“Mas Arhan kenapa lama ya?” tanya Zahra sambil melihat jam ditangannya.
“Coba telepon,” kata Meisya. Zahra menghapus air matanya, begitu juga dengan Meisya. Setelah meluapkan isi hati keduanya, mereka sepakat untuk mengakhiri kesedihan keduanya. Zahra mengambil ponselnya dan menghubungi Arhan.
“Hallo Mas, udah dimana?” tanya Zahra begitu panggilan tersebut sudah di sambung.
“Ini baru selesai bicara sama dokter, udah mau dekat. Sebentar ya,” kata Arhan.
“Oke,” jawab Zahra. Setelah mengatakan itu Zahra mematikan sambungan tersebut dan memberikan Meisya minum dari gelas dan air yang sudah disediakan. Arhan datang dan membuka gorden tersebut.
“Hai, maaf lama,” kata Arhan membuat Zahra langsung saja membiarkan Arhan di tempatnya. Zahra bergeser dan Arhan duduk dikursi tempat Zahra. “Gimana keadaan kamu?” tanya Arhan lembut sambil menggenggam tangan Meisya.
“Sudah lebih baik setelah diberikan obat, kamu habis dari rumah?” tanya Meisya setelah melihat pakaian Arhan yang sudah berbeda dengan tadi pagi.
“Udah, Zahra tadi telepon waktu aku baru sampai rumah. Si Mbok bilang kamu pergi,” jawab Arhan lembut.
“Gimana Mas tadi ngomong sama dokter?” tanya Zahra.
“Dokter minta untuk Meisya di rawat di rumah sakit,” jawab Arhan. “Kamu di rumah sakit aja ya? Supaya lebih aman?” tanya Arhan dengan lembut. Meisya menggelengkan kepalanya.
“Aku nggak suka di rumah sakit Mas, kamu tahu aku udah cukup lama berada di rumah sakit. Aku mau pulang ke rumah, aku lebih suka di rumah kita. Kalau di sini Bella juga nggak bisa datang, aku nggak bisa main sama Bella. Lebih baik kita pulang aja, aku lebih baik mati di rumah dari pada di sini,” kata Meisya membuat Zahra berdecak.
“Lo ngomong apa sih, siapa yang mau mati? Jangan ngomong ngaco,” kata Zahra dengan kesal.
“Lebih baik kamu di rumah sakit aja, disini banyak yang akan ngejaga dan ngerawat kamu. Keadaan kamu nggak baik,” bujuk Arhan dan Meisya masih bersikeras tak mau.
“Aku tetap nggak mau, aku tetap mau pulang ke rumah. Lebih baik aku istirahat di rumah, Mas kamu nggak akan maksa akukan?” mohon Meisya membuat Arhan menghela napasnya panjang.
“Bella ada di mobil sama pengasuh, kamu boleh temeni Bella? Aku nggak percaya ngebiarin mereka berdua,” pinta Arhan pada Zahra. Wanita itu menganggukkan kepalanya dan langsung saja keluar dari sana lalu menuju parkiran.
“Mas, aku mau minta sesuatu dari kamu boleh?” pinta Meisya membuat Arhan menatap Meisya dengan lekat.
“Kamu mau minta apa?” tanya Arhan.
“Aku tahu kalau umurku nggak akan panjang lagi. Aku nggak mau kamu sama Bella nggak ada yang ngurus, jadi setelah aku nggak ada kamu mau ya nikah sama Zahra?” pinta Meisya.
“Kamu ngomong apa sih? Kamu nggak akan kemana-mana,” jawab Arhan dengan tenang.
“Aku akan pergi Mas, kamu juga udah tahu itu. Dokter juga udah ngomong sama kamu, jangan kamu pikir aku nggak tahu apa yang dokter bilang sama kamu ya. Umurku nggak akan panjang lagi Mas, aku nggak bisa sama-sama kamu terus. Bella masih kecil, dia butuh seseorang untuk menjadi Ibunya. Aku nggak mau kamu menikah dengan wanita yang salah, aku nggak mau kamu menikah dengan wanita yang aku nggak kenal. Aku mau kamu menikah dengan wanita yang baik dan bisa menyayangi Bella dengan tulus. Aku nggak mau wanita yang dekatin kamu hanya sayang sama kamu aja, tapi sama Bella enggak. Tapi Zahra bisa sayang sama Bella sepenuhnya Mas, aku tenang kalau Bella sama Zahra. Aku yakin Zahra bisa jadi Ibu dan istri yang baik untuk kamu. Jadi aku mohon Mas, kamu mau ya menikah sama Zahra setelah aku nggak ada?” tanya Meisya lagi.
“Mei, kamu masih ada di sini. Gimana bisa kamu minta aku untuk melakukan itu? Aku ma—“
“Mas kamu sayang sama akukan?” potong Meisya dengan cepat sebelum Arhan menyelesaikan kalimatnya.
“Aku sayang sama kamu, sangat,” tegas Arhan sambil mencium punggung tangan Meisya.
“Kalau kamu sayang sama aku, pasti kamu mau kabulin permintaan terakhirku. Aku nggak akan minta apapun lagi dari kamu, kalau kamu emang mau aku dirawat di rumah sakit oke aku akan dirawat di sini. Tapi kamu harus mau menikah sama Zahra. Aku nggak pernah minta apapun sama kamukan Mas? Untuk kali ini aja aku mohon sama kamu, mau ya nikah sama Zahra?” pinta Meisya. Arhan menghela napasnya panjang.
“Kita bahas lagi setelah kamu pulang ke rumah ya? Kamu mau kita pulangkan? Aku akan ikutin semua keinginan kamu,” kata Arhan.
“Kamu juga akan penuhi keinginan aku untuk menikah sama Zahrakan Mas? Kamu akan penuhi semua apapun yang aku mintakan Mas?” pinta Meisya lagi. Arhan terdiam, pria itu tak bisa menjawab apa-apa. Arhan bangkit berdiri dan memeluk istrinya itu.
“Aku sayang banget sama kamu Mei, kamu tahu itukan?” tanya Arhan membuat Meisya menganggukkan kepalanya. “Apapun akan aku lakukan untuk buat kamu bahagia, aku akan berjuang untuk kamu. Aku mau kamu juga berjuang oke? Aku akan menjaga Bella, aku mau kamu tahu kalau aku sangat mencintai kamu. Kalau emang itu yang kamu inginkan, aku akan mewujudkannya. Karena aku mau kamu bahagia,” tegas Arhan. Mendengar hal itu membuat Meisya tersenyum senang.
“Makasih Mas, aku juga sayang sama kamu. Makasih untuk semuanya, aku bersyukur punya suami kayak kamu. Aku titip Bella, aku yakin kalau Zahra bisa buat kamu dan Bella bahagia. Dia wanita yang tepat untuk kamu Mas, aku percaya sama Zahra. Jadi tolong terima Zahra, tolong belajar membuka hati untuk Zahra. Tolong mencintai Zahra juga, jaga dia, jangan sakiti Zahra. Dia sahabat terbaik aku Mas, kamu maukan Mas melakukan itu semua?” pinta Meisya dan Arhan menganggukkan kepalanya. Meisya memeluk Arhan dengan erat, sedangkan pria itu mencium puncak kepala Meisya bertubi-tubi. Pria itu menahan tangisnya semua itu dilakukannya demi Meisya.
***
Zahra pulang lebih awal dari kampus tempatnya mengajar karena ingin ke rumah Meisya. Wanita itu sudah berjanji akan datang berkunjung, Zahra memang merupakan seorang dosen muda di salah satu universitas ternama yang ada di Jakarta. Hari-hari yang dijalaninya terasa buruk, hubungannya dengan Daffa yang berakhir tragis masih belum bisa dilupakannya begitu saja.
Begitu juga dengan permintaan Meisya yang masih belum bisa diterima olehnya, hal itu menjadi beban baginya. Begitu banyak masalah yang kini sedang dipikirkan olehnya. Setelah sampai di rumah Meisya, Zahra membawa kantongan plastik yang memang sudah disiapkannya untuk Bella. Zahra membeli boneka serta makanan ringan untuk anak dari sahabatnya itu.
“Hai Bella,” sapa Zahra ramah begitu pintu dibukakan baginya. “Hai Mas, tumben cepat pulang,” sapa Zahra juga yang terkejut melihat Arhan juga sudah pulang ke rumah.
“Iya, Meisya minta aku pulang cepat. Kamu udah makan? Meisya lagi makan di belakang, kamu kesana aja,” kata Arhan mempersilahkan. Zahra menganggukkan kepalanya, namun sebelum Zahra pergi. Wanita itu menghampiri Arhan dan mencium pipi Bella yang berada dalam gendongan pria itu.
“Wangi banget sih anak Bunda. Kamu udah makan belum? Bunda ada bawain kue sama boneka buat kamu, nanti kita coba bersama ya,” kata Zahra sambil mengusap pipi Bella.
Anak kecil yang baru berusia dua tahun itu terlihat senang dengan kedatangan Zahra. Hubungan keduanya memang sangat dekat, Bella merasa nyaman dengan Zahra. Dari Bella masih dalam kandungan Meisya, Zahra juga sudah sangat sayang pada Bella.
Bahkan Zahra berperan penting untuk memenuhi semua aksi ngidam Meisya. Maka dari kecil Zahra sudah mengatakan bahwa Bella anaknya juga dan menyebutnya Bunda dari Bella. Zahra ingin dipanggil oleh Bella seperti itu nantinya. Sedangkan Bella memanggil Arhan Papa dan Meisya Mama.
“Ke belakang dulu ya Mas,” pamit Zahra.
Arhan membalasnya dengan anggukan kepala. Zahra berusaha bersikap biasa saja seolah tak terjadi apa-apa, ia sengaja menanggalkan sejenak permintaan dari Meisya itu. Begitu juga dengan Arhan yang berusaha bersikap biasa saja ketika bertemu dengan Zahra, ia tak mau permintaan Meisya membuat hubungannya dengan Zahra canggung.
“Hai,” sapa Zahra pada Meisya yang berada di meja makan itu.
“Hai, udah makan?” tanya Meisya.
“Udah gue udah makan di kampus tadi. Lo udah selesai?” tanya Zahra dan Meisya menganggukkan kepalanya. Lalu Zahra mendorong kursi roda yang dipakai oleh Meisya itu, kini keadaan Meisya semakin lemah. Maka itu Meisya memakai kursi roda supaya tidak terlalu capek.
“Mas, Zahra udah datang. Kita pergi ke pantai yuk, aku mau lihat sunset,” ajak Meisya. “Kayaknya masih sempat kalau kita berangkat sekarang,” kata Meisya dengan semangat.
“Jadi lo ajak gue cepat-cepat datang karena mau ke pantai?” tanya Zahra dan Meisya menganggukkan kepalanya.
“Gue mau kita pergi berempat sama Bella juga, lo maukan?” tanya Meisya penuh harap. Zahra langsung saja menatap Arhan, pandangan keduanya bertemu. Arhan menganggukkan kepalanya membuat Zahra menghela napasnya.
“Yaudah boleh, bentar gue ganti baju dulu kalau gitu. Gue ambil pakaian di mobil sebentar,” kata Zahra.
***
Meisya terlihat sangat senang sepanjang perjalanan, ketika mau sampai Meisya membuka kaca mobilnya dan mengeluarkan tangannya untuk merasakan angin yang menerpa wajahnya. Bella berada di belakang bersama Zahra, sedangkan Arhan menyetir di depan. Sepanjang perjalanan Bella juga terlihat sangat semangat, karena gadis kecil itu terus saja berceloteh di belakang.
Arhan tersenyum senang melihat anaknya yang merasa nyaman dan aktif bersama Zahra. Pria itu memperhatikan melalui kaca spion yang ada di tengah. Zahra benar-benar bisa merawat Bella. Meisya yang melihat itu juga ikut senang. Permintaannya yang ingin Zahra menjadi istri untuk Arhan bukanlah pilihan yang salah menurutnya.
Begitu sampai Zahra mendorong kursi roda milik Meisya agar mereka mendekat ke tepi pantai. Sedangkan Bella kini sudah berada dalam gendongan Arhan di belakang mereka. Meisya memejamkan matanya merasakan angin yang menerpa wajahnya.
“Gue bahagia banget, ini adalah momen paling bahagia menurut gue. Punya suami seperti Mas Arhan, punya anak secantik Bella dan punya sahabat sebaik lo. Gue beruntung bangetkan Ra?” tanya Meisya membuat Zahra tertawa.
“Gue juga beruntung punya sahabat kayak lo, kalau aja saat itu gue nggak kabur dari rumah karena marah sama bokap mungkin gue nggak akan ketemu sahabat kayak lo. Makasih ya udah jadi sahabat gue selama lima belas tahun ini,” ucap Zahra tulus.
“Lo nggak akan lupa sama janji lokan?” tanya Meisya memastikan.
“Janji untuk nikah sama Mas Arhan?” tanya Zahra memastikan dan Meisya menganggukkan kepalanya. “Doain gue ya Mei, supaya gue bisa. Gue nggak tahu apa gue sanggup atau enggak nanti,” kata Zahra dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Gue yakin lo bisa, gue percaya sama lo. Titip Bella sama Mas Arhan ya?” pinta Meisya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Gue nggak tahu apakah gue sanggup kehilangan lo atau enggak. Lo mau pergi sekarang ninggalin gue?” tanya Zahra sambil berlutut dihadapan Meisya.
“Gue nggak tahu Ra, gue merasa udah capek aja. Gue terlalu lelah, gue ngerasa nggak sanggup,” jawab Meisya jujur membuat Zahra akhirnya menangis.
“Jangan ngomong gitu Mei, gue nggak mau kehilangan lo. Gue sayang sama lo, gue mau kita bareng terus. Jangan tinggalin gue,” kata Zahra.
“Tapi gue capek Ra, lo mau lihat gue menderita terus?” tanya Meisya membuat Zahra menggelengkan kepalanya. Zahra memeluk Meisya dengan erat sambil menangis, keduanya menangis cukup keras. Dari kejauhan Arhan melihat keduanya dan paham akan apa yang terjadi.
“Ikhlaskan gue Ra, jadikan tempat ini tempat yang termanis untuk kita. Lo nggak lupakan kalau ini tempat pelarian lo saat itu sekaligus tempat pertemuan pertama kita? Lo juga nggak lupakan kalau ini merupakan tempat pelarian kita juga saat ada masalah?” tanya Meisya dan Zahra menganggukkan kepalanya.
“Gue tahu tempat ini dan gue nggak akan lupa, karena ini adalah tempat yang penuh kenangan,” kata Zahra.
“Gue juga mau ini menjadi tempat terakhir gue Ra,” ucap Meisya pelan.
“Jangan ngomong yang aneh-aneh,” kata Zahra kesal.
“Kita foto yuk Ra,” ajak Meisya. Zahra melepaskan pelukannya dan mengeluarkan handphonenya. Lalu Zahra mengambil foto Meisya sendiri dan foto keduanya. Meisya memeluk Zahra erat dan bahkan mencium pipi wanita itu, kemudian Zahra melakukan hal yang sama. “Mas! Kita foto yuk sama Bella juga,” teriak Meisya pada Arhan. Hal itu membuat Arhan mendekat bersama Bella digendongannya.
“Kalian bertiga biar gue fotoin,” kata Zahra.
“Enggak Ra, gue mau kita foto berempat. Ayo ke sini, kita foto ber empat,” kata Meisya sambil menarik lengan Zahra. Akhirnya Zahra tidak menolak dan mereka foto berempat. “Mbak, tolong fotoin kita berempat dong,” kata Meisya kepada perempuan yang baru saja lewat di dekat mereka.
“Oh boleh,” perempuan itu menerima handphone milik Zahra dan memotret ke empatnya. Lalu Meisya melihat satu persatu foto tersebut dengan senyum yang mengembang.
“Cantik,” puji Meisya. “Kalian ke sana dong sini biar gue fotoin bertiga,” kata Meisya.
“Apaan sih lo,” kata Zahra tak suka. Namun Arhan langsung saja menarik Zahra dan berbisik.
“Apapun yang diminta Meisya tolong turuti, kita nggak tahu kapan Meisya pergi ninggalin kita,” bisik Arhan pelan membuat mata Zahra kembali berkaca-kaca.
“Jangan buat gue sedih Mas,” ucap Zahra pelan.
“Senyum dong Ra!” teriak Meisya. Zahra langsung saja tersenyum pada Meisya ketika wanita itu mengambil gambar. “Lagi dong, Mas coba rangkul Zahra. Bella biar digendongannya Zahra aja,” kata Meisya mencoba mengatur gambar tersebut. Arhan dan Zahra akhirnya menurut dengan semua yang diminta oleh Meisya. Pada sore itu mereka banyak mengabadikan momen bahagia, bahkan Zahra juga membuat sebuah video mereka berempat pada saat itu.
“Kayaknya sunsetnya udah selesai deh Mas, Meisya pasti senang. Aku jemput Meisya dulu ya,” kata Zahra pada Arhan. Mereka berada di parkiran karena baru saja mengganti popok Bella di dalam mobil. Maka itu mereka meninggalkan Meisya yang sendiri sambil melihat matahari terbenam.
“Mau kamu yang jemput atau aku?” tanya Arhan.
“Aku aja Mas, kamu tunggu di sini aja sama Bella,” kata Zahra. Arhan menganggukkan kepalanya dan membiarkan Zahra menghampiri Meisya. Namun saat Zahra mendekat, Meisya terlihat lesu.
“Mei, udah selesaikan sunsetnya? Kita balik yuk,” ajak Zahra.
Wanita itu berdiri di depan Meisya dan melihat Meisya memejamkan matanya, wajahnya terlihat pucat. Zahra langsung saja menggenggam tangan Meisya yang dingin, Zahra memegang pergelangan tangan Meisya untuk memastikan denyut nadinya. Namun Zahra tak menemukan, Zahra memeriksa napas di hidung Meisya. Namun hasilnya tetap sama, hal itu membuat Zahra menangis dan berteriak kencang.
“Meisyaaaaaaa! Jangan tinggalkan gue! Lo jahat sama gue! Kenapa lo pergi ninggalin gue?” teriak Zahra sambil menangis. “Meisyaaaa bangun! Meisyaaaaa!” teriak Zahra sambil memeluk tubuh Meisya. Sedangkan Arhan yang mendengar Zahra berteriak, berlari menghampiri keduanya.
“Kenapa sama Meisya?” tanya Arhan.
“Meisya bangun! Bella ada di sini! Gue mohon bangun Meisya!” teriak Zahra. Arhan paham dengan apa yang terjadi. Pria itu mendekat dan memeluk Meisya dengan menangis.
“Mei, bangun! Jangan tinggalin aku! Aku nggak bisa tanpa kamu! Jangan pergi! Aku nggak siap kehilangan kamu! Meisyaaaaaaa!” teriak Arhan. Keduanya menangis histeris merasakan sakit yang luar biasa.
Melihat Zahra dan Arhan menangis membuat Bella bingung dan ikut menangis. Jantung kedua orang dewasa itu terasa remuk dan hancur, Zahra mengambil Bella dari pangkuan Arhan yang hendak jatuh itu. Zahra memeluk Bella dengan erat sambul menangis. Zahra berusaha menenangkan Bella yang menangis, namun ia juga ikut menangis.
Sedangkan Arhan memeluk Meisya dengan erat sambil berteriak. Pria itu meluapkan semua emosinya pada saat itu. Kehilangan orang yang dicintai adalah hal yang paling menyakitkan, kini hal itu menghampiri Arhan dan juga Zahra.