bc

Mas Dul, Nikah yuk!

book_age16+
detail_authorizedAUTHORIZED
7
FOLLOW
1K
READ
family
drama
tragedy
like
intro-logo
Blurb

Pertemuan kembali Nurul dengan laki-laki yang sejak awal telah mencuri hatinya membuat Nurul gigih berjuang mendapatkan cinta Zainal Abdullah Arifin Djailani atau Dul Sinal, juragan tembakau yang tanahnya terbentang dari Guluk-guluk, Ganding, Lenteng juga di daerah Pinggir Papas dan Prenduan. Tapi bukan karena harta laki-laki itu yang membuat Nurul tergila-gila tapi lebih karena Dul adalah laki-laki jujur dan tegas. Lalu dapatkah berjalan mulus kisah cinta Nurul dan Dul Sinal? Sementara keduanya ternyata akan segera dijodohkan dengan orang lain.

chap-preview
Free preview
1
1 "Rul, nggak papa ya kamu terpaksa pulang ke Pasongsongan, karena ibu bolak-balik minta kamu yang merawat." Akhmad, kakak Nurul yang bekerja di salah satu hotel yang ada di Sidoarjo, terpaksa menyampaikan berita tak enak itu. Ibunya tiba-tiba saja kambuh hipertensi dan diabetesnya, sudah seminggu ini terbaring. Akhmad dan istrinya, Dian, baru saja kembali setelah menjenguk selama dua hari di Pasongsongan, Kabupaten Sumenep. Tapi sang ibu meminta Nurul, anak bungsunya yang merawat. "Aku akan resign saja Kak." "Ya nggak gitu juga kali Rul, kamu tetep aja ngajar bimbel di sini, nanti kalo ibu sembuh kan kamu bisa ngajar lagi." Dian mencoba memberi solusi. "Nggak papa Mbak, biar aku nanti kerja di Sumenep saja, toh di sana juga banyak bimbel, aku anak perempuan ibu satu-satunya, kapan lagi aku ngerawat ibu kalo nggak sekarang." Akhmad dan Dian saling pandang, akhirnya keduanya setuju dengan keputusan Nurul. "Kapan kamu ke Sumenep Rul?" tanya Akhmad. "Besok siang kak, naik bus dari terminal Larangan ke Bungurasih dulu lalu dari Bungurasih cari Bus yang ke Madura." "Biar kakak antar besok ke terminal Larangan, titip ibu ya Rul, jika ada masalah dengan uang karena pengobatan ibu, cepat hubungi kakak." Nurul mengangguk lalu masuk ke kamarnya dan tak lama muncul lagi sudah berpakaian rapi. "Mau ke mana Rul?" "Mau ijin resign dari bimbel." "Ya Allah Rul kok baru bilang sekarang sih! Nggak papa ta mendadak?" Akhmad dan Dian berpandangan. "Nggak papa, malah kayaknya pada seneng Nurul resign." "Lah kok bisa?" "Katanya Nurul rame aja, gak cocok jadi pengajar di bimbel, lebih cocok jadi tukang kredit." Dian dan Akhmad tertawa mendengar ocehan Nurul. "Kok gitu sih Rul?" "Nurul kan ngajar matematika, biasanya anteng guru-guru bimbel nah itu malah bikin siswa bosan, ya Nurul pake cara lain ngajarnya biar gak bosan ya Nurul bikin rumus yang lucu-lucu dan mudah diingat siswa, jadinya kelas rame tapi rame produktif siswa semangat belajar eh lah kok ada pengajar bimbel senior yang nggak suka, kerudungan kok gurunya pecicilan katanya, awalnya Nurul sih gak papa, tapi lama-lama kok jadi nggak nyaman saat Nurul jadi bahan ghibah, ya wes mundur aja dan kebetulan ibu sakit ya sudah memang harus Nurul yang ngerawat jadi pas dah." "Berangkatlah Rul biar gak terlalu malam." Dian mengantar sampai pagar, melihat Nurul yang bagai dikejar setan saat mengemudi motor. Ngebut tidak karuan. "Mas adikmu kok mesti gitu sih kalo naik motor, gak hati-hati mesti." Dian menatap suaminya yang terlihat cuek saja. "Kamu ini kok selalu saja kaget sih, wong Nurul itu biasa dah gitu, kayaknya semuanya serba gak hati-hati, semoga jodohnya nanti dapatnya dengan cara hati-hati." "Aamiiiiiin." Dian mengusap wajahnya setelah menadahkan tangan. . . . Keesokan harinya ... Sepanjang perjalanan menuju Sumenep, Nurul lebih banyak melamun. Melamunkan perjalanan hidupnya. Masa SD ia habiskan di Pasongsongan, sejak SMP ia mondok di salah satu pondok pesantren terkenal yang ada di kecamatan Prenduan. Saat di madrasah Aliyahlah ia memiliki sahabat yang bernama Maryam, terakhir Nurul tahu Maryan masih berada di Sumenep, tapi entah bagaimana kabarnya sekarang. Lalu tiba-tiba saja terlintas juga wajah kakak kelas yang sangat ia sukai, laki-laki berkulit tembaga, tinggi besar dan cukup tampan menurutnya, tapi ia tahu diri karena sejak awal ia tahu jika ia bukan siapa-siapa, bagai langit dan bumi, baik itu keadaan ekonomi juga kedudukan keluarga di masyarakat, lebih aman jika ia tak mengharap apapun, toh ia sudah lama juga kehilangan kabar tentang orang yang ia suka itu. Hanya cinta monyet yang ia yakin tak akan berbekas, meski jika suatu saat ia bertemu lagi, mau rasanya ia menjadi istri kakak kelasnya itu. Heh lamunan orang sinting ... Nurul tertawa sendiri. Hal lain yang Nurul ingat di saat Aliyah itulah bapaknya meninggal. Hidup keluarganya masih beruntung karena bapaknya meninggalkan dua perahu besar untuk mencari ikan serta beberapa petak sawah. Hasil sawah hanya cukup untuk makan sedang perahu peninggalan bapaknya sering disewa oleh tetangganya. Akhmad, kakak Nurul yang dulunya berkuliah di perhotelan lalu bekerja di Sidoarjo dan telah menikah, selama di Sidoarjo itulah Nurul tinggal bersama kakaknya yang telah menikah dan memiliki dua orang anak laki-laki yang masih kecil-kecil. Tak terasa bus yang Nurul tumpangi telah sampai di terminal Bungurasih, Surabaya. Nurul segera turun dan mencari bus jurusan Madura. Agak lama ia menunggu di dalam bus hingga akhirnya berangkat. Sepanjang perjalanan Nurul kembali melanjutkan lamunannya. Yang pasti setelah sampai Pasongsongan nanti ia akan fokus hanya pada kesehatan ibunya jika sudah mendingan maka ia akan bekerja kembali. . . . "Assalamualaikum, Ibuuuu." "Wa alaikum salaaam, ya Allah Nurul, kok nggak bilang-bilang sih kalo mau datang." Lik Sutinah menyambut kedatangan Nurul yang tiba-tiba saja muncul tanpa memberi tahu sebelumnya. Adik ibunya itu langsung memeluknya lalu sedikit menyeret Nurul menuju kamar ibunya dan alangkah kaget Nurul saat melihat kondisi ibunya yang kurus, terbaring dengan mata terpejam. "Lik Tin, ibu kok jadi gini kondisinya?" "Makanya kamu disuru segera pulang, kamu loh sejak ngajar bimbel di Sidoarjo gak pernah pulang, bolak-balik suru pulang malah nyari uang saja, Ibumu sakit diabet, hipertensi juga, banyak pantangannya, makannya dijaga betul ya pasti kamu kaget lihat kondisinya sekarang, lah sudah tujuh bulan kamu nggak pulang." "Waduh iya ya nggak kerasa kalo sudah tujuh bulan, keenakan cari uang malah lupa pulang." "Heeeeh makanya jangan sok kaget kamu, cepet sana mandi dulu bersihkan semua badanmu, bau bus gitu!" "Iya iya Lik iyaaa!" Baru saja Nurul melangkah menjauh ia mendengar suara ibunya memanggil. "Ruuuul ... " "Wah kok tahu ibu ya Lik kalau saya datang?" "Hadeeeh tiap hari ya gitu nama kamu yang dia panggil, sudah sana cepet mandiiii!" "Iyaaaaaa!" . . . "Kamu kapan datang Rul?" "Barusan Ibu, Ibu nggak usah mikir macan-macam, mikir malah bikin ibu makin sakit." Ibu nggak mikir macam-macam, yang ibu pikir cuman satu." "Apa Bu?" "Kamu kapan nikah?" "Haddeehhhh baramma riya, judu gi' tada' pas alakiya sapa? " (Haduh gimana ini, jodoh belum ada trus mau nikah sapa siapa?)

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.3K
bc

Takdirku Menjadi Lelaki Kaya

read
4.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

TAKDIR KEDUA

read
29.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.3K
bc

My Secret Little Wife

read
115.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook