Sikap Aneh

1200 Words
Begitu istirahat tiba Frans mendahului Tony keluar kelas. Ia langsung menuju UKS menemui Dokter Andrew. “Apa kamu pusing lagi?” tanya Andrew serius. Frans menggeleng. “Aku kemari mencari Luna. “Luna? Dia tidak ada giliran piket hari ini. Kau bisa ke kelasnya di kelas 2 C,” ucap Andrew. Tanpa mengucapkan terima kasih Frans langsung pergi. Yang ada dipikirannya saat ini adalah mencari Luna. Ia harus bicara dengan gadis itu. “Siang, apa Luna ada?” tanya Frans di sebuah kelas yang terdapat papan nama menggantung bertuliskan ‘2C Class’. Semua siswa yang masih ada di dalam kelas sontak melihat ke arah pintu dimana Frans berdiri menunggu. Bukannya jawaban, Frans justru membuat seluruh siswa terpaku. Namun di dalam kelas Frans memang tidak menemukan Luna. Terpaksa ia berjalan dan mencari di tempat yang mungkin di datangi Luna. Di taman, kantin serta tempat olah raga ia datangi. Tapi semua usahanya nihil, sepertinya Luna memang menghindarinya. Samar, Frans mencium wangi tubuh Luna. Ia langsung mengikuti bau darah Luna tersebut hingga semakin kuat ketika berada di depan perpus. Mengapa sama sekali tidak terpikir olehnya jika Luna ada di sana. Frans segera masuk. Ia mengikuti indera penciumannya yang entah sejak kapan menjadi setajam itu. Di rak paling belakang perpustakaan, tepat di sudut gedung tersebut Luna duduk dengan husyuk. Sesekali ia membuka lembaran buku. Tampaknya Luna tenggelam dalam buku yang dibacanya. Frans merebut buku dari tangan Luna. “Apa yang kau…, Frans?!?” kejut Luna tak percaya melihat pemuda tampan dihadapannya. “Mengapa kau menghindariku?” tanya Frans setengah berbisik. “Aku tidak menghindarimu.” “Mengapa kau memutuskan teleponmu tadi pagi tanpa mendengarkan penjelasanku?” tanya Frans lagi. “Itu…” Luna ragu menjawabnya. Ia menatap Frans yang tengah menatapnya dengan ekspresi wajah yang tidak terbaca. Frans yang setengah berjongkok dan Luna yang dudur bersandar membuat jarak mereka sangat dekat. Aroma tubuh Frans langsung menguar memenuhi indera penciuman Luna. Wangi tubuh has turunan Cezar yang konon dapat membuat siapa pun kehilangan akal termasuk Luna. Dalam hati Luna sadar diri jika Frans terlalu memikat untuknya dan posisinya kini sungguh tidak menguntungkan Luna. Wajah Frans terlalu dekat dan Luna terlalu lemah untuk menolak pesonanya. Tapi, Luna harus berjuang agar kejadian di hutan tidak terulang kembali. “Aku hanya malu. Kita baru kenal dan aneh jika tiba  tiba kau melakukan itu di hutan. Kau bingung, vampire yang baru berubah pasti mengalami kenaikan hormone di dalam tubuhnya.  Kau jangan langsung menyimpulkan itu cinta,” jelas Luna panjang lebar. Frans mematung. Ia mencerna setiap ucapan Luna. “Ya, kau benar, aku bingung. Tapi sejak awal aku memang tertarik padamu,” ucap Frans, membuat Luna berdebar. “Mungkin karena kita sama, kau langsung memiliki insting dekat padaku,” terang Luna mengelak semua perasaannya. Ia takut jika Frans sebenarnya tidak tertarik padanya. Luna hanya terlalu takut untuk kecewa. Frans mendesah. Ia juga bersandar ke dinding dan memikirkan semuanya. “Yah, mungkin kau benar. Apa sebaiknya nanti sore kau antar aku saja ke dokter Eva,” usul Frans. Mumpung perubahannya masih baru, jadi mudah untuk ditangani. “Boleh,” sahut Luna tersenyum. Frans terpaku. Senyum itu sungguh manis. “Aku merasa lega kau tidak marah padaku,” ucap Frans. “Kau bicara apa, siapa pula yang bisa marah padamu,” sahut Luna malu seraya menepuk bahu Frans dengan buku yang kini kembali ke tangannya. Keduanya tertawa, kemudian saling menutup mulut. Mereka baru ingat jika tengah berada di perpus. Luna kembali membaca buku. Sementara Frans hanya menatapnya.  Sedetik pun Frans tidak bisa berpaling dari Luna. *** “Mer, kau lihat botol kecil di sini?” tanya Andrew kepada siswi magang hari itu. “Tidak,” jawab Merry. Andrew langsung gelisah. Botol itu adalah bubuk pemikat hadiah dari Matilda, penyihir baik hati sahabatnya. Bubuk itu tidak akan berpengaruh pada manusia tapi jika terkena vampire, bubuk pemikat tersebut akan bekerja. Dulu Matilda membuatnya agar Andrew mudah memikat hati perempuan, karena dari sekian banyak teman hanya Andrew yang masih membujang. Andrew tak berniat menggunakan bubuk tersebut. Ia lebih suka yang alami tanpa sihir. Lagi pula pengaruh sihirnya juga sementara. Buat apa Andrew menjerat seorang perempuan dengan sihir, lalu setelah menikah beberapa hari sihirnya pun luntur, bukankah itu namanya penipuan. Andrew tidak suka seperti itu. Namun, karena Matilda sudah berusaha Andrew tetap menyimpan bubuk tersebut, jika sekarang hilang mungkin ia lupa meletakkannya dimana. “Siang Dok, lagi melamun?” tegur Tony. “Hey, kau rupanya. Bagaimana? Sudah kau sampaikan salamku pada ayahmu?” tanya Andrew. Tony mengangguk. “Kata Ayah, datanglah ke rumah nanti malam. Ajaklah dokter Eva,” ucap Tony menyampaikan pesan ayahnya. “Siap. Katakan padanya, aku akan datang agak malam,” jawab Andrew. “Baiklah, akan aku sampaikan. Oh, iya, apakah ada Frans di sini?” tanya Tony. Ia sudah mencarinya kemana pun tidak ketemu. “Tidak ada. Apa terjadi sesuatu?” tanya Andrew. “Tidak ada Dok, kalau begitu saya permisi dulu,” ucap Tony. Tony segera pergi ada satu tempat yang belum ia datangi. Biasanya si pangeran kertas akan betah di tempat itu, yakni perpustakaan. Entah menurun dari siapa kegilaan membaca Frans, sejak di Australia ia sudah mendapat predikat kutu buku tertampan di dunia. Prediksi Tony tidak salah. Ia menemukan Frans sedang membaca buku seraya melempar Luna dengan kertas yang digulung serupa bola. Luna kemudian membalasnya pula. Melihat interaksi tersebut Tony merasa ada sesuatu yang tengah terjadi tidak ia ketahui. Frans yang ia kenal mustahil dengan santainya berduaan dengan seorang gadis. Frans yang kini ia lihat seolah bukan Frans yang ia kenal. Kadang saat bola yang dilempar Luna mengenai wajahnya Frans tertawa tanpa suara. Ia sangat terlihat menikmati waktu bersama Luna. Kadang kakinya tidak tinggal diam. Dengan usil kakinya itu mendorong kaki Luna. Lalu Frans nyengir saat Luna membelalakkan matanya kea rah Frans. Entah mengapa Tony merasa ingin menarik Frans menjauhi Luna. Ia merasa gadis itulah yang membuat Frans tidak seperti  dirinya. “Frans, ayo ada sesuatu yang ingin kubicarakan,” bisik Tony menarik Frans pelan. Frans yang terkejut dengan kehadiran Tony langsung menaruh bukunya dan mengikuti Tony. “Ada apa?” tanya Frans “Kau ini sudah tidak waras ya, bagaimana kau bisa berduaan dengan seorang gadis,” tekan Tony. “Memangnya kenapa. Aku ini kan sama dengan yang lain. Bahkan teman kita ada yang sudah pacaran,” ucap Frans. “Aku tahu, tapi ibumu melarangmu Frans. Kau tidak boleh berdekatan dengan gadis mana pun,” Tony mencoba mengingatkan Frans. “Nah, aturan itu yang paling tidak masuk akal. Sudahlah, aku lelah. Lagi pula kita sudah dewasa. Aku juga ingin seperti yang lain. Masa harus terus sama kamu,” jawaban Frans sungguh di luar dugaan. “Frans, ini bukan kamu. Biasanya kamu paling peduli aturan ibumu,” Tony berusaha menyadarkan Frans. “Itu dulu, saat tidak ada ayah. Sudahlah,” sahut Frans seraya berlalu meninggalkan Tony yang semakin frustasi dengan tingkahnya. Frans mengacak rambutnya. Membuat beberapa gadis yang melihatnya langsung memekik kegirangan. Saat melalui belokan ia mencium wangi Luna. Dilihatnya beberapa siswi mengelilingi Luna. Mereka menjambak rambut Luna hingga gadis itu meringis kesakitan. “Hey, lepaskan dia! Atau kalau tidak kalian aku laporkan!” teriak Frans. Beberapa siswi yang nampaknya sengaja menyakiti Luna langsung melarikan diri. Luna berlari memeluk Frans seraya terisak. “Tidak apa Lun. Kau aman. Apa kau sering di bulli?” tanya Frans. Luna mengangguk. “Memangnya apa yang mereka inginkan darimu?” tanya Frans. Luna mengambil botol kecil menuangkannya sedikit ke atas tangannya. Lalu menunjukkannya ke hadapan Frans. Namun belum sempat bicara Luna bersin hingga bubuk tersebut mengenai wajah Frans. “Maaf, kau tidak apa – apa kan,” ucap Luna seraya mengelap wajah Frans yang tengah terpejam. Frans menahan tangan Luna. Begitu membuka mata ia menatap gadis di hadapannya dengan tatapan memuja. “Tadi itu, hanya bedak alergi. Sebagai permintaan maafku dan juga terima kasihku padamu…” Luna menatap Frans lekat. Ia berjinjit mengalungkan tangannya di leher Frans hingga ia bisa menggapai wajahnya dan… Luna mendekatkan wajahnya, suara debaran jantung keduanya terdengar satu sama lain. “Terima kasih,” bisik Luna malu lalu berlari keluar meninggalkan Frans yang mematung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD