Misi Penyelamatan

2182 Words
Tepat pukul 12 malam, dua caravan hitam sudah sampai di pelabuhan. Seperti biasa, nggak ada yang mencolok disana. Beberapa pekerja hilir mudik, kapal-kapal pengangkut barang baru saja datang menurunkan kontainer. Sebelum memasuki pelabuhan Marcel sudah lebih dulu turun. Jodi sudah menunggunya di pintu masuk dengan mengendarai motor KLX lantas segera menuju kapal pribadi tipe Azimut Grande milik keluarganya. Tugas Marcel adalah mengintai para anak buah Yachio Dragon dari sana. Juga mencari posisi kapal yang akan membawa Tiara. Caravan yang dipimpin oleh Ali langsung menuju tepi pelabuhan di bagian selatan. Sedangkan caravan yang di pimpin Wahyu mengekor agak jauh. Sudah terlihat beberapa anak buah Yachio Dragon yang berjaga di area kontainer. Tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda keberadaan Tiara. Menurut informasi dari Ryan, kapal yang membawa Tiara akan berangkat tepat pukul 00.30 menuju China. "Gimana Cel, udah ada pergerakan dari Yachio?" interupsi Ali melalui ponselnya. "Kosong. Cuma beberapa anak buah Yachio yang berjaga di area kontainer. Hanya ada kapal yang baru saja datang menurunkan kontainer. Itu juga kapal dari Korea bukan China." Terang Marcel sambil mengamati melalui teropong Bushnel Powerview keluaran terbaru miliknya. "Lo udah pastiin?" timpal Wahyu. Mereka memang terhubung dengan telepon grup, jadi semua bisa ikut mendengarkan. "Yup, gue udah dapat daftar kapal-kapal yang berlabuh hari ini. Dan untuk kapal dari China baru nanti jam 2 datang." "Berarti ada kapal dari sini yang akan berangkat, mereka nggak sedang menunggu kapal datang?" kali ini Angga ikut menarik kesimpulan. "Masalahnya nggak ada daftar kapal yang akan berangkat jam setengah satu pagi menuju China." Marcel menurunkan teropongnya kembali mengamati daftar yang dia dapat dari petugas pelabuhan. Jodi tadi yang memintanya. "Lo yakin Al, info yang didapat Eza akurat?" tanya Wahyu mulai sedikit khawatir. Wahyu takut kalau mungkin Yachio sudah mengetahui tentang pergerakan mereka, dan info yang didapat itu hanya untuk mengalihkan. "Gue yakin, cuma disini Yachio Dragon mengoperasikan bisnisnya. Lima tahun terakhir Yachio sedang mengalami krisis. Mereka nggak bisa menguasai pelabuhan lain karena ada keluarga Erlangga dan juga Dirgantara yang masih mempertahankan kekuasaan mereka. Meski begitu kita tetap nggak bisa meremehkan Yachio." "Dirgantara? Maksudnya keluarga lo Bang? Wahyu Dirgantara? Miko Dirgantara?" celetuk Aji setengah berteriak karena terkejut dengan fakta yang baru dia dengar. Dia menatap Wahyu, takjub. Sontak membuat Wahyu menoyor kepala Aji saking gemasnya dengan sahabat adiknya itu. "Bukan waktunya elo ngebahas itu, Ji!" tandas Wahyu mengingatkan Aji dengan situasi yang tengah mereka hadapi. Aji cuma nyengir menggaruk tekuk lehernya, kembali fokus dengan misi mereka. Ali, Miko dan Angga yang mendengar percakapan mereka dari seberang cuma bisa geleng-geleng, nggak habis pikir. Usia Aji sudah bertambah tapi kekonyolannya tetap nggak berubah. Ali memilih sedikit membuka kaca mobil, melihat lebih jelas keluar. Terlihat mobil yang baru datang, lalu turun dua orang menuju salah satu kapal pribadi. Mungkin mereka pemiliknya, sudah biasa kalau para pengusaha memiliki kapal pribadi dan ingin bepergian atau mungkin hanya sekedar bersantai disana. "Lo nggak ngerasa ada yang aneh bang?" tanya Angga membuat Ali menaikkan sebelah alisnya. "Kurang lima belas menit lagi, tapi nggak ada tanda-tanda kemunculan Tiara." Ali langsung melihat arloji di tangannya, lantas dia meminta sopir caravan untuk lebih mendekat ke bibir dermaga. Yang tentunya diikuti juga caravan Wahyu dari belakang. "Gimana Cel? Ada pergerakan dari Yachio?" tanya Wahyu kali ini, dia sudah menyuruh Aji untuk bersiap-siap. Begitu juga dengan Ali cs. Mereka sudah membawa perlengkapan dan bersiap turun. "Wait." Pinta Marcel kembali memakai teropongnya, kali ini mengarah ke kontainer yang akan diangkut ke salah satu kapal milik Yachio. "Ada kontainer yang dimasukin ke kapal, bentar. Jod, itu kapal tujuannya kemana?" "Ke Bangladesh, berangkat 00.30!" jawab Jodi pendek ikut mengawasi sekitar. "No, no, no, kenapa banyak banget anak buah Yachio yang naik kapal. Nggak! Mereka bukan pekerja biasa, itu para bodyguardnya!" seru Marcel panik. "Bang gimana?" timpal Miko kali ini. Tapi Ali hanya diam, menutup matanya sebentar mencoba berpikir. Yang dia hadapi kali ini bukan penjahat biasa. Mereka sudah pernah mengalahkan Elang dua kali. Bahkan hampir menghilangkan nyawa Elang. Jadi nggak mungkin Ali bisa menemukan Tiara semudah itu. "Cel, lo bawa daftar keberangkatan kapalnya?" tanya Ali lewat telepon, dia beranjak keluar dari caravan diikuti Miko dan Angga. "Iya Bang." "Oke semuanya, dengerin gue baik-baik." *** "Woiii lo semuaaa berhentiiii!" teriak Aji tiba-tiba muncul dari balik kontainer berdiri di tengah-tengah para anak buah Yachio Dragon dekat kapal yang akan membawa Tiara. Seketika itu juga tanpa aba-aba Aji melayangkan balok kayu yang dibawanya ke arah mereka. Serangan dadakan itu cukup membuat panik, beberapa ayunan brutal Aji layangkan ke kaki laki-laki bertubuh gempal di depannya. Tapi bukannya tumbang laki-laki itu malah meraih balok kayunya dan menarik Aji, menghantam mukanya dengan sekali tonjokan. Aji terpental seketika. "b******k juga Yachio ini." Gumam Aji mendongak menatap laki-laki itu yang tengah berdiri tersenyum mengejek. Lalu memberi instruksi ke rekan-rekannya untuk mencekal Aji dan menyeretnya naik ke atas kapal. "Kalian mau bawa gue kemana! Lepasin b******k, mentang-mentang badan kalian gede!" omel Aji sudah diseret paksa oleh dua penjaga naik ke atas kapal. Masuk ke dalam geladak utama. "Erlangga cuma berani kirim cunguk model lo kesini?" suara serak laki-laki terdengar begitu Aji tiba di bagian geladak kapal, tengah duduk di salah satu kursi bersama perempuan. "Apa Elang nggak punya nyali lagi setelah kalah dua kali dari gue?" tanya laki-laki itu lagi. Ah ternyata Yachio mengira kalau Aji ini suruhan dari keluarga Erlangga. Aji tersenyum miring, diam-diam Aji mengumpat kebodohan salah satu anggota Yachio di depannya itu, entah siapa. Yang pasti dia juga salah satu bawahan bodohnya Yachio. Benar dugaan Ali, ini semua cuma jebakan mereka. "Mana Tiara?" tanya Aji tanpa basa basi meski sebenarnya dia sudah tahu, jelas Tiara nggak mungkin ada di kapal ini. "Kenapa lo cari dia? Apa untungnya? Toh dia bukan pemilik Gedung Tua kan?" tanya balik laki-laki itu. "Lo pikir gue nggak akan bisa nemuin dia?" tanya balik Aji, cekalan di kedua lengannya semakin erat. Dua pengawal Yachio itu mendorong tubuhnya untuk berlutut. Laki-laki itu tertawa, beranjak berdiri mendekat ke arah Aji, melayangkan tendangan ke perut Aji, membuatnya tersungkur seketika. "Iya, lo nggak akan bisa. Gimana?" "b******k! Lo nggak tahu siapa gue. Gue akan..." "AKAN APA?" bentak laki-laki itu memotong ucapan Aji. Suasana semakin menengang, nggak ada yang berani buka suara. Bahkan perempuan yang tadi duduk di samping laki-laki itu segera turun kapal setelah menerima bayaran dari salah satu pengawal. "Beresin cunguk satu ini. Dan kirim pesan ke Erlangga kalau mereka bisa buat peti mati untuk anak buahnya." "Baik tuan!" jawab dua pengawal yang mencekal Aji, lalu memaksa Aji berdiri dan menyeretnya paksa menuju buritan kapal. *** Angin malam berembus kencang, deburan ombak terdengar dengan jelas. Sesekali Aji terkena cipratannya dan merutuki saran Angga yang menyuruhnya untuk jadi umpan.Semuanya sudah direncanakan. Aji hanya perlu mengulur waktu sampai Marcel datang. Iya kalau nyawanya masih selamat dibawah kukungan tiga bodyguard sialan ini. "Lo pikir punya nyawa berapa berani datang kesini sendiri hem?" bodyguard yang bertubuh gempal itu jongkok, meraih kasar dagu Aji dan menghajarnya. Darah segar mengalir dari sudut bibir Aji. "Dimana Tiara?" tanya Aji lagi mencoba bangkit, tapi langsung ditendang kaki kanannya oleh bodyguard yang lain sampai terjatuh lagi. "Dia sudah dibawa ke bandara, Tuan Yachio tahu pasti akan ada yang mengejar dia. Jadi kapal ini hanya untuk pengalihan." "Jadi dimana Tiara akan dibawa?" ulang Aji lagi sambil menoleh ke arah barat, terlihat cahaya kecil menyala dari salah satu kapal. Ah, Aji tersenyum lega, sepertinya dia nggak perlu mati pagi ini. "Ke China, kemana lagi? Gadis itu berharga mahal tentunya kalau dijual kesana!" DUGGG Tanpa diduga dengan gesit, Aji menekel keras kaki bodyguard yang ada di depannya. Dia raih asal kayu yang ada di sebelahnya, mengayunkan dengan cepat ke dua bodyuguard lainnya. Belum sempat mereka bangun, Aji memutar kakinya, menendang tiga orang itu sekaligus. Dua menit lagi, cahaya itu sudah semakin mendekat. Aji meraih kerah baju si bodyguard bertubuh gempal itu kembali melayangkan tinju telak ke wajahnya, "Lo pikir gue bocah ingusan?" PLAKKK Aji menghantam yang lain dengan sikunya saat mereka maju hendak mencekalnya. Tempo permainan Aji begitu cepat, dia berlari menaiki tumpukan balok kayu, mengambil kuda-kuda dari atas dan sekali lagi menendang mereka bertiga dengan sekali serangan. Aji menoleh ke belakang, Marcel sudah sampai dengan kapal boatnya. Segera sebelum para bodyguard itu memanggil yang lain, Aji langsung loncat tepat di belakang Marcel. "Jadi Tiara?" tanya Marcel memutar arah kapal boatnya ke arah caravan yang nggak terlalu jauh dari lokasinya sekarang. "Bandara, ..." Aji segera menghubungkan ponselnya ke nomor Ali, meminta Ali untuk segera menuju Bandara. *** Lima belas menit berlalu sejak dua caravan itu pergi meninggalkan pelabuhan. Begitu mendapat informasi dari Aji, mereka bergegas menuju bandara. Butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai kesana. Setelah melewati tol yang lenggang di jam tiga pagi buta, mereka harus melewati jalan persawahan, jalan pintas kata Aji. "Ini serius jalan pintas?" tanya Jodi mulai ragu. Dia terus melihat luar, nggak ada tanda-tanda ujung dari jalan ini menuju kota. "Dua rius deh, tapi ini sesuai rencana kan?" tanya Aji mengingatkan. Marcel dan Jodi yang hanya mengangkat kedua bahu, acuh. Dan tepat sesuai perkiraan, muncul sedan hitam dari perempatan arah kota menghadang jalan mereka. Dengan gesit, si sopir caravan membelok ke arah kiri, meluncur ke persawahan. Terdengar debuman keras saat caravan itu terperosok. Hampir saja hilang keseimbangan, caravan itu berhasil melaju mulus menuju jalanan kota. Meninggalkan caravan yang ditumpangi Aji, Jodi dan Marcel dengan sedan hitam yang sengaja mencegat mereka. Mereka bertiga langsung keluar begitu si pengendara sedan itu merangsek maju. Empat lawan tiga. Aji maju lebih dulu, berjalan cepat melayangkan tendangan tepat ke d**a salah satu dari musuh. Lemparan kayu dari belakang Aji, tepat mengenai lawan lain yang hendak menembakkan pistol ke arah Aji, Marcel yang menolongnya. "Thanks," ucap Aji santai, mengelak dengan gesit tinjuan tangan yang datang secara mendadak dari lawan yang tadi dia tendang. Aji yang dibantu Marcel menghadapi empat orang sekaligus, mengalihkan perhatian mereka dari Jodi yang sudah melangkah maju mendekati sedan yang nggak sedang dalam pengawasan. Dengan santainya Jodi sambil mendengarkan musik dari earphone, dia tancapkan paku ukuran besar di setiap roda mobil sedan itu. Lalu kembali ke caravan, menginstruksi sopirnya untuk menyalakan mesin. Jodi membuka pintu caravan lantas meneriaki dua sahabatnya itu untuk segera masuk. "Let's go!" seru Jodi membuat Marcel dan Aji yang sudah lumayan babak belur menoleh lega. Memberi sekali lagi tendangan juga pukulan ke lawan yang belum tumbang, lalu lari menuju caravan. Dan perburuan kembali berjalan. Waktu tersisa lima belas menit. Caravan yang ditumpangi Wahyu dan Miko sudah memimpin lebih dulu berkat tim Aji yang membereskan anak buah Yachio. Setibanya di bandara, mereka langsung menuju arah keberangkatan ke China. Dengan kekuasaan yang dimiliki Wahyu, adik kakak ini dengan mudah masuk tanpa melalui proses pemeriksaan. Wahyu langsung meminta petugas yang dikenalnya untuk memberi daftar penumpang yang akan berangkat ke China dan membantu mereka menemukan anak buah Yachio. Tersisa sepuluh menit lagi. Para penumpang sudah bersiap menuju pesawat. Wahyu dan Miko yang notabene juga berasal dari keluarga pembisnis sudah tahu betul mana yang musuh mana yang kawan. Apalagi kalau hanya menemukan beberapa anak buah Yachio yang akan menyusup melalui bandara. Langkah Miko cepat, dia menekel keras polisi yang ada di depannya, memutar tangannya ke belakang lalu menjatuhkannya, menekan keras-keras tangannya itu dengan siku. Membuat para penumpang yang ada di sekitar terkejut ketakutan, bahkan beberapa berlari berhamburan membatalkan keberangkatan mereka. Seketika itu juga, empat orang berjas hitam dengan mengawal seorang gadis memakai hodie hitam menjauhi kerumunan dan berlari dari kejaran Wahyu sampai di pintu keluar bandara. Keluarga besar Dirgantara memang pembisnis terkemuka di negara ini. Tapi mereka bukan keluarga blackshadow seperti Erlangga atau Yachio. Meski begitu, kekuasaan mereka nggak bisa diremehkan begitu saja. Hampir semua mafia besar mengenal siapa Dirgantara itu. Siapapun yang berani berurusan dengan Dirgantara, pasti akan membusuk di penjara dalam waktu yang cukup lama. Dan kali ini, Wahyu sebagai bagian dari Dirgantara terpaksa memakai kekuasaannya untuk membantu Ali menemukan Tiara. Cukup sepuluh menit beberapa mobil polisi sudah mengepung area bandara. Bergerak cepat meringkus empat pria itu lalu membawanya ke kantor polisi pusat, meninggalkan gadis berhodie hitam itu terduduk ketakutan, menutupi mukanya dengan tudung hodie. Wahyu menghampirinya, memapahnya berdiri. "Lo nggak apa?" tanya Wahyu sedikit menundukkan kepalanya. Keramaian yang terjadi di bandara, sepertinya membuat gadis itu semakin ketakutan. Gadis itu nggak menjawab. "Bang, ini dibawa juga?" celetuk Miko datang dengan membawa polisi yang tadi dia ringkus. Polisi yang berusaha membantu Yachio menuju China. "Iyalah, terus antar dia ke kantor polisi buat pemeriksaan, pastiin dia pulang dengan selamat. Gue harus nyusul Ali nih, gue bisa dibunuh Eza kalo ada apa-apa sama Ali." Pungkas Wahyu bergegas meninggalkan bandara. Mercedes hitamnya sudah menunggu dari tadi di tempat parkir. Dia harus menyusul Ali, menyelamatkan Tiara yang sebenarnya. "Bang Wahyu ...," panggil Miko tiba-tiba menghentikan langkah Wahyu. Wahyu cuma menoleh, menaikkan sebelah alisnya. "Darimana Bang Al tahu kalo yang di bandara ini juga bukan Tiara?" tanya Miko melirik gadis yang ada di sampingnya. Dari awal Ali sudah mengatur semua. Dia bahkan sudah tahu saat Aji mengatakan kalau Tiara dibawa melalui bandara, itu hanya tipuan dari Yachio. Wahyu diam sebentar, lalu tersenyum merasa lucu dengan pertanyaan adiknya itu. Wahyu sangat mengenal Ali. Bagaimana dia jadi pengacara kalau bisa ditipu dengan mudah oleh Yachio. "Ali itu, dia pakai otak jahatnya buat kebaikan, Mik. Lo harus hati-hati sama dia."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD