Dea meregangkan tubuhnya dan mengucek kedua matanya, ia melirik jam yang tergantung di atas dinding. Sontak matanya membulat sempurna saat melihat jarum pendek di jam tersebut menunjukkan angka delapan.
Ia pun bergegas beranjak dari tidurnya dan mengambil handuk yang berada di sebelahnya. Entah siapa yang menyiapkan handuk tersebut, tetapi Dea tak ingin mengambil pusing.
Badannya yang lengket karena keringat membuatnya ingin cepat-cepat membasuh seluruh tubuhnya dengan air yang mengalir.
"Wahh, ada bathtub ternyata. Berendam dulu ah, beberapa menit gak ngaruh kan," ucap Dea girang. Kedua matanya berbinar menatap bath tub. Ia telah lama tak memanjakan dirinya dengan berendam air hangat.
Segera Dea lepaskan pakaian yang membalut tubuhnya dan masuk ke dalam bath tub tersebut, menuangkan wewangian yang bisa membuat Dea rileks.
Dea merasakan otot-ototnya yang telah lama menegang menjadi rileks kembali. Ia merasa badannya menjadi ringan tanpa beban.
Tanpa Dea sadari, seseorang membuka pintu kamar mandi dan menatap Dea yang berendam dengan mata terpejam. Tanpa sadar, ia berjalan masuk, dan perlahan menghampirinya.
"Dea," panggil orang tersebut dengan suara serak, seperti menahan sesuatu.
Kedua mata Dea sontak melotot memandangi Bagas yang dengan wajah polosnya menghampirinya. "APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?!"
Dea menenggelamkan seluruh tubuhnya dan menyisakan leher hingga wajahnya saja. Bahkan saat ini wajahnya sangat memerah karena malu.
"Ayolah, De. Kita kan sudah suami istri, jadi apa yang salah?" tanya Bagas dengan wajah polos.
"Tapi ka--"
"Gak kasian sama Kakak, Dek? Dosa loh nolak suami," rayu Bagas.
Semakin lama, Bagas semakin mendekat ke arah Dea. Hingga, ia akhirnya melepaskan seluruh pakaiannya hingga tak tersisa dan bergabung berendam bersama Dea.
"KAK BAGASS!!" pekik Dea keras. Rasanya saat ini ia ingin menenggelamkan dirinya di dasar samudra.
"Apa Sayang? Kamu mau apa?" goda Bagas, ia menaikturunkan alisnya membuat kedua pipi Dea tampak memerah seperti tomat.
Dea pun beranjak dari bath tub, tanpa ia sadari ia saat tengah tak memakai sehelai benang pun di badannya. Ia lalu membilas tubuhnya dengan air yang mengalir dari shower.
"Dea, kamu mau menggoda saya, ya?" Bagas menghampiri Dea dan memeluknya dari belakang.
Napas pria itu terasa hangat di leher jenjang milik Dea, membuatnya merasa bulu kuduknya berdiri dan merinding. Bahkan saat ini Dea merasakan badannya memanas.
"K-kkak, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku," gumam Dea terbata-bata.
Tentu saja di umurnya yang sudah menginjak sembilan belas tahun itu, ia sudah tak asing dengan hal-hal seperti ini. Tetapi, selama sembilan belas tahun hidup, tak pernah sekalipun ia mempraktikannya.
"Ayolah, kamu sudah membuatnya bangun, Sayang. Dan artinya kamu harus menidurkannya kembali," bisik Bagas tepat di telinga Istrinya.
Perlakuan Bagas tersebut membuatnya merinding dan bergidik ngeri. "Kak Bagas, pergilah. Aku Ahhhh."
Belum sempat Dea menyelesaikan ucapannya, ia sudah mengeluarkan suara desahan yang erotis karena ulah Bagas. Pria itu meremas p******a milik Istrinya membuatnya memejamkan mata keenakan.
"Aku sudah tidak tahan, Dea. Izinkan aku melakukannya sekarang." Bagas menggendong tubuh Dea ala bridal style dan membaringkan tubuh naked Dea di atas ranjang mereka.
Bagas mendekatkan dirinya ke arah Dea, dan mulai menciumi bibir tipis beraroma strawberry gadis itu.
Kedua mata Dea pun sontak membulat, first kiss yang ia pertahankan selama ini akhirnya harus direnggut oleh Bagas hari ini jua. Namun, ia tetap menikmatinya dan membalas pangutan bibir Bagas yang kian menuntut lebih.
Tak jarang tangan Bagas mulai menggerayangi dengan nakal kedua p******a sintal milik sang Istri. Membuat bibir Dea terus mengeluarkan desahan erotis.
"Ahhh, Kak. Jangan menyiksaku lebih lama lagi," mohon Dea. Tubuhnya sudah sangat gatal dan panas, seolah meminta lebih atas perlakuan Bagas kepadanya.
"As you wish, Princess."
Bagas mengabulkan keinginan sang Istri, memberikan kenikmatan yang tak pernah Dea rasakan sebelumnya. Malam ini, mereka berdua menjalani malam yang cukup panjang dan sangat panas.
"Mungkin awal-awal bakal sakit, tapi setelahnya akan nikmat kok. Tahan, ya, kalau kamu tidak tahan kamu boleh cakar punggung aku," pesan Bagas.
Ia memasukkan miliknya perlahan ke dalam l**************n milik Dea. Tampak gadis itu meringis kesakitan dengan mata yang ia pejamkan.
"Shh, sakittt," desis Dea. Tangannya meremas punggung putih Bagas, seolah membagi rasa sakitnya tersebut.
Bagas menghentikan sejenak kegiatannya, ia ingin Dea terbiasa dahulu dengan keadaan mereka yang benar-benar menyatu sekarang. Hingga ia pun melanjutkan pergulatan panas mereka berdua.
Saling memberikan kenikmatan satu sama lain. Dan mengeluarkan Desahan-desahan yang membuat gairah mereka semakin bertambah.
***
Sementara itu, di rumah yang berbeda yaitu rumah milik Calya dan Bagas. Calya tengah duduk di balkon kamarnya menatap sinar rembulan yang benderang malam itu.
"Maafkan aku, Tuhan. Setidaknya aku melakukan hal yang benar, dengan membiarkan Suamiku menikah kembali ahar memiliki keturunan. Walaupun ia tak memintanya, tapi aku tahu selama ini ia sangat mendamba seorang bayi di keluarga kecil kami," gumam Calya.
Mata wanita itu tak lepas menatap bulan yang tengah berbentuk sempurna saat ini. Hatinya berdesir perih, dan air matanya keluar begitu saja dari pelupuk matanya. Membuat pipinya basah oleh banjiran air mata.
Sakit? Tentu saja. Istri mana yang tak sakit menyaksikan suaminya menikah kembali. Bahkan menikah dengan saudaranya sendiri. Tetapi tak apa, ia rela jika suaminya akan bahagia setelah ini.
"Sudahlah, ini semua keputusanku kan? Buat apa aku menangis? Lagipula salahku juga karena aku menjadi wanita yang tak berguna, aku mandul."
Tangis Calya semakin menderas, ia tak menyangka kehidupan rumah tangganya akan serumit ini. Ia akan dimadu dan yang menjadi madunya adalah Adiknya sendiri.
Terkesan jahat memang, tetapi Calya tak bisa mempercayai orang lain. Ia tak sebaik itu merelakan suaminya dengan perempuan yang jauh lebih sempurna dibanding dirinya.
Tangannya mengambil sebuah figura kecil yang tergeletak begitu saja di atas kasur. Ia memeluk figura yang menampakkan foto sebuah keluarga di sana.
"Ma, Pa, maafkan Calya. Aku nggak bisa jaga Dea, dan aku malah merusak masa depannya. Maafkan Calya karena telah egois dan merenggut kebahagiaan Dea," ucap Calya.
Hingga, akhirnya ia lelah menangis dan memilih merebahkan tubuhnya dengan foto keluarganya tetap pada dekapannya. Calya yang terbiasa tidur dengan memeluk Suaminya, malam ini harus rela tidur dengan kasur yang kosong di bagian lainnya.
Bahkan kepalanya sedari tadi telah membayangkan apa yang tengah Suaminya dan Dea lakukan. Ada rasa tak rela jika tubuh Bagas yang selama lima tahun ini menjadi miliknya, harus ia bagi dengan perempuan lain.
"Ya Tuhan, jagalah hati suamiku. Jagalah hatinya agar tetap menjadi milikku seorang."
***