Find Me, Love 5

1784 Words
Kamu yakin yang kamu minum dari cangkir cantik itu kopi ? Itu racun rindu yang mengandung aku. Joko Pinurbo ******** pagi selalu ceria dengan kicauan burung yang merdu dan akan selalu terasa indah. Tapi untuk saat ini, pagi terasa menyakitkan untuk Nadine. Ia mulai sering merasakan mual di pagi hari, dan terasa sangat menyakitkan. Setelah sarapan sesuap nasi, Nadine segera mengambil tas nya dan berjalan keluar rumah menuju mobil yang sudah disiapkan. Nadine duduk sejenak menatap ke depan sambil tangannya memegang kemudi. Sejurus kemudian ia menyalakan mobil dan perlahan meninggalkan rumah. Jalanan pagi mulai ramai. Para pengejar mimpi tidak akan kembali meringkuk ke balik selimut. Setelah beberapa saat berkendara, Nadine tiba di kantor. Setelah memarkir mobilnya, ia bergegas menuju ruangannya. Tampak Sinta sedang membersihkan ruangan dengan mengenakan pakaian OB. Nadine tersenyum melihatnya. “hmm ... mengapa kamu selalu saja memakai pakaian OB, bukankah aku sudah berjanji akan memberikan posisi sekretaris ini untukmu, dan Devan sudah menyetujuinya.” Nadine menatap Sinta yang hanya tersenyum dan melanjutkan menata berkas di atas meja Nadine. “Saya nyaman begini, sambil belajar dari Bu Nadine.” Nampak Sinta memikirkan sesuatu. “Terserah kamu, yang penting kamu merasa nyaman dan juga jangan sungkan padaku. Karena kamu harus banyak belajar dan mulai bisa menghandle semuanya. Aku harus kembali ke perusahaan Papaku, karena beliau membutuhkanku,” ucap Nadine pada Sinta yang dibalas anggukan gadis yang walau tanpa polesan menor terlihat manis. Nadine jadi teringat pada Rini yang juga demikian, tanpa polesan sana-sini, Istri dari Devan itu terlihat cantik alami. Sinta tersenyum lalu menganggukkan kepala. “Oya ... tadi sebelum Bu Nadine datang, Pak Kai menitipkan ini pada saya di parkiran untuk diberikan pada Bu Nadine,” ucap Sinta sambil menunjuk kotak makan di atas meja. Setelah itu Sinta pamit ke luar ruangan Nadine. Perlahan Nadine melirik ke arah kotak makan yang tadi ditunjukan oleh Sinta. Ia merotasi kedua bola matanya, kesal akan perhatian Kai yang terlalu lebay baginya. Tapi rasa ingin tahunya membuat ia akhirnya membuka kotak makan. Dan air liurnya langsung terbit saat melihat apa yang tersaji di dalam kotak makan. Nasi goreng dengan sosis dan taburan telur yang diiris memanjang, membuat selera makannya muncul. Setelah memastikan tidak ada yang melihatnya, Nadine mulai menyendok nasi goreng ke mulutnya. Rasa yang sangat ia sukai semenjak malam itu, di saat Kai mengantarkannya seporsi Nasi goreng pada jam dua dini hari. Nadine makan dengan lahap, apalagi saat di rumah tadi ia hanya makan sesuap nasi saja. “Hmmm ... kalau beli pagi-pagi begini pasti enggak ada warung nasi goreng yang buka. Jangan-jangan si koyok cabe itu beneran buat sendiri nasi gorengnya seperti yang ia katakan. Ahh ... tidak mungkin si koyok cabe itu bisa buat nasi goreng seenak ini. Pasti pembantu di rumahnya. Kalau dia punya pembantu pintar masak begitu, aku harus membuat pembantu di rumahnya bekerja di rumahku,” gumam Nadine sambil manggut-manggut dengan tangan dan mulut yang terus bekerja, menyuap dan mengunyah. Hingga tidak terasa nasi goreng di dalam kotak makan ludes tidak bersisa. Nadine mengusap perutnya tanda kenyang. Senyumnya juga mengembang, nasi goreng di pagi hari membangkitkan mood nya. Sementara itu di tempat lain, tampak Kai sedang sarapan pagi bersama Edrea yang biasa ia panggil Rea, Asisten yang baru beberapa bulan ini bekerja di kantornya. Tadi ia buru-buru berangkat karena ada yang harus ia selesaikan sebelum masuk ke ruang sidang. Jadwal sidang jam 10.00 WIB, dan itupun kalau tidak molor karena beberapa hal. Nenek tadi juga minta diantar ke rumah Mami Mila dan akan menginap di sana bersama Davira. Karena nanti malam akan ada makan malam keluarga. Tentu saja Nenek sudah mewanti-wanti Kai untuk hadir. Jam terus berputar, persidangan yang kali ini berjalan lancar karena tidak terlalu peliknya kasus hingga pekerjaan yang masih membutuhkan banyak penyelesaian, menghadirkan kelelahan yang mendera membuat tiap orang merindukan hangatnya keluarga sebagai tempat melepas lelah. Tapi tidak untuk Kai, yang masih saja membaca beberapa buku di ruangannya. Terlalu fokus, membuatnya tidak sadar saat Rea masuk membawakan beberapa berkas yang ia minta. “Pak Kai ....” panggil Rea yang membuat Kai mengangkat kepala dan tersenyum pada gadis manis itu. “Ini berkas yang Bapak minta,” ucap Rea sedikit gugup melihat senyum Kai. Kai menganggukan kepala lalu memberikan isyarat dengan matanya agar Rea menaruhnya di atas meja. Setelah itu, Rea buru-buru pamit keluar ruangan, sebelum jantungnya benar-benar copot melihat senyum manis Kai. “Hmmm ... Rea,” panggil Kai sebelum Rea benar-benar hilang dibalik pintu. Gadis manis itu membalikan badannya. “Aku mau keluar untuk makan siang lalu mampir ke kantor Cakra Buana milik Danendra Group, kamu bisa ikut denganku,” ucap Kai yang dibalas anggukan cepat Rea. Tidak berapa lama terlihat Kai dan Rea sedang makan siang tidak jauh dari kantor milik Devan yang akan ia datangi, karena Devan meminta untuk datang kembali setelah pembahasan mereka kemarin yang belum selesai. Selesai makan siang, ia lalu mengajak Rea menuju kantor Devan. Saat berjalan ke arah Lift, tidak sengaja seorang karyawan yang berjalan terburu-buru menabrak Rea yang hampir saja jatuh. Beruntung Kai cepat memegang tangannya hingga tidak terjatuh. Tepat di saat itu, Lift terbuka menampilkan Nadine dan seorang pria bule. Nadine terlihat kaget melihat Kai yang sedang memegang tangan Rea dengan posisi yang sangat dekat seperti sedang memeluk. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena Nadine segera memakai kaca mata hitamnya dan dengan gaya angkuh berjalan melewati Kai dan Rea sambil menggandeng pria bule di sampingnya dengan gaya mesra. Kai memandang calon Ibu dari anaknya itu dengan tatapan yang sulit di tebak. Ada kilatan kemarahan di kedua netranya. Setelah memastikan Rea baik-baik saja, Kai segera mengajaknya menuju ruangan Devan. Selama mengobrol, tampak sesekali Kai menarik nafas panjang mengingat Nadine yang masih saja angkuh dan cuek padanya. Kai dan Devan mengobrol cukup lama. Selesai dengan Devan, Kai meminta Rea menunggunya terlebih dahulu di mobil, sedangkan ia ada urusan sedikit. Kai memasuki ruangan Nadine. Si pemilik ruangan belum kembali ke ruangan. Tampak kotak makan yang tadi pagi dititpkan pada Sinta. Kai membukanya dan langsung tersenyum lebar melihat hasil karyanya sudah ludes tidak bersisa. “Hmmm ... kamu tidak akan bisa lari jauh dariku Nadine,” gumam Kai pelan lalu berjalan keluar dari ruangan Nadine. Malam kembali menyapa. Nadine yang baru pulang kantor, sedang duduk manis di dalam mobil di depan coffe shop milik Kai. Ia ragu-ragu untuk masuk, takut jika Kai tiba-tiba datang. Tapi segera ditepisnya keraguan di hatinya dan segera keluar mobil. Kalau bukan karena rasa ngidamnya yang begitu kuat pada roti dengan rasa kopi dan carebian nut yang ia rasakan berbeda dengan coffe shop di tempat lain, mana mau ia datang ke tempat yang membuat emosinya selalu meledak tiap kali melihat pemiliknya. Selesai memesan makanan dan minuman yang sedang diinginkannya, Nadine lalu berjalan menuju Rooftop yang menjadi spot favoritnya. Menikmati alunan suara penyanyi sambil menatap langit yang bertabur bintang. Kali ini ia berada di Rooftop sendiri. Entah mengapa tidak ada pengunjung yang ingin menikmati suasana rooftop. Tanpa Nadine sadari, seorang Barista kepercayaan kai, menghubungi Bosnya itu, memberitahukan kedatangan Nadine. Jauh hari sebelum Nadine datang, Kai sudah memberitahu Barista yang bernama Liam itu , untuk mengabarinya jika Nadine datang berkunjung. Kai yang saat itu tengah mengemudi menuju rumah Devan, memutar balik mobilnya menuju coffe shop dengan senyum terkulum saat Liam menghubunginya. Nadine sedang berdiri di dekat pagar pembatas menikmati indahnya malam sambil menanti pesanannya, ia tidak menyadari jika Kai sudah berdiri di belakangnya setelah meletakan pesanan Nadine di atas meja. Kai memeluk Nadine dari belakang, yang refleks membuat Nadine segera memberontak begitu tahu siapa yang lancang memeluknya. “Lepasin aku enggak !” pekik tertahan Nadine yang malah membuat Kai mempererat pelukannya. “Siang tadi, kamu sengaja membuatku marah bukan ?” tanya Kai tepat di telinga Nadine. “Aku tidak paham arah pertanyaanmu,” ucap Nadine masih berusaha memberontak ingin lepas. “Siapa laki-laki yang bersamamu siang tadi ?” tanya Kai pelan tapi penuh tekanan. “Dia kekasihku,” ucap Nadine asal saja, agar Kai segera melepaskan pelukannya. Karena gemas akan kebohongan Nadine, Kai segera melepaskan pelukannya dan membalikan badan Nadine agar menghadap padanya. Tiba-tiba Kai menarik tengkuk Nadine dan menciumnya. Ciuman yang sedikit kasar dan menuntut. “Ahh ... pekik Kai pelan karena Nadine menggigit bibirnya kuat. “Kamu suka sekali menggigit bibirku. Apa kamu menyukai ciumanku ?” Kai tersenyum sambil mengulum bibirnya yang terasa sakit. Tapi tangannya masih mengunci Nadine. “Ciumanmu menyakitiku,” ucap Nadine sangat ketus. Mendengar ucapan Nadine, Kai refleks menarik Nadine ke dalam pelukannya. “Kamu tahu, setelah malam itu, aku tidak berhenti memikirkan dan merindukanmu. Dan kamu juga harus tahu, aku sakit jika melihatmu bersama pria lain, apalagi kamu sedang mengandung anaku,” ucap Kai lembut sambil memeluk Nadine yang sudah tidak terlalu memberontak lagi seperti tadi. “Pembohong, kamu pikir aku akan percaya kata-katamu !” ucap Nadine masih saja ketus, walau sebenarnya, jauh di dalam hatinya menghangat mendengar pengakuan Kai padanya. “Aku tidak meminta kamu mempercayaiku, aku hanya meminta kamu merasakan saja apakah yang aku lakukan padamu terasa tulus atau tidak.” Kai mengusap lembut rambut Nadine dan mencium puncak kepala Nadine. “Kembalilah pada Ruby atau wanita-wanitamu yang tidak terhitung banyaknya itu. Aku akan menjalani hidupku sendiri dengan bahagia seperti dulu !” ucap Nadine kali ini penuh tekanan emosi yang membuat Kai melepaskan pelukannya dan menggeleng kuat. “Aku tidak akan membiarkan anakku lahir tanpa kasih sayang dari Ayahnya. Dia harus merasakan kasih sayang lengkap. Aku sangat tahu rasanya besar tanpa kasih sayang seorang Ayah. Dan itu terasa sangat menyakitkan. Di saat yang lain tertawa gembira berada dalam gendongan Ayahnya, seorang anak yang tidak memiliki Ayah hanya melihat dengan air mata.” Kai berbicara dengan air mata yang keluar dai kelopak matanya. Nadine takjub melihatnya, tidak menyangka Kai bisa juga menangis. Hatinya mulai goyah, tapi hanya sebentar, karena bayangan Ruby dan dan juga bayangan wanita-wanita dalam pelukan Kai membuat hatinya kembali mengeras. “Aku tidak mau ! terlalu banyak wanita di sampingmu, aku ini pencemburu akut. Kamu akan tersiksa bersamaku,” ucap Nadine melancarkan serangannya agar Kai berbalik meninggalkannya. “Kita lihat saja, siapa yang lebih cemburu,” ucap Kai membalas ucapan Nadine. “Dasar gila !” ucap Nadine lalu sedikit mendorong Kai agar menjauh lalu berjalan menuju pesanannya. Duduk dan mulai makan dalam diam tanpa mau berdebat lagi dengan Kai. Sedangkan Kai menatapnya dengan senang karena terlihat Nadine makan dengan lahap. Rasa cinta bisa bermula dari perut lalu pindah ke hati. Siapa yang bisa menduga bukan ? "Kamu yakin yang kamu minum dari cangkir itu kopi ? Itu adalah racun rindu yang mengandung aku," ucap Kai yang dibalas tatapan kesal Nadine lalu kembali menikmati pesanannya dalam diam. "setelah ini aku yang mengantarmu pulang," ucap Kai lagi. "Terserah !" balas Nadine malas berdebat. Malam bertabur bintang menyaksikan dua hati yang saling tarik menarik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD