Senja

1603 Words
Baru Dua puluh menit, Ali sudah keluar lagi. Dia membatalkan begitu saja rapat bulanan SMA Gajah Mada setelah mendapat laporan dari satpam sekolah. Ali samasekali belum mengerti kenapa Lintang harus mengejar Saka. Dan otomatis, dia mengira Lintang akan dalam bahaya karena mengikuti Saka ke SMA Gajah Mada. Saat itu senja, mereka berdua duduk berhadapan di balkon rumah sakit. Sepertinya itu hari terakhir mereka bertemu. Ali sengaja nggak ingin menemui Lintang meskipun dia masih terikat kontrak dengan Production House nya saat itu. “Mas Al maafin saya kan?” tanya Lintang takut, dia masih menunduk nggak berani menatap langsung kedua mata si pentolan sekolah. Ali cuma diam, mungkin saat itu karena dia hampir saja kehilangan Aisyah adiknya, membenci Lintang menjadi suatu keharusan untuknya. “Gue nggak putus kontrak lo bukan karena gue maafin lo.” Suara Ali terdengar dingin, menarik kursinya mundur memilih berdiri menatap langit sore saat itu, “Itu tanggungjawab lo. Sekali lo ketahuan bahayain nyawa adek gue, gue nggak segan masukin lo ke penjara. Dan satu hal lagi, setelah hari ini, jangan pernah muncul di hadapan gue ataupun adek gue.” Karena jalanan menuju SMA Erlangga bukan kawasan perkotaan, mobil Ali mulus meluncur dengan kecepatan tinggi. Dia harus menghentikan tawuran jika memang itu rencana Saka. Ali butuh bantuan, dan kali ini yang jelas bisa membantunya cuma satu sahabat terbadung yang mungkin sekarang sedang babymoon dengan istrinya di Eropa. ”Dimana?” sambungan telepon terhubung, terdengar suara adiknya yang tengah mengomel, entah apa. Pernikahan mereka memang didasari karena cinta, tapi siapa yang sangka punya suami mantan preman sekolah sekaligus aktor terkenal membuat adiknya selalu naik darah. Yap, dia Eza aktor yang nggak pernah hilang ketenarannya bahkan setelah dia menikah. “Di hotel lah, Ai bentar ya, ini abang kamu telpon. Bentar, bentar. Ya, Al gimana?” “Sorry ganggu, bisa kirimin anak buah lo ke Erlangga?” Ali menepikan mobilnya, dia sudah sampai di perempatan jalan sebelum kawasan hutan. Ali keluar dari mobil, dari tempatnya berdiri terlihat pucuk Gedung Tua yang ada di dalam hutan. Gedung Tua yang nampak seperti benteng Belanda tak terawat, siapa yang sangka kalau itu merupakan tempat berkumpulnya orang-orang berbahaya. Ali pernah sekali kesana setelah kelulusannya dari SMA Gajah Mada, negosiasi untuk menghentikan perseteruan SMA Gajah Mada dan SMA Erlangga. “Ngapain lagi sih? Saka bikin ulah lagi?” “Maybe, dia nggak bisa bikin ulah lagi. Dia harus segera cari keberadaan Tiara sebelum benar-benar dijeblosin ke penjara sama orang tua Tiara.” “Astaga, oke nggak masalah. Lusa gue balik, kita urus bareng-bareng. Emang punya keponakan satu nggak ada beres-beresnya.” Ali tertawa, kembali masuk mobil, “Jadi udah mengakui nih kalo Saka itu keponakan lo?” ­“Oh iya, gue lupa. Nggak jadi deh, gue nggak mau punya keponakan preman kayak gitu.” Sambungan terputus, setelah Ali meminta Eza mengirim sekitar 5 pengawalnya. Ali mengumpat, sudah sepuluh kali panggilannya nggak dijawab baik Saka maupun Lintang. Bahkan baru saja nomor Lintang nggak aktif. *** “Maksud lo?” Saka mengernyitkan kening, geram memegang ponselnya yang terhubung dengan seseorang.             “Lintang Fani Larasati, dia ada di Gajah Mada kan?” ulang seseorang itu semakin membuat Saka gusar, bagaimana gadis mungil yang baru saja datang ke sekolahnya dicari oleh mafia kelas atas? Apa hubungan mereka?             “Jadi apa mau lo?”             “Buat dia pergi nemuin gue, dan gue akan kasih berkas yang lo butuhkan.” Sambungan terputus begitu saja.             Saka kembali meraup mukanya, menendang tong sampah yang berada tepat di depannya. Tong sampah itu menggelinding dan berhenti tepat di depan Vika, mantan pacarnya yang dia putuskan seminggu lalu. Vika mendadak berhenti, berhasil menahan tubuhnya untuk tidak terjatuh, karena tong sampah itu mengenai kakinya begitu kencang.             “Saka, kamu kenapa?”             “Cewek itu kemana?” tanya Saka balik menghiraukan pertanyaan Vika.             “Maksud kamu si anak baru?”             “Iya dia kemana?”             “Kenapa sih Ka nyariin dia, aku disini, nggak usah cari yang lain, dia nggak cocok sama kamu.”             “GUE TANYA DIA KEMANA VIKA?!”   Saka menghentikan motornya tepat di depan rumah kontrakan Lintang. Saka masih nggak habis pikir, penasaran siapa sebenarnya Lintang. Kenapa Bumi mencarinya? Kenapa Lintang bisa sampai ke Gedung Tua? Dan kenapa Lintang tahu tentang Ali yang punya konflik dengan keluarga Erlangga? Saka memang sengaja mengambil ponsel Lintang demi untuk mendapat informasi mengenai Tiara dari Bumi. Awalnya Saka nggak peduli apa yang akan terjadi dengan Lintang kalau dia sengaja melibatkannya dengan Erlangga. Tapi sore ini, sepertinya Saka berubah pikiran. Gadis mungil yang ada di hadapannya, yang entah punya latar belakang seperti apa, sepertinya dia akan menjadi bagian penting dari rencana besar Saka. Saka melepas helmnya, membantu Lintang turun dari motor. Maklum untuk Lintang yang bertubuh mungil dibonceng motor besar milik Saka memang agak sulit. “Ini rumah lo?” “Kontrakan Ka, masuk dulu yuk.” Saka menaikkan sebelah alisnya tersenyum genit, mencoel hidung mancung Lintang gemas, “Ngapain? Wah jangan-jangan lo mau ngajak gue berduaan ya Kak, eits kita baru aja kenal lho, kok udah main dua-duaan aja sih?” PLAKKK Pukulan lumayan keras mendarat mulus di kepala Saka. “Aduhhhh, sakit kak! Cewek main kasar itu nggak boleh tahu!” omel Saka cemberut mengelus kepalanya. Meski begitu dia turun juga, memasukkan motornya ke dalam setelah pagar rumah dibuka Lintang. Lintang menghiraukan Saka, dia menyuruh Saka duduk di teras depan sedang dia masuk ke dalam sebentar, mengambil kotak obat. Senja kali ini nampak jelas dari rumah Lintang. Semburat jingga menyelisip dari balik rimbunnya pohon mangga di halaman kontrakan Lintang. Saka tersenyum, dia suka sekali senja. Dulu selalu setelah pulang sekolah, Saka pasti menghabiskan sorenya hanya dengan duduk di teras rumah sambil menunggu senja yang berangsur jadi petang. Saka menarik napasnya dalam, ingatannya sekali lagi harus kembali pada kejadian itu. Dan menyadarkannya akan sesuatu, kehidupan normal bukanlah miliknya. “Gimana lo bisa kenal Bumi? Lo tahu soal gedung tua juga?” sergah Lintang, duduk di sebelah Saka membuka kotak obat, hendak mengobati goresan-goresan di wajah Saka. Lintang putar tubuh Saka menghadapnya. Saat ini, senja. Saat ini nggak ada pikiran atau bahkan perasaan apapun yang menjalar pada Lintang ketika dia terlalu dekat berhadapan dengan Saka. Lagi pula apa yang mau dia pikirkan duduk dengan bocah ingusan? Lintang menepikan rambut Saka yang menutupi keningnya. Pelipis Saka sobek karena mendapat tinjuan yang cukup keras dari Bumi tadi. Tiba-tiba saja Lintang teringat kejadian dua tahun lalu, saat seseorang yang dulu sempat berarti di hidup Lintang juga pernah mengalami hal yang serupa dengan Saka. Dan kali ini Saka si bocah ingusan yang muai tertarik dengan Lintang. Bahkan baru kali ini pipi Saka merona merah saat Lintang meniup perlahan pelipisnya sebelum mengolesinya dengan obat. Seketika Saka terkejut, dia sudah lupa kalau beberapa jam lalu, sudah mencekal baju Lintang dan bahkan merusak kameranya. Entah apa yang dia dengar, Saka ragu kalau yang berbunyi kencang itu degup jantungnya sendiri tepat saat manik matanya menatap lekat wajah Lintang dari dekat. Bahkan untuk sesaat Saka nggak sudi percaya kalau Lintang tujuh tahun lebih tua darinya. Saka harus mencari logika yang tepat untuk menyalahkan pernyataan Ali tentang usia Lintang. Detik saat Lintang mengolesi keningnya dengan obat merah, naluri lelakinya sebagai playboy kembali muncul. Saka harus mempacari Lintang. “Gue yang harusnya tanya, Kak. Gimana lo bisa kenal mereka? Bahkan lo dengan mudahnya masuk ke gedung tua.” Saka membalikkan pertanyaan. Senyum liciknya kembali muncul. Target barunya kali ini adalah Lintang sekaligus tawanan yang mungkin akan membantunya suatu saat nanti untuk menghadapi SMA Erlangga. Lintang memasang perban di kening Saka, lalu kembali memasukkan obat merah dan sisa perban dalam kotak, “Kebetulan aja.” Jawab Lintang pendek. “Kebetulan?” “Iya kebetulan.” Lintang nyengir nggak berniat memberi penjelasan. Baru Saka mau menuntut penjelasan, ponselnya berbunyi lagi, dan dia langsung mengumpat begitu saja. Ogah-ogahan mengangkatnya, “Gimana bang? Gimana gue mau tawuran kalo lo nyuruh mereka pada balik? Ya nggak jadilah. Gue? Ah iya, gue ke tempat lo sekarang bang, ada informasi baru.” Saka menutup ponselnya, beranjak berdiri. “Siapa? Bang Ali?” tebak Lintang, masih saja Lintang gugup bahkan hanya dengan menebak. “Siapa lagi, thanks ya kak, gue cabut dulu.” “Saka ...,” panggil Lintang, menghentikan Saka menyalakan mesin motornya. Saka membuka kaca helm, matanya tersenyum saat kembali menatap mata mungil Lintang. Sungguh dia sangat suka senja kali ini. “Jangan bilang Bang Al ya, gue ke ada di Gedung Tua.” Saka tersenyum jahil, kembali mencoel hidung Lintang, “Ada syaratnya dong Kak.” Lintang hanya diam menatap sinis Saka, apapun itu dia tahu syarat yang akan diajukan pasti nggak masuk akal. Lintang sudah bersiap untuk melempar Saka dengan sandal jepit yang dia pakai. “Jadi pacar gue mau ya?” “SAKA! Lo pergi sekarang atau gue lem ...” Ucap Lintang terhenti, Saka langsung menjalankan motornya tanpa menunggu ucapan Lintang yang juga sudah membawa sandal jepit yang siap dia lempar. *** Seperti biasa, Saka selalu pulang sore. Dia selalu melewati jalan perkampungan, lalu berhenti di rumah pohon itu, lagi. Sejak setahun lalu, Saka sudah nggak pernah lagi mendengar lagu rocket rockers diputar dari rumah pohon. Saka selalu penasaran, siapa gadis itu. Kemana gadis itu? Setiap sore Saka selalu berhenti disitu, menunggu gadis itu datang. Tapi sore itu berbeda, baru dia berhenti belum sempat turun dari motor, ojek online yang mengantar penumpang siswi SMA Gajah Mada melewatinya. Saka seketika terhenyak, kembali menyalakan mesin motornya, mengikuti ojek online itu. Ada yang nggak beres, Saka tahu. Dan 24 jam setelah sore itu, media massa memberitakan tentang hilangnya putri salah satu pejabat tinggi pemerintahan. Pukul 06.30 pagi, beberapa polisi mendatangi rumah Saka, membawa surat perintah untuk mengintrogasinya sebagai tersangka utama atas kejadian menghilangnya putri pejabat itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD