5 - Calon Istri

1520 Words
Zahra masih saja sedih dengan kepergian Meisya, ia tidak tahu harus berapa lama merasakan sedih tersebut. Dua hari mendekam diri di rumah akhirnya Zahra keluar rumah. Selama dua hari ini ia sibuk memikirkan pembicaraannya dengan Vania. (Bagi yang mau tahu isi pembicaraannya bisa baca EKSTRAPART LOVE ME). Adrian masih marah dan mendiamkannya, namun Zahra tahu bahwa Adrian bersikap seperti itu karena memikirkannya. Zahra harus kembali mengajar, ia tak boleh berlarut dalam kesedihan. Bagaimanapun ia masih mempunyai tanggungjawab sebagai dosen. Maka itu Zahra memulai harinya dengan mengajar. Saat jam istirahat, Zahra berjalan kembali ke ruangannya. Namun terkejut saat melihat Arhan bediri di depan ruangan dosen. Pria itu melihat kedatangan Zahra dan tersenyum. “Hai,” sapa Arhan. “Kamu ngapain ke sini Mas?” tanya Zahra khawatir sambil melihat sekeliling. “Kamu nggak suka?” tanya Arhan membuat Zahra menghela napasnya panjang. “Aku nggak mau orang salah paham lihat kamu di sini,” ungkap Zahra jujur. “Kenapa harus salah paham? Harusnya kamu mulai terbiasa, sebentar lagi kita akan menikah. Aku akan jadi suami kamu, wajar kalau calon suami menemui calon istrinya bukan?” tanya Arhan membuat Zahra menatap Arhan terkejut. “Mas, ka—“ “Kamu udah selesai ngajarnya?” potong Arhan dengan cepat sebelum Zahra melanjutkan perkataannya. “Udah, kenapa Mas?” tanya Zahra. “Aku mau ngajak kamu makan siang diluar, kamu udah bisa balikkan?” tanya Arhan lagi. Zahra melihat jam ditangannya. “Kenapa nggak hubungi aku kalau mau ajak makan siang? Mungkin kita bisa langsung ketemu diluar aja tanpa harus ke sini?” tanya Zahra lagi. “Gapapa, aku emang mau jemput kamu. Bawa mobil?” tanya Arhan dan Zahra menggelengkan kepalanya. “Bagus, jadi kita bisa pergi bareng. Jadi gimana kamu mau?” tanya Arhan membuat Zahra menghela napasnya panjang. “Ya sudah, aku masuk sebentar,” pamit Zahra dan Arhan menganggukkan kepalanya. Zahra masuk ke dalam untuk meletakkan bahan materinya dan menyusun meja kerjanya. Lalu Zahra segera keluar menyusul Arhan yang sudah menunggunya. Ternyata Arhan sedang bicara dengan dosen lainnya. “Oh calon suami Zahra ternyata, kamu nggak bilang kalau kamu mau nikah. Jangan lupa undang kita ya,” kata dosen wanita yang lebih senior dari Zahra itu membuat wanita itu tersenyum tak enak hati. Sedangkan Arhan hanya tersenyum saja. “Kita pamit pergi ya Ibu dan Bapak,” pamit Zahra sopan kepada dosen senior tersebut. “Kamu ngomong apa sama mereka Mas?” tanya Zahra saat mereka sudah berada di dalam mobil. “Mereka tanya aku siapa dan mau ngapain, ya aku bilang aja mau jemput calon istri. Mereka tanya siapa kamu keluar, yaudah deh. Dari pada mereka ngira aku yang aneh-aneh,” jawab Arhan membuat Zahra kembali menghela napasnya panjang. Zahra tidak tahu apa yang sedang merasuki Arhan hari ini dengan mengatakan calon suami dan calon istri. Zahra tak lagi menanggapi, wanita itu memilih diam dan melihat ke arah jendela. Ini pertama kalinya pergi dengan Arhan berduaan seperti ini, selama ini ia pergi dengan Arhan akan selalu ada Meisya. Sesampainya di tempat makan baik Zahra dan Arhan memesan makanan yang ingin mereka makan. Zahra baru pertama kali ke tempat tersebut namun tidak dengan Arhan. “Kamu sering makan ke sini?” tanya Zahra. “Sering,” jawab Arhan cepat. “Sama Meisya?” tanya Zahra lagi dan Arhan menggelengkan kepalanya. “Enggak, Meisya belum pernah ke sini. Aku sering ke sini sama teman kantor dan rekan-rekan yang lainnya. Kita sering ke sini buat rapat atau ketemu sama klien. Kamu suka sama tempatnya?” tanya Arhan yang melihat Zahra sedang menilai sekelilingnya. “Lumayan, tempatnya rapi dan bersih,” jawab Zahra. “Makanannya juga enak,” kata Arhan membuat Zahra menganggukkan kepalanya. Arhan empat tahun di atas Zahra dan Meisya. Sejak Meisya pertama kali mengenal Arhan, wanita itu sudah memanggilnya dengan sebutan ‘Mas’ maka itu Zahra juga ikut memanggil Arhan dengan panggilan yang sama. Zahra tahu bagaimana pertemuan Meisya dan Arhan, saat itu Meisya sedang mengalami masalah. Ia mengalami kecelakaan mobil dan membutuhkan pengacara karena orang yang menabraknya tidak mau bertanggungjawab. Maka itu memakai jalur hukum dan Meisya dikenalkan oleh Arhan dengan teman kantornya. Sejak saat itu keduanya dekat dan akhirnya menjalin hubungan. Tak lama keduanya langsung saja memutuskan untuk menikah. Waktunya memang singkat, tetapi Zahra sangat mengetahui perjalanan itu karena ia merupakan saksi kisah keduanya kenal sampai pada akhirnya Meisya meninggalkan mereka semua. “Sebenarnya aku ngajak kamu ketemu hari ini juga sekalian mau minta maaf. Maaf kalau perkataan Maminya Meisya dan Mama aku kasar dan menuduh kamu, maaf kalau itu nyakiti hati kamu. Padahal kamu dekat sama Maminya Meisya aku pikir mereka nggak akan seperti itu responnya. Aku benar-benar terkejut, aku minta maaf. Tapi kamu nggak usah khawatir aku akan tetap usahain kita menikah satu bulan lagi,” kata Arhan sambil tersenyum. “Kamu yakin Mas? Gimana sama orangtua kamu dan orangtua Meisya? Kita nggak bisa menikah kalau mereka terus seperti itu,” kata Zahra dengan khawatir. “Kalau mereka tak setuju aku tetap akan menikahi kamu, aku mau penuhi janji aku sama Meisya. Begitu juga kamu bukan? Meisya benar, kalau aku sama Bella butuh kamu. Kamu jangan ragu karena perkataan mereka ya? Aku tahu apa yang dikatakan mereka itu jelas nggak benar, kita yang sangat tahu apa yang terjadi. Kita memang tidak punya hubungan apapun sebelumnya,” tegas Arhan. “Kapan Meisya minta ini sama kamu Mas?” tanya Zahra penasaran. “Saat di rumah sakit yang kamu bawa Meisya, di rumah Meisya juga selalu minta itu. Sebelum Meisya bilang sama aku, sebenarnya aku udah dengar waktu Meisya minta sama kamu. Aku dengar semuanya, setelah itu aku pergi dari sana untuk temui dokter menanyakan keadaan Meisya. Dari situ sebenarnya aku udah mulai memikirkan permintaan Meisya itu,” ungkap Arhan jujur. Zahra yang mendengarnya cukup terkejut namun ia bisa menahan diri. “Tapi ini bukan lagi tentang aku sama kamu Mas. Tapi ini udah menyangkut keluarga besar kita, ada keluarga Meisya dan keluarga besar Mas Arhan. Bahkan ada keluarga aku juga, orangtua aku ada saat itu di sana. Papa marah dan nggak terima dengan keluarga kamu memperlakukan aku seperti itu. Papa bulang tidak akan pernah merestui hubungan kita, Papa nggak akan mau aku nikah sama kamu Mas. Jelas kamu tahu aku nggak akan bisa nikah sama kamu tanpa restu Papa,” kata Zahra mengatakan ketakutannya. “Iya, aku paham tentang itu. Aku akan coba yakinin orangtua kamu tentang kita, aku janji akan coba ngomong sama Papa dan Bunda kamu. Tapi aku mau dari kamu dulu, kamu emang udah siap dan yakin buat nikah sama aku? Kamu siap jadi istri aku dan jadi Bunda Bella secara resmi? Tapi kamu tahu Zahra, aku masih mencintai Meisya. Aku nggak tahu apakah pernikahan akan berhasil nantinya, karena aku nggak tahu apakah aku bisa benar-benar mengikhlaskan Meisya atau tidak. Tapi satu yang bisa aku pastikan ke kamu, kalau aku nggak akan nyakitin kamu. Aku akan coba berusaha untuk bahagiakan kamu dengan caraku. Aku tidak pernah menganggap pernikahan ini main-main, kamu tetap mempunyai hak dan kewajiban nantinya sebagai istriku. Begitu juga dengan aku yang akan memberikan hak dan kewajiban kepada kamu. Aku mau kita menjalani pernikahan ini dengan semestinya, tidak akan ada perpisahan apapun yang terjadi. Apakah kamu siap?” tanya Arhan membuat Zahra terdiam. Wanitaitu benar-benar bingung sekarang harus bagaimana. “Maksud kamu kita tetap menjalankan peran kita masing-masing nanti setelah menikah?” tanya Zahra membuat Arhan menganggukkan kepalanya. “Emang kamu berpikir pernikahan ini hanya sekedar permintaan? Pernikahan ini bukan hanya karena kamu akan menjadi Bundanya Bella atau hanya sekedar ngurus aku, kenapa kita nggak coba benar-benar menjalani ini sampai akhirnya kita sama-sama menginginkan pernikahan ini. Semuanya butuh belajarkan? Aku tidak pernah bermain-main dengan pernikahan, aku harap kamu juga seperti itu. Bukankah seseorang bisa menikah tanpa ada cinta di dalamnya?” tanya Arhan membuat Zahra menatap pria itu dengan tak habis pikir. “Kamu pikir bisa Mas?” tanya Zahra. “Pasti akan ada yang terluka nantinya,” kata Zahra membuat Arhan terdiam. “Jadi apa yang kamu inginkan sekarang? Kamu mau bagaimana?” tanya Arhan setelah sekian lama terdiam. “Aku nggak tahu Mas. Aku nggak pernah sedikitpun berpikir akan nikah sama suami sahabatku sendiri. Aku nggak pernah sedikitpun berpikir akan menikah dengan seseorang yang tak pernah kucintai. Bahkan aku juga tak pernah sedikitpun akan menikah dengan cara seperti ini. Kamu pikir aku siap? Aku mempunyai banyak konsep di dalam kepalaku tentang pernikahan yang kuinginkan. Tapi aku pikir aku nggak bisa lakuin itu sama kamu, tapi aku juga nggak punya pilihan lain sekarang. Aku udah terlanjur janji sama Meisya, aku juga terjebak Mas. Aku nggak tahu ke depannya akan seperti apa. Aku juga terlalu takut berharap, karena nanti akan kecewa,” ungkap Zahra jujur. “Kita coba saja ya? Kita jalani dan kita lihat akhirnya bagaimana, kalau begitu bagaimana? Aku janji nggak akan nyakiti kamu, aku bisa pastikan itu sama kamu dan orangtua kamu. Aku akan berusaha bertanggungjawab sama kamu dan coba bahagiain kamu,” tegas Arhan. “Dengan cara apa Mas? Gimana kamu bisa bahagiain aku kalau kamu aja nggak cinta sama aku. Apa kamu yakin bisa melakukan itu untuk aku?” tanya Zahra serius membuat Arhan terdiam cukup lama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD