pelan pundak Ryan, “Semoga ini Ryan, temanku asli dan bukannya makhluk halus lagi yang mengubah dirinya,” kata Afif.
““Tentu saja, inilah diriku yang asli. Kau sudah melihat sendiri bukan? bagaimana aksiku tadi!” kata Ryan setengah bercanda, untuk mengurangi sedikit ketegangan.
Keduanya, kemudian tertawa bersama, setelah merasa cukup mengisi tenaga mereka kembali, Ryan dan Afif pun berjalan kembali. Kali ini perjalanan mereka berjalan dengan mulus, tidak ada hambatan dan gangguan yang mereka alami. Menjelang tengah malam, barulah Ryan dan Afif sampai di depan rumah pak erte.
Mereka berdua merasa ragu untuk mengetuk pintu rumah dengan dinding yang di cat warna biru tersebut.
Afif menyenggol lengan Ryan, “Mengapa aku tidak yakin untuk masuk ke dalam rumah pak RT, apakah kamu merasa, seperti apa yang kurasakan, kalau ada yang mengamati kita, semenjak memasuki pekarangan rumah ini?” kata Afif.
“Aku juga merasakannya, aku memang merasakan mistis di rumah ini begitu kuat, hanya saja, masih kalah kuat dari energi yang kurasakan di rumah No. 13. Aku juga merasakan, apa yang kau rasakan,” sahut Ryan.
“Kita sudah sampai di sini, kita harus bertemu dengan pak erte dan melapor, meskipun sebenarnya tidak perlu, toh kita sudah bertemu secara langsung dan mengatakan tujuan kita, serta siapa kita, tetapi demi untuk menghormati beliau, maka kita datang berkunjung,” tambah Ryan lagi.
“Kau benar, ayo kita ketuk pintu ini!” kata Afif. Ia lalu mengetuk pintu rumah pak erte dan keduanya menunggu dengan tegang. Mereka berharap pintu segera dibuka, karena apapun itu yang mengawasi keduanya terasa semakin mendekat.
Afif dan Ryan, merasa senang, ketika pintu rumah pak erte pada akhirnya di buka. Berdiri di hadapan mereka pak erte, dengan raut wajah dinginnya.
“Silakan kalian masuk, sepertinya kedatangan kalian ke rumahku memancing makhluk halus memasuki pekarangan rumahku,” kata pak erte.
Ryan dan Afif pun masuk ke dalam rumah dan keduanya, dipersilakan untuk duduk di sofa yang ada di ruang tamu.
Sebagai seseorang yang memiliki indera keenam, Ryan dapat merasakan, kalau pak erte memiliki aura mistis yang begitu kuat. Melalui tatapan matanya yang tajam, pak erte seolah meneliti Afif dan Ryan.
“Kalian berganti pakaian lah dahulu, nanti kalian sakit. Silakan, kalian beristirahat saja di kamar tamu, kita berbicara besok saja, dapat saya lihat kalau kalian berdua terlihat kelelahan,” kata pak Erte.
Ryan dan Afif lalu diantarkan menuju kamar tamu, yang letaknya di dekat kamar tamu, oleh pak erte sendiri.
“Saya akan mengambilkan pakaian bersih, biar kalian bisa berganti pakaian terlebih dahulu,” kata pak erte, lalu pergi dari hadapan keduanya.
Ryan dan Afif masuk ke dalam kamar tersebut dan membiarkan pintunya tetap terbuka, biar pak erte tidak perlu mengetuk pintu ketika mengantarkan pakaian bersih dan kering untuk mereka.
Di dalam kamar tersebut, dapat mereka lihat ada dua buah dipan, dan juga dua buah kursi. Dalam hatinya, Ryan menggerutu, “Aneh sekali! kenapa semua serba dua? seakan-akan pak erte sudah menduga kalau ia akan kedatangan dua orang tamu.”
Selagi menunggu pak erte meminjamkan pakaian kering untuk mereka. Ryan berjalan menuju jendela yang terletak di dekat tempat tidur. Dibukanya sedikit korden penutup kaca jendela.
Ia langsung bergerak mundur, ketika dilihatnya berdiri di depan jendela kamar sosok makhluk halus wanita, yang ditemuinya di rumah No.13.
“Gila! makhluk halus ini mengikuti ku sampai ke sini. Sebenarnya apa maunya dengan mengikuti ku?” gumam Ryan pelan.
Melalui tatapan matanya, hantu wanita itu membuat gerakan kepada Ryan, untuk segera ke luar dari dari dalam kamar. Namun, ketika Ryan akan menjawab permintaan tanpa kata hantu wanita tersebut. Terdengar suara langkah kaki pak erte yang berjalan menuju ke dalam kamar tamu/.
“Ini, gantilah pakaian kalian! setelahnya kalian bisa beristirahat,” kata pak erte. Ia kemudian berpaling dan memperkenalkan wanita yang berdiri di sampingnya.
“Perkenalkan ini istri saya, saya peringatkan kepada kalian untuk tidak melihat istri saya lama-lama, ataupun berani menggodanya, kalau kalian tidak ingin mendapatkan pembalasan dari saya,” peringat pak erte, dengan dingin.
Bu Erte diam saja, mendengarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. Ia meletakkan nampan yang berisikan teh panas dan juga kue kering.
“Minum dan makanlah hidangan yang kami sajikan! Selamat malam dan semoga saja kalian bisa tidur dengan nyenyak.
Sementara itu, setelah kepergian Ryan dan Afif, pak Malik menghubungi seseorang yang berada di kota, “Halo Tuan, rumah No. 13 kedatangan dua orang tamu dan mereka mengaku sebagai ahli waris dari rumah ini,” lapor pak Malik, kepada pria yang berada di ujung sambungan telepon.
“Terus awasi keduanya dan kau harus bisa membuat keduanya merasa tidak nyaman di rumah itu, lalu pergi dari sana!”
Sambungan telepon pun di tutup oleh pria yang berada di ujung sambungan telepon.