Di asingkan
Yah, sekarang aku berdiri di tengah jalan menuju sebuah perkampungan tempat dimana mbok Nah dan pak Tho tinggal. Siapa mereka yg jelas mereka bukan siapa- siapaku. Mereka hanya pengasuh dan sopir pribadiku sejak Ayahku kecil katanya, dan kini mengurusku hingga aku umur kepala 2.
Tapi mereka berdua bukan hanya sekedar pengasuh tapi bagai malaikat dalam hidupku, karena setiap aku terkena masalah merekalah tameng kehidupanku dari amukan ayahku juga ibuku. Miris sekali bukan.
Aku mungkin masuk kategori anak bandel yang kini aku di asingkan sama keluagaku sendiri. Harus bisa hidup di perkampungan yang sangat pelosok ingin sekali rasanya berteriak.
Pak Tho yang sibuk membawa koper- koperku juga milik mereka, dan mbok Nah tentu saja sibuk membujukku agar mau bersabar.
Entah apa yang ada di benak Ayahku hingga berfikir menjauhkan aku dari temen-temen gengku, hanya karena aku ikut membully anak dari temen kerjanya, ayah marah besar karena ini merupakan kesalahan fatal di bandingkan dari kekonyolan-kekonyolan yang pernah aku lakukan.
Waktu sekolahpun Ayah atau ibuku tidak pernah absen hadir di sekolah karena aku sendiri yang bikin ulah di sekolah, dari yang bolos sekolah, ngerjain guru, ngerjain murid lain, bahkan ngerjain ibu kantin semua kena sasaran. Terkenal tentu saja aku di sekolah sangat terkenal, tapi terkenal nakal juga bandelnya. Aku, Delia, Syaira, Keitha dan Rubby. 5 gadis jail dan penguasa di sekolah.
Hingga kini di bangku kuliah masih berlanjut aksi kami, entah menyenangkan sekali bisa membuat onar di tempat publik.
Aku masih menggendong ranselku yang hanya berisi keperluanku saja, memasuki perkampungan sepi, tapi kampung ini lumayan bersih, dan tertata rapi.
Diujung jalan merupakan rumah tua milik pak Tho terlihat rapi dan bersih, meski bertahun-tahun di tinggal pemiliknya masih terawat karena katanya saudaranya ada yang mengurusi.
Terngiang-ngiang pesan ibuku...
'Bella kamu di rumah pak Tho dan mbok Nah hanya numpang jangan pernah menyuruhnya untuk melakukan semua keinginanmu, kamu di sana di hukum dan kamu harus mengerjakan semuanya sendiri. Paham!'
ayahku kali ini benar-benar tidak mentolerir perbuatanku sama teman-temanku Minggu lalu.
Aku menghela nafas dan masih trus berjalan, kendaraan? Ayahku benar-benar menyita semua fasilitas yang dia berikan padaku, hanya uang saku dan itupun minim, merengek sama ibuku juga percuma ibuku lebih galak di banding ayahku, huh.
Dan tiba-tiba....
"Byurrrrrrr......" air kubangan di tengah jalan sempurna menyiram tubuhku, "ohh... shit..." makiku sambil menatap bajuku sendiri yang sudah buruk terkena air di tengah jalan.
"Heeeiii kamu gak punya matakah!" teriakku sama pengendara motor butut yg melajuu agak kencang.
Pengendara motor tersebut seolah tak peduli dengan teriakkanku, mbok Nah yang mendengar teriakkanku langsung menoleh
"Aduchhhh mbak Bella ini kenapa?" ucap mbok Nah berjalan mendekatiku
Aku hanya beringsut sambil cemberut,
"Tau tuch pengguna jalan gak ada otak" makiku kembali
Ntahlah kesialan apalagi yang sudah menantikan diriku kedepannya. Aku di tuntut mandiri, gak boleh menyuruh mbok Nah maupun pak Tho. Karena ayahku bilang mereka berdua sudah tidak lagi bekerja di keluargaku. Dan kini aku hanya dititipkan saja sama mereka, oleh karena itu aku harus mandiri.
Apakah tidak ada pilihan lain selain di hukum hidup di perkampungan oh...tentu ada, kalau mau tetap stay tinggal sama ayah dan ibu aku harus mau dijodohkan dengan pria yang tentu saja pilihan dari kedua orangtuaku. Lebih mengenaskan bukan. Dan makanya kini aku berakhir di tempat ini. Tempat yang benar-benar asing dan aku tidak tau sama sekali daerah mana karena kampung ini berada di pelosok yang amat sangat.
Setelah sampai di rumah pak Tho, aku membersihkan diri sambil celingak-celinguk mengamati sekitar rumah maupun isi di dalam rumah. Bersih dan rapi juga asri karena di depan maupun disampingnya banyak sekali tanaman buah-buahan maupun berbagai jenis bunga.
Aku pribadi kalau sama mbok Nah maupun pak Tho, aku sangat menghargai mereka bagaikan orangtuaku yang kedua.
Beberapa jam berada di rumah tersebut rasa kantuk menyerang dan aku terlelap entah sudah berapa jam, saat kudengar banyak sekali suara berisik orang ngobrol dirumah tersebut yang memaksa mataku untuk mengetahui ada acara apa.
Aku celingukan dipintu kamar, gak ada orang lalu dari mana suara orang-orang pada ngobrol sambil tertawa, mencari keberadaan mbok Nah berada ternyata sibuk di dapur.
" Mbok....." panggilku pelan takut mengagetkan.
"Eh,,, mbak Bella udah bangun" balas mbok Nah menoleh sekilas dan trus melanjutkan aksinya entah membuat apa.
"Berisik banget ada apaan sich?" tanyaku sambil mencomot kue yang ada di piring yang begitu menggiurkan, karena terus terang dari kemarin aku memang blom makan, jengkel menghilangkan selera makanku.
"Ohhh itu tetangga pada datang nanyain kabar, mbak Bella jadi terganggu ya tidurnya. maaf ya mbak kalau di kampung mah udah biasa kalau ada yang pulang kampung pada nengokin, ayo bantu simbok bawa kue-kue ini keluar" ucap mbok Nah lembut juga memintaku untuk membantunya.
Sampai di beranda rumah aku ikut menyajikan hidangan ala kadarnya dan di perkenalkan dengan saudara juga para tetangga.
Ada juga anak mbok Nah yang sudah berkeluarga, aku cukup mengenalnya karena dulu sering liburan di rumah orangtuaku juga. Mereka Naira yang sudah menikah dan ikut suaminya tetapi rumahnya juga lumayan dekat dan sudah memiliki 2 orang anak Olif dan Onay, serta anak bungsu mbok Nah namanya Nando meski sudah dewasa tapi agak keterbelakangan mental, jadi sifatnya masih seperti bocah kecil, selama ini dia ikut kakaknya. Dan sepertinya sekarang akan tinggal bersamaku juga di sini karena pak Tho dan mbok Nah sudah kembali ke kampung halaman ini.
Meski aku tidak akrab dengan anak-anak mbok Nah tapi aku cukup mengenalnya. Dan yang aku tau ayah maupun ibuku sangat royal juga dengan anak-anak mbok Nah.
"Mbak Bella apa kabar?" Sapa mbak Naira sambil memelukku
"Baik mbak Nai, mbak gimana juga sekeluarga?" balasku memeluknya lebih erat
Aku ikut bersembang dengan keluarga pak Tho hingga ada motor butut belok memasuki pekarangan rumah pak Tho, aku mengernyitkan dahi mengingat kejadian tadi pagi, yaaa gak salah motor itu tadi yang gak memiliki etika udah pakenya ngebut bikin masalah gak tau meminta maaf pula.
aku melipat tangan di d**a sambil memandangi pemilik motor, hanya pake kaos dekil dan celana butut selutut, tinggi, dan kelihatan kekar, rambut agak bergelombang agak gondrong dengan sepatu boots.
"Permisi mbok de ini semangka pesenannya tadi" sapa pria tersebut sambil menyerahkan beberapa buah semangka yang di terima sama Nando.
'Cihh sok sopan, salah aja gak ngerti minta maaf' gerutuku
Aku keluar dari teras rumah dan mendekati pria tersebut, pria tersebut tersenyum yang menghadirkan gelenyar aneh dalam d**a,
"Maaf bapaknya yang punya ini motor?" tegurku tanpa basa-basi
pria itu memicingkan mata" iya saya pemilik motor ini, ada apa ya bu?" balas pria tersebut
"Aku bukan ibumu bak buk bak buk" tatapku sinis enak saja aku di panggil bu, udah setua itukah aku.
"Tadi mbaknya panggil saya pak, jadi untuk menghormati ya saya balik sebut buk" pria tersebut tersenyum simpul
"Bapaknya ini bisa gak naik motor, klo gak bisa mendingan gak usah naik motor daripada bikin celaka orang lain" tegurku tanpa jeda
"maaf maksudnya apa ya mbak gak ngerti saya"
"gak usah belagak gak tau ya, tadi kan bapaknya yang pake motor ugal-ugalan, ada kubangan pun main serobot gak merhatiin ada orang lagi berjalan, hingga air dalam kubangan menyembur semua ke tubuh saya" cecarku tanpa henti. " dan bukannya minta maaf malah tanpa peduli dan sama sekali gak mau bertanggungjawab pergi seenaknya saja" cerocosku.
Si pria tersebut hanya mengernyitkan dahi, entah terkaget ataupun heran dengan perempuan yang tidak di kenalnya tiba-tiba berkata ketus.
"Oh ya... kapan itu terjadi?" ujar si pria bernada datar
"Nah dah pikun pula!" balas Bella
"Maaf nona, saya baru dari ladang dan dari pagi saya berada di ladang, dan pengguna motor seperti ini bukan hanya saya, atau mungkin anda hanya menduga-duga tanpa melihat dengan detail siapa pengguna motor yang mencelakakan anda tadi, permisi!" ucapnya panjang lebar yang membuatku tak habis fikir.
Setelah menyelesaikan urusan dengan mbok Nah, pria itu lalu pergi tanpa menoleh lagi dan aku masih terpaku. Hingga mbok Nah menegurku " Mbak Bella kenapa? Ganteng ya pria tadi sampai segitunya ngeliatnya" goda mbok Nah sambil terkekeh pelan.
"Mboookkkk.....!" teriakku kesal berlipat-lipat
Apa gantengnya pula, dekil rambut berantakan, mana bau lagi gerutuku dalam hati saja.
"Nich mau semangka kagak, seger mbak!" mbok nah menawarkan irisan semangka.
Aku tidak terlalu suka buah semangka, jadi aku tidak tertarik untuk mencicipi. Kembali ke kamarku dan rebahan, membuka sosmed melihat kabar dari gengku, yang kemarin pada memilih kabur saat kejadian pembullyan massal. Aku mendesis kesal mereka lagi bersenang-senang tanpa menghiraukan aku, teman macam apa mereka. Aku hanya di manfaatkan saja ternyata sama mereka.
Mendesah lelah memikirkan aku harus ngapain lagi dan harus apa hidup di kampung seperti ini, jangankan mall toko besar pun tak ada hanya ada warung kecil milik para tetangga.
'Akhh bodo amat, aku mau bermalas-malasan aja dulu, masa iya ibu sama bapakku rela aku tinggalin lama-lama'
cengirku dalam diam, menenggelamkan kembali kepalaku di dalam selimut.