Hening sesaat, Bella yakin saat ini ibu mertuanya itu sedang kesal kepadanya karena pertama kali ia berteriak kepada Ami. Bukan balik memarahinya, Ami malah pergi dari apartemen dengan membanting pintu. Bella menghela napasnya, ia benar-benar sakit hati dengan apa yang dilakukan mertuanya itu.
Rasa sakit hati yang ia pendam sejak kemarin sudah tak terbendung lagi. Kata cerai yang terlontar dari mulut Ami masih terngiang-ngiang di kepalanya. Ya, Bella mendengar jelas saat Ami meminta Dimas untuk menceraikannya. Namun, ia begitu lega saat Dimas menolak untuk menceraikan dirinya hanya karena Ami sudah memiliki wanita lain yang akan di jodohkan dengan suaminya.
"Aku enggak akan merelakan rumah tanggaku hancur hanya karena orang tuamu, mas."
Bella memutar musik relaksasi untuk menghilangkan pikiran-pikiran jahat yang merasuki kepalanya. Jika tidak menghormati Dimas, mungkin Bella sudah mengusir ibu mertua yang selalu mengatur keuangan, serta rumah tangganya.
Sementara itu, Ami yang baru saja keluar dari gedung apartemen putranya lalu mengeluarkan ponsel. Jemarinya dengan lincah menari di keyboard mengetik pesan yang di kirimkan di grup keluarga. Sudut bibirnya terangkat ketika melihat nomor ponsel Dimas, ia pun menghubungi putra kesayangannya hingga terdengar sambungan telepon yang terhubung.
"Halo, Sayang. Nanti sore ke rumah Mamah ya."
"Memangnya ada apa, Mah?"
"Mamah bikin acara kecil-kecilan, hanya mengundang semua keluarga Mamah untuk makan-makan di rumah."
"Iya, mungkin Dimas agak telat soalnya jemput Bella di apartemen dulu."
"Enggak usah ngajak Bella! Istrimu itu kurang ajar, berani bentak Mamah tadi. Kalau ada kamu aja baik-baikin Mamah, kalau enggak ada si Bella itu bentak-bentak Mamah. Mamah enggak mau ada dia di acara Mamah, merusak mood aja. Lagi pula dia orang asing, jadi enggak perlu ikut acara keluarga. Pokoknya kamu harus datang, karena kamu anak satu-satunya mamah, oke."
Setelah menyampaikan kekesalannya kepada Dimas, Ami pun mematikan panggilan lalu masuk ke dalam taksi yang sudah ia pesan sebelumnya.
***
"Dim, bengong aja. Mau pulang enggak?" tanya rekan kerja Dimas bernama Aldo.
Dimas hanya menyunggingkan senyum, lalu menyandarkan punggungnya di kursi. Aldo yang merasa aneh dengan rekan kerjanya itu mencoba mengajak bicara agar rekannya itu lebih tenang.
"Kenapa, lagi ada masalah sama istri?"
"Aku bingung Di, orang tuaku enggak suka sama Bella. Malah mereka nyuruh aku ceraiin istriku," ucap Dimas merasa bingung karena di satu sisi ibunya dan di sisi lain istrinya sendiri.
Aldo menarik kursi Dimas agar lebih dekat dengan kursi yang ia duduki. "Dengar istrimu itu orang lain, kalau kamu cerai dia bukan siapa-siapa lagi. Sedangkan orang tuamu, mereka yang mengurusmu dan enggak akan pernah ninggalin kamu dalam keadaan apapun. Dari sini sudah jelaskan siapa yang harus kamu ikuti?"
Dimas menghela napasnya, jika dipikir lagi apa yang dikatakan Aldo ada benarnya juga. Lagi pula Dimas tidak tahu sampai kapan Bella akan bertahan dengannya apa lagi hingga saat ini dia belum juga hamil.
"Udah jangan dipikirin. Lagian omongan orang tua itu suka bener, siapa tau ada sesuatu hal yang bikin mereka enggak suka sama Bella tapi enggak enak ngomong sama kamu."
Dimas terdiam, ia kembali ingat dengan ucapan Ami yang mengatakan jika Bella suka membentaknya. Tak hanya itu, Bella juga sering terlihat menghindar jika Ami sedang duduk bersama.
"Apa Bella sejahat itu?" batinnya.
"Mikirin apa lagi si. Ayo, pulang!"
Dimas beranjak dari kursi sembari menenteng tas kerjanya, berjalan keluar bersama Aldo. Ia sama sekali tak mempedulikan ponsel yang terus berdering. Sedangkan di ujung sana, ada wanita yang sedang menunggunya pulang dengan gelisah.
Iya, Bella begitu khawatir karena seharian Dimas tak membalas pesannya. Bahkan mengabaikan panggilan dari Bella.
"Mas Dimas kemana ya. Apa dia lagi meeting, tapi biasanya dia selalu balas pesanku?" tanya Bella dengan gusar.
Bella melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam, masih belum ada kabar dari Dimas. Ia kembali menghubungi Dimas karena takut terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan. Namun, ternyata ponselnya malah tidak bisa di hubungi. Penasaran, Bella pun memberanikan diri untuk menghubungi rekan kerja Dimas.
"Halo, Aldo. Maaf mengganggu, mas Dimas udah pulang belum ya?" tanya Bella ketika terdengar suara pria yang menyapanya.
"Iya Bel, Dimas udah pulang dari jam 5. Kenapa, emang belum sampai ke rumah?"
Perasaan Bella semakin tak karuan mendengar Dimas sudah pulang dari sore, tapi belum juga sampai ke apartemennya.
"Halo, Bella."
"Iya Do, mas Dimas belum pulang ke rumah. Mungkin sedang ke rumah mamah dan lupa memberi kabar. Makasih ya Do."
Ada rasa ragu di hati Bella ketika melihat nomor ponsel mertuanya. Ia mencoba menghubungi Ami, tapi sayangnya nomor Bella di blokir.
"Sebenci itu mamah, sampai nomor ponselku aja di blokir."
Bella tak bisa berkutik, hanya bisa menunggu kedatangan Dimas meski ia tidak tahu kapan suaminya akan pulang. Bosan, Bella pun membuka media sosial pribadinya. Tanpa sengaja ia melihat foto suaminya sedang bersua foto bersama keluarga. Terlihat semua keluarga datang bersama anak menantu serta para cucu, sedangkan Dimas hanya sendiri berdiri di samping Ami.
Hati Bella terasa sakit melihat foto mereka yang terlihat bahagia. Sampai hati Dimas tidak mengajaknya ke acara itu, bahkan ia seolah menutupi darinya. Ditengah kesedihannya, Bella mendengar seseorang menekan password apartemen. Ia lalu menyeka air mata dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
"Kamu belum tidur, Sayang?" Dimas berjalan mendekati Bella yang sedang duduk di sofa.
"Mas kok baru pulang, enggak ngabarin lagi? Aku belum siapin makan malam," ujar Bella setenang mungkin meski aslinya ia ingin protes kepada Dimas.
"Aku masih kenyang, aku mandi dulu, ya."
"Aku siapin air hangat dulu." Bella berjalan melewati Dimas lalu masuk ke dalam kamar mereka untuk menyiapkan air hangat untuk mandi suaminya.
Dimas yang merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Bella pun mencoba mendekatinya."Sayang, kamu marah, ya? Maaf tadi ponsel aku lowbat jadi enggak ngabarin."
Dimas memutar tubuh Bella hingga mereka saling berhadapan. Perlahan Dimas meraih dagu Bella agar dia menatap matanya.
"Kenapa Mas enggak bilang kalau hari ini ada acara di rumah Mamah?"
Dimas terdiam, ia mengalihkan pandangannya karena tak bisa berbohong kepada Bella. "Maaf, Sayang."
"Hanya itu!"
"Terus aku harus gimana?"
"Ya kamu harusnya bilang dong, bila perlu ajak aku ke acara itu. Kalau kamu datang sendiri yang malu itu aku. Nanti mamah dan saudara yang lain ngira kalau aku enggak mau berkumpul sama mereka."
"Bukannya memang itu maumu?" Bella mengerutkan dahinya, ia tak percaya Dimas akan berkata seperti itu.
"Mas—"
"Kita cerai saja, Bel."
Hati Bella terasa teremas ketika mendengar ucapan Dimas yang tiba-tiba saja mengucapkan talak untuknya. Bella keluar dari apartemen, mencoba menenangkan diri. Dengan langkah yang cepat ia berjalan ke taman lalu duduk di bangku yang ada di sana. Bella menangis sejadi-jadinya tak mempedulikan orang yang berlalu lalang.
"Berisik sekali," ucap seorang pria yang seketika membuat Bella berhenti menangis. Ia menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang pria yang sedang berdiri sembari menghisap rokok yang ada di tangannya. "Apa kamu sedang mencari perhatian orang lain?"
"Apa?"
"Kamu menangis sendiri, di tempat yang lumayan ramai seperti ini. Apa lagi yang kamu lakukan selain mencari perhatian orang-orang yang berlalu lalang."
Bella menghela napasnya, di saat hatinya sedang sedih malah di buat kesal oleh pria asing. "Kalau kamu merasa terganggu sebaiknya kamu pergi dari sini."
Bukannya marah pria itu malah tertawa mendengar ucapan Bella. Ia berjalan mendekati Bella hingga ia bisa dengan jelas melihat wajah pria yang kini berdiri di depannya.
"Sepertinya kehadiranku membuatmu berhenti menangis." Bella mengerutkan dahinya mendengar ucapan pria itu. "Oh ya, kenalin namaku Angga, penghuni apartemen nomor 105."
Bella melihat tangan Angga, tapi ia tak berniat untuk menjabat tangan pria yang sudah membuatnya kesal. Sesaat Bella ingat dengan wajah Angga, pria yang menanyakan alamat apartemen.
"Menyebalkan," gerutu Bella menjauhi Angga yang masih mematung dan terus memperhatikan Bella yang berjalan menjauh darinya.
"Menarik juga. Awas Mba, nanti kalau kita ketemu lagi, malah jadi suka!" teriak Angga sembari tertawa puas.