Pulau Darkness

1933 Words
Sebuah perahu terombang-ambing terbawa arus lautan. Mesin yang tak bermasalah itu, entah kenapa tiba-tiba mati. Sehingga dua orang nelayan penangkap ikan berusaha keras memperbaikinya agar mereka bisa kembali pulang. "Sial!" umpat seorang lelaki berbadan kekar. Ia membanting obeng yang dipegangnya. Sementara wajah dan tangannya belepotan oli mesin. "Ini semua gara-gara kamu d**k. Sudah kubilang sebaiknya kita menjauhi wilayah pulau ini. Apa kau tidak mendengar rumor itu," sungutnya pada sahabat yang selama ini bersamanya menangkap ikan. "Memangnya kau percaya pada rumor itu. Mana ada hantu di jaman ini. Lihat, ikan yang kita dapat hari ini. Sesuai dugaanku bukan, ikan di perairan ini melimpah. Kita bisa untung banyak. Anak istri kita pastilah senang," ucap d**k bangga. "Bodoh, tidakkah kau lihat sendiri mesin kita mati. Bagaimana kita bisa pulang. Sudah aku cek berulang kali. Tidak ada mesin yang rusak, semua normal. Apa kau tidak merasa aneh. Sementara itu arus membuat kita semakin mendekati pulau Darkness. Aura kegelapannya begitu terasa. Sebaiknya kita segera mendayung menjauh. Siapa tahu setelah kita keluar dari wilayah pulau, mesin kita hidup kembali." "Baiklah Jack, kali ini aku tidak akan membantahmu lagi. Percuma," sahut d**k. Ia meraih dayung, demikian pula Jack. Keduanya mendayung ke arah berlawanan dari pulau. Namun yang terjadi, perahu mereka sama sekali bergerak tidak sesuai harapan. Sekuat apapun mereka mendayung perahu mereka justru semakin mendekati pulau. Dick menyadari keanehan itu. Entah mengapa, ia yang tadinya tidak percaya pada isu yang menyatakan, para nelayan banyak yang hilang setelah dekat dengan pulau itu, mulai mengusik pikirannya. "Lihatlah, semakin kita mendayung, kita justru semakin dekat dengan pulau itu," sahut Jack. Keduanya mendayung secepat yang mereka bisa. Namun secepat itu pula perahu mereka semakin menepi ke pesisir pulau. "Jack, bagaimana ini." d**k mulai panik. "Sudahlah, coba kita lakukan sebaliknya. Jika kita dayung untuk keluar kita malah semakin dekat ke pulau, bagaimana kalau kita mendayung ke arah pulau siapa tahu kita bergerak keluar," saran Jack. Saran itu kedengaran bagus. d**k langsung mengangguk. Keduanya mendayung ke arah pulau. Ajaib. Perahu mereka bergerak ke arah sebaliknya. Semakin mendayung, mereka semakin menjauhi pulau. Keduanya semakin bersemangat mendayung dan menjauhi wilayah pulau. Tak lama akhirnya d**k menyadari mereka berhasil keluar dari wilayah pulau. Hal itu ditandai dari warna air yang berbeda. d**k segera bangkit dan masuk ke dalam mesin. Begitu ia hidupkan, mesin langsung menyala. Ia tertawa puas. Walau bagaimana pun kali ini yang ada dibenaknya adalah senyum istri dan anaknya. Ia ingin cepat tiba dirumah. "Jack, kita berhasil!" seru d**k begitu keluar dari tempat mesin. Namun ia tak menemukan Jack. "Jack kau dimana!" teriaknya. Kemana arah mata tertuju yang dilihatnya hanyalah lautan. Tak lucu rasanya bila saat ini Jack mengerjainya. "Jack, ayolah, jangan bercanda." d**k mulai kesal. "Apa kau mencari temanmu?" Sebuah suara asing mengejutkan d**k. Sontak ia langsung mencari asal suara. Ketika berbalik Ia baru menyadari sosok berjubah hitam yang dengan entengnya berdiri di atas lautan. Jarak mereka tidak begitu jauh. Perbedaannya hanya sosok itu berdiri tepat di atas batas perairan antara lautan lepas dan wilayah pulau. Keberadaanya yang ganjil serta sosok Jack yang tengah berada dalam pelukannya. Membuat bulu kuduk d**k meremang. Ia ketakutan. Namun melihat kondisi Jack dengan leher yang dihunus kuku panjang milik sosok berjubah, membuatnya memberanikan diri berbicara dengan makhluk tersebut. "Si...siapa kau. Lepaskan temanku!" Bentak d**k. "Kalau kau ingin temanmu kembali, kemarilah," ucapnya. Dick yang berdiri dengan tubuh gemetar akhirnya terduduk lemas. Ia semakin merasa ketakutan. Apapun yang dilihatnya kini adalah kemustahilan. Dengan jelas ia bisa melihat mata merah yang bersinar dibalik tudung yang menutupi sebagian wajahnya. "d**k, cepat pergi. Abaikaan diriku. Aku akan baikbaik saja. Sampaikan pada anak istriku. Aku belum bisa pulang!" teriak Jack. Dick menggeleng. Ia tahu, jack tidak akan pernah kembali jika makhluk itu membawanya. Semua ini adalah kesalahan d**k karena telah mengabaikan ucapan Jack untuk menjauhi pulau itu. "Diam!" bentak sosok berjubah itu. Ia menekan kuku ke leher Jack hingga darah mengalir darinya. Selanjutnya yang dilihat d**k adalah taring yang menancap di leher sahabatnya. Teriakan Jack memenuhi lautan. d**k yang sudah ketakutan langsung memutar perahu menjauhi sosok itu dan meninggalkan sahabatnya dengan mata berderai. Yang penting dia selamat dulu, nanti dia bisa kembali lagi untuk menolong Jack. Saat ini ia tidak punya keberanian apalagi kekuatan. Tapi, ia tahu betul makhluk apa yang dilihatnya barusan. Mustahil. *** Sosoknya yang memukau langsung menghipnotis semua orang. Kelas yang biasanya gaduh kini hanya menyuguhkan suara Frans yang tengah memperkenalkan dirinya. "Namaku Frans," ucapnya. "Namaku Tony, aku sahabat Frans. Hal yang berhubungan dengannya harus melalui aku dulu. Terima kasih," ucap Tony. "Baiklah, silakan duduk di bangku kosong yang sudah ibu persiapkan untuk kalian berdua," ucap Miss Jenny. "Jika Franace butuh sesuatu bisa langsung menghubungi ibu," tambahnya seraya mengedipkan sebelah mata. Tony hanya mendesah panjang melihat hal tersebut. Sepertinya tugasnya sebagai manajer, asisten, sekretaris sekaligus sahabat Franace akan lebih berat di sini. Ketika keduanya berhasil duduk. Para siswi tak henti - hentinya mencuri pandang ke arah Frans dan Tony. Bahkan sampai pelajaran usai Frans telah berhasil mengubah fokus mereka dari pelajaran ke sosoknya yang dingin, cuek  namun berkarisma. "Ton, keluar yuk," Ajak Frans begitu pelajaran usai. "Kemana? Ke perpus?" tanya Tony. Biasanya bila Frans merasa terganggu dengan tatapan lapar para gadis, ia akan menyembunyikan dirinya di balik buku perpustakaan. "Ya. Kemana lagi?" ketus Frans. Tony tak menyahut. Ia langsung mengekor di belakang Frans. Nampaknya sahabatnya itu merasa tak nyaman dengan tatapan semua orang. Bahkan di koridor semua siswa membicarakannya. Frans memepercepat langkahnya, hingga Tony berusaha mengejarnya. Kemudian ketika Franace berhenti, Tony langsung menubruknya. "Kenapa berhenti mendadak sih," sungut Tony. Frans berbalik. Ia menatap Tony dengan tajam. Membuat Tony merasa dag-dig-dug di hatinya. Meskipun Frans laki-laki tatapannya selalu mengintimidasi dan mempesonakan dirinya. Tony tak dapat mengelak, aura Frans memang membuat dirinya terus berada di sisinya. Bukan sebagai kekasih pastinya. Tony hanya ingin ikut kemana pun Frans pergi. "Ton," Frans menyebut namanya dengan nafas memburu. Keringat membasahi pelipisnya. "Apaan sih!" Tony langsung gugup begitu namanya disebut dengan sexy oleh Frans. "Aku gak tahu dimana perpusnya." ucap Frans dengan wajah polosnya. Imut, ingin sekali Tony menarik pipi Frans gemas. "Yaelah, katakan dari tadi gitu," sahut Tony. "Emang kamu tahu?" tanya Frans. "Hohoho." Tawa Tony."Ya tentu saja tidak," lanjutnya yang langsung mendapat pelototan Frans. Para siswi yang melihat tingkah Frans berteriak kegirangan. "Hai gadis cantik, perpustakaan dimana ya?" tanya Tony pada seorang siswi berkacamata. Gadis itu langsung gugup sembari menaikkan kacamatanya yang melorot. Sejenak ia melihat ke arah Tony dan Frans dengan mimik wajah takut. "Di...disana. Belok ke kiri, ke kanan. Lurus. Lalu masuk lorong. Tapi jangan lorong yang kanan, pilih yang tengah. Terus ke kiri lagi. Nah, tapi jangan ke sana, di sana kantin. Lihat ke papan di sebelah kantin di sana ada petunjuk arah menuju perpus," terang gadis itu. Tony melongo mendengar penjelasan siswi tersebut. Ia berpikir, apakah gadis itu sedang menerangkan rute sebuah Negara atau perpustakaan. "Namamu siapa?" tanya Frans mengejutkan Tony. Untuk pertama kalinya selama hidupnya Frans, menanyakan nama seorang gadis. Tony merasa jika gadis yang kini bersemu merah itu layak diberi sebuah penghargaan, karena berhasil membuat Frans berbicara kepadanya. "Namaku Luna," sahutnya gugup. "Selamat ya, kamu telah berhasil membuat sahabatku ini terlihat seperti orang bodoh dengan penjelasanmu itu. Sebagai hadiahnya, kuberi kamu penghargaan istimewa untuk mengantarku ke perpustakaan, apakah kamu bersedia?" tanya Frans. "Apa! kau bilang aku bodoh. Dasar kau ya. Jangan mau, itu bukan hadiah. Tolak saja," ucap Tony kepada gadis yang mengaku bernama Luna. Namun sesuai dugaan, siapa yang sanggup menolak permintaan Frans. Tony hanya bisa mengomel sepanjang jalan saat Luna mengatakan, iya. Begitu sampai di perpustakaan Luna berhenti dekat pintu. Ia terlihat sungkan untuk ikut masuk. "Kupikir kau juga suka baca buku," tanya Frans. Luna hanya mengangguk. "Kenapa tak sekalian tunjukkan padaku buku mana yang bagus untuk k****a," pinta Franace. Luna tampak berpikir. Namun akhirnya mengangguk. Bagi Tony itu terdengar seperi sebuah rayuan ketimbang permintaan. Apakah di Negara ini Frans mulai belajar merayu seorang gadis. Toni langsung bersemu merah memikirkan hal itu. Namun, Ia harus ingat larangan tingak tinggi untuk Frans. Jangn dekat dengan gadis manapun. "Apa maksudmu Frans, kau dilarang untuk berdekatan dengan perempuan mana pun," tegur Tony. "Tidak juga. Dad memberiku ijin. Lagipula aku takut kau jatuh cinta padaku jika terus berduaan denganku," ucap Frans dengan datar. "Apa? Yang benar saja?" Tony hendak memprotes, namun penjaga perpus memberinya peringatan untuk berbicara pelan. Akhirnya Tony memilih diam dan mengikuti langkah Frans dan juga Luna. "Kau, ingin baca buku apa hari ini. Fiksi, nonfiksi. Atau pengetahuan?" tanya Luna. Ia nampak sedikit berani berbicara dan senyumnya mengembang saat berada di antara rak penuh buku. Kentara sekali ia adalah gadis penggila buku. Frans berpikir sekejap. "Apa ya, aku ingin sesuatu yang berbeda. Nyata tapi tidak nyata. Mungkin juga sedikit sains atau sesuatu yang menarik yang jarang dibahas," sahut Frans. Tony mengakui jika Frans adalah pangeran kertas yang hampir melahap semua buku dihadapannya. Boleh dibilang ia hampir membaca semua jenis buku yang pernah ia temui. "Nyata tapi tidak nyata," gumam Luna seraya berpikir keras. "Aha!"seru Luna kemudian. Tony sampai terkejut karenanya. Luna dengan penuh keyakinan menaiki tangga lipat yang bersender di rak besar. Ia meraih sebuah buku tebal yang sampulnya agak usang. Buku itu nampak berat sehingga ketika ia hendak turun. Luna kesulitan mengimbanginya. Ia pun tergelincir dan terjatuh. Beruntung Tony langsung menangkapnya. "Great, posisi kalian mengingatkanku pada sampul n****+ berjudul Love in library." Komentar Franace membuat Tony dan Luna saling tatap kemudian segera berdiri begitu menyadari posisi mereka. Luna segera menyodorkan buku berjudul, The Lost Vampire, karya Prof. Samuel ke tangan Frans. "Boleh juga nih, aku baca dulu ya," ucap Frans sembari terbatuk. Nampaknya tenggorokannya terasa kering, dan entah mengapa ia merasa sedikit lemas. "Kalau aku baca di rumah boleh tidak?" tanyanya. "Boleh, tinggal menitipkan kartu anggota perpus sebagai gantinya." Jawab Luna. "Sayang sekali aku masih belum punya," ucap Frans. "Pakai punyaku saja dulu. Kebetulan aku juga mau pinjam. Satu kartu untuk tiga buku. Sekalian nanti kamu juga daftar di sana." Frans mengangguk. Ia kembali terbatuk. "Kau kenapa sih," tanya Tony sembari menepuk tengkuk Frans dengan pelan. "Ya sudah, aku urus bukunya dulu." Luna langsung mengambil buku yang mau ia sewa kemudian mengumpulkannya dengan buku yang akan dipinjam Frans. Mereka bertiga ke tempat penyewaan buku. Luna juga langsung mendaftarkan Tony dan Frans untuk segera dibuatkan kartu anggota. Tak butuh waktu lama semua proses selesai dengan cepat. Bahkan kartu perpus milik Tony dan Frans telah berada di dalam dompet keduanya. "Nih, bukunya. Aku juga belikan ini tadi, supaya tenggorokanmu mendingan dan tidak batuk lagi." Luna menyerahkan buku ke tangan Frans, kemudian ia menyodorkan sebotol air mineral yang langsung diambil Tony. "Aku harus ngecek apakah ini beracun atau tidak," jelas Tony pada Luna yang terkejut air yang harusnya diminum Franace justru diminum Tony duluan. "Terima kasih ya, kamu kelas berapa?" tanya Frans. "Kelas satu juga, Cuma beda kelas. Aku juga baru seminggu sekolah di sini." Frans mengangguk kemudian tersenyum. Senyum yang membuat Luna gugup dan membetulkan posisi kacamatanya yang melorot. Begitu tanda masuk berbunyi, Luna langsung pamit ke kelasnya. Sementara Tony dan Frans menuju kelas mereka sendiri. Begitu memasuki kelas tugas Tony langsung berat. Semua siswi ingin mengajak Frans salaman. Sehingga Tony memosisikan dirinya sebagai tameng. Bahkan pertanyaan demi pertanyaan Tony lah yang menjawab, sementara Frans tenggelam dalam buku yang di bacanya. Buku yang menceritakan tentang sejarah vampire yang telah hilang dari peradaban. Tanpa ia sadari, Franace tengah membaca riwayat keluarganya sendiri. Hal yang paling menarik perhatian Frans dalam buku tersebut, di sana dijelaskan perubahan seseorang yang berdarah murni ketika diusia tertentu mulai menunukkan revolusi alaminya menjadi vampire. Dimulai dari sering merasa pusing, tenggorokan kering dan rasa haus yang semakin terasa, makanan yang terasa hambar, keringat berlebihan namun tidak berbau dan wajah yang semakin pucat. Setelah melihat semua itu Frans merasa gejala yang dialaminya persis dengan apa yang dikatakan di dalam buku. Frans menggeleng. Vampir hanyalah mahluk mitos, meski kelihatan sama, mungkin Frans hanya mengalami gejala panas dalam. Atau jika kondisinya memburuk, Frans hanya perlu periksa ke dokter dan minum obat. Ia akan menceritakan kondisinya kepada Adam dan Tiara sepulang sekolah. Mereka pasti bisa mengembalikan napsu makannya juga mengurangi kering tenggorokan yang menyiksanya. Siapa tahu Adam akan menyuntikkan vitamin seperti yang dilakukannya kepada Tiara.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD