12 - Calon Imam

1585 Words
“Papa kenapa tiba-tiba mudah gitu kasih izin Bun? Bunda yang bujuk ya? Tumben banget nggak marah-marah, ini tumben nanyanya layaknya Papa pada umumnya,” sindir Zahra membuat Vania tertawa. Zahra memang terlalu suka menyindir atau menjelekkan Papanya sendiri di depan Vania. “Emang Papa kamu sebelumnya nggak kayak Papa pada umumnya?” tanya Vania membuat Zahra berdecak. “Bunda kayak nggak tahu Papa aja gimana, Papa terlalu gengsi kadang makanya kita selalu ribut. Udah ahh capek, padahal tadi aku udah siapin argumen dan tenaga aku untuk berantem sama Papa. Lihat Papa bersikap tenang kayak tadi buat aku buyar sekaligus takut Bun,” ungkap Zahra jujur membuat Vania kembali tertawa. “Kamukan sama kayak Papa kamu harusnya kamu memahami itu,” balas Vania membuat Zahra memajukan bibirnya kesal. “Jadi Papa kenapa Bun? Pasti Bunda tahu kenapa Papa bisa kayak gitu, ayo kasih tahu. Apa yang Bunda bilang sama Papa makanya Papa langsung setuju?” desak Zahra sambil menggandeng lengan Vania karena ingin tahu. “Bukan Bunda tapi Arhan,” kata Vania membuat Zahra mengernyitkan keningnya bingung. “Mas Arhan? Maksudnya apa? Papa udah ketemu sama Mas Arhan?” tanya Zahra memastikan dan Vania menganggukkan kepalanya. “Kapan Bun? Bunda ikutkan? Jadi gimana pertemuannya? Mas Arhan bilang apa sama Papa makanya Papa sampai yakin gitu? Ayo dong Bun kasih tahu aku,” desak Zahra membuat Vania tertawa. “Kamu mau tahu banget?” tanya Vania sambil bangkit berdiri. “Mau tahu, ayo Bun ceritain,” bujuk Zahra. “Tanya aja langsung sama Papa kamu. Bunda nggak mau kasih tahu itu rahasia para lelaki,” goda Vania membuat Zahra memelas. “Bundaaa jangan kayak gitu dong, ayo kasih tahu aku. Bunda bukan laki-laki tapi Bunda ikut pertemuan itu,” kata Zahra kembali berusaha. “Kamu mau biarin Papa kamu berdua ketemu sama Arhan? Kalau Bunda nggak ada mungkin Arhan udah habis dibuat sama Papa kamu. Papa kamu itu nggak akan bisa macam-macam kalau ada Bunda, jadi kamu harus berterima kasih karena Bunda udah menyelamatkan calon suami kamu,” goda Vania membuat Zahra berdecak. “Iya makasih ya Bundaku sayang dan cantik. Tapi tolong kasih tahu anakmu ini bagaimana isi pertemuannya," bujuk Zahra lagi membuat Vania tertawa. “Mohon maaf anakku sayang, Bundamu yang cantik ini tidak bisa memberitahumu. Jika kamu mau tahu silahkan tanya langsung pada Papamu, karena itu pertemuan rahasia. Ini percakapan orangtua dengan calon menantunya, jadi kamu nggak boleh tahu,” goda Vania sambil mengedipkan matanya. Adrian datang dari dapur dan menatap Vania serta Zahra sedang berbisik. “Sayang ayo kita ke kamar, kamu harus kasih tahu aku lagu si Dewa 19 itu supaya anakku tak mengejekku. Aku jadi penasaran seperti apa lagunya,” sindir Adrian membuat Vania tertawa melihat suaminya itu. “Makanya jangan sibuk kerja aja dulu, padahal itu lagu lama. Sekali-sekali lihat yang lain, jangan sibuk gangguin Bunda aja. Sekarang tahukan akibatnya,” balas Zahra tak mau kalah. “Nggak ada yang salah gangguin istri sendirikan? Dari pada gangguin istri orang lain,” ejek Adrian tak mau kalah. Vania menarik tangannya dan mendekati semuanya. “Papa, katanya ketemu sama Mas Arhankan? Kasih tahu aku Mas Arhan bilang apa sama Papa,” kata Zahra mendekati Adrian mencoba membujuk pria itu. “Kamu siapa mau tahu pembicaraan kami? Kamu mau Papa berubah pikiran?” ancam Adrian membuat Zahra berdecak. Sedangkan Vania tertawa dengan keras, ia selalu suka melihat interaksi Adrian dan Zahra yang tak biasa itu. Vania selalu merasa terhibur dengan keduanya, nanti setelah Zahra tak lagi di rumah dan menikah maka ia tak akan lagi bisa melihat perdebatan sederhana seperti ini. “Papa sama Bunda sama aja, sama-sama menyebalkan!” pekik Zahra marah dan Vania masih saja terus tertawa. Adrian merangkul istrinya dan berjalan naik ke atas. “Awas aja ya, aku akan balas nanti,” rajuk Zahra sambil mengentakkan kakinya. Vania menoleh ke belakang dan melihat Zahra yang masih merajuk itu. “Coba kurangi kegiatan kamu ke depannya, setelah ini kita akan mengurus pernikahan kamu sama Arhan. Bunda akan bantu kamu siapin smeuanya, jadi tolong siapkan waktu,” kata Vania sambil berjalan di samping suaminya itu. “Nanti, setelah Arhan datang ke rumah. Kalau mau lebih cepat suruh Arhan datang ke rumah lebih cepat,” balas Adrian sambil menoleh ke belakang. Zahra masih memajukan bibirnya dan menatap Adrian dengan kesal. Zahra mengambil handphonenya di saku celananya untuk menghubungi Arhan. Namun pria itu tak mengangkatnya membuat Zahra kesal. Akhirnya Zahra ikut naik dan masuk ke dalam kamarnya. *** Dengan terburu-buru Zahra keluar dari kamar mandi saat mendengar handphonenya berdering. Zahra baru saja selesai mencuci wajah dan menggosok giginya karena ia baru saja menyelesaikan materi mengajar dan bersiap untuk tidur. Zahra mengambil ponselnya dan nama Arhan memenuhi layar ponsel tersebut. “Hallo,” sapa Zahra malas ketika mengangkat panggilan tersebut. “Hai, maaf ya tadi aku nggak bisa angkat telepon kamu. Tadi aku ada rapat online sama tim aku, jadi nggak bisa terima panggilan. Kamu tadi telepon kenapa?” tanya Arhan lembut. Zahra menghela napasnya panjang, tadinya Zahra mau marah karena Arhan tak mengangkat teleponnya. Tapi karena tahu alasannya membuat Zahra paham. “Kapan kamu ketemu sama Papa?” tanya Zahra. “Maksudnya?” tanya Arhan. “Aku tahu kamu udah ketemu sama Papa, kapan kamu ketemu sama Papa? Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau udah ketemu sama Papa?” tanya Zahra menjelaskan. “Kamu kenapa bisa tahu? Kamu udah ngobrol sama Papa kamu?” tanya Arhan balik membuat Zahra berdecak. “Kamu belum jawab pertanyaan aku tapi udah tanya balik. Papa akhirnya setuju aku nikah sama kamu, Papa udah restui rencana kita,” kata Zahra memberitahu membuat Arhan memekik kesenangan dibalik telepon. “Akhirnya, aku lega dengarnya. Papa kamu bilang gimana emang?” tanya Arhan penasaran. “Kamu dulu kasih tahu aku, apa yang kamu bilang sama Papa sampai akhirnya Papa setuju dengan pernikahan kita? Padahal Papa kemarin nggak mau aku nikah sama kamu, kata Bunda karena Papa udah bicara sama kamu,” kata Zahra. “Itu rahasia para lelaki, kamu nggak boleh tahu. Kata Papa kamu juga jangan kasih tahu kamu,” kata Arhan sambil tertawa membuat Zahra berdecak. “Kamu sama Papa sama aja Mas, nggak bisa diajak kerjasama. Padahal aku penasaran banget, karena aku tahu banget gimana Papa aku,” kata Zahra membuat Arhan semakin tertawa. “Yang penting Papa kamu udah kasih izin untuk kita nikah, jadi nggak usah khawatir lagi. Aku benar-benar lega dengarnya,” kata Arhan membuat Zahra terdiam sejenak. “Tapi Papa mengajukan syarat, katanya kamu harus datang ngelamar aku secepatnya tapi sama keluarga kamu. Gimana ceritanya itu bisa? Keluarga kamukan nggak bisa terima aku Mas, emang bisa kamu datang sama mereka?” tanya Zahra dengan khawatir. “Mengenai keluarga aku biar itu jadi urusan aku. Kamu tenang aja, aku yang akan bicara sama mereka. Aku akan pastikan Mama nggak akan merusak suasana nanti, jangan khawatir,” kata Arhan berusaha menenangkan. “Kamu yakin Mas?” tanya Zahra khawatir. “Tenang aja, percayakan semuanya sama aku,” kata Arhan. “Yaudah kalau gitu, aku sama Bunda nanti juga mau coba cari WO untuk bantu kita. Bunda udah sedikit bawel tentang ini,” adu Zahra membuat Arhan tertawa. “Iya gapapa, ini pertama dan terakhir untuk kamu. Jadi lakukan sesuai dengan keinginan kamu, apapun yang kamu inginkan aku akan ikuti. Aku serahkan semuanya sama kamu sesuai dengan impian kamu, nanti kamu kirim aja nomor rekeningnya supaya aku bisa transfer ke kamu,” kata Arhan membuat Zahra mengernyit. “Nomor rekening?” tanya Zahra memastikan. “Iya, emang kalau mau bayar pakai apa? Pakai uangkan? Kamu nikah sama siapa? Sama akukan? Makanya aku harus kasih kamu uang dong, kecuali tadi kamu nikah sama orang lain buat apa aku kasih uang sama kamu?” goda Arhan dengan tertawa. “Aku punya uang Mas, aku bisa pak—“ “Kamu simpan aja uangnya, pakai uang aku aja. Jangan ditolak, sejak kamu setuju untuk nikah sama aku itu berarti kamu akan jadi tanggungjawab aku. Begitu juga dengan biaya dan yang lainnya, ini pernikahan kita Zahra jadi aku mau sebagal calon imam kamu bisa melakukan tanggungjawab itu untuk kamu,” tegas Arhan membuat Zahra terdiam. Entah mengapa ketika Arhan bicara seperti itu membuat hatinya menghangat tak pernah ada yang berkata seperti itu sebelumnya padanya. Bahkan Daffa juga tak pernah mengatakan seperti itu sampai membuat hatinya menghangat. Namun Zahra langsung saja menepis perasaan itu. “Oke, kalau gitu kirim yang banyak Mas supaya nggak kurang,” kata Zahra ketus. Hal itu sengaja dilakukannya untuk bercanda supaya ia tak menanggap pembicaraan mereka serius. Arhan yang mendengar itu tertawa. “Oke kamu tenang aja, jangan khawatir. Kamu tinggal kirim aja nanti nomor rekeningnya,” kata Arhan dan Zahra tak lagi melanjutkan pembicaraan tersebut. Zahra sengaja berpura-pura menguap agar menyudahi pembicaraan mereka. “Kamu udah ngantuk?” tanya Arhan. “Iya, tadinya aku mau tidur waktu kamu telepon,” kata Zahra memberitahu. “Maaf karena sudah menganggu kamu,” kata Arhan pelan. Keduanya masih dalam keadaan canggung sehingga kerap sekali meminta maaf dan merasa tak enak hati seperti ini. “Oke Mas, sudah ya. Selamat malam,” pamit Zahra. “Selamat malam Zahra, terima kasih,” balas Arhan. Zahra tak lagi menjawab, wanita itu mengakhirinya dan menghela napasnya setelah panggilan tersebut berakhir. Sedangkan Arhan melihat fotonya dengan Meisya yang masih ada dimeja kerjanya itu. Arhan tersenyum kecil lalu mengusap foto tersebut. (Bagi teman-teman yang mau tahu isi pembicaraan Arhan dan Adrian bisa dilihat di bagian Bab Ekstrapart LOVE ME, untuk mengetahui pandangan Adrian dan Vania bisa melihat langsung di sana ya. Terima kasih)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD