Part 3 Tragedi Di Kantin

1141 Words
Ospek pun selesai. Hari ini kami sudah menjalani hari hari kami sebagai mahasiswa di kampus ini. Kiki sudah pamit duluan akan ke kelasnya. Kulihat Danu sedang berjalan santai sambil membaca sebuah selebaran. Aku berlari kecil mengejarnya. "Pagi, bro!" sapaku dengan nada sedikit kencang. "Ih Ngagetin aja.," ucap Danu sambil menekan dadanya. "Hehehe. Habis nya kamu serius banget. Jalan aja nggak pakai mata." "Ya iyalah, mana ada jalan pakai mata. Pakai nya kaki, Aretha!" Aku tertawa lepas dibuatnya. Kemudian melirik selebaran yang dia pegang. "Baca apaan sih? Serius banget?" Danu menunjukan kertas itu, "Nih baca sendiri," katanya lalu memberikan kertas itu padaku . Saat k****a ternyata itu adalah ajakan untuk mengikuti kegiatan pentas seni yg akan diselenggarakan sabtu ini. "Ikutan, Tha?" "Mm... Gak tau lah, Dan. Kamu gimana? " Aku dan Danu memang saat SMU dulu sering nge-band bersama . "Males deh rasanya. Kita nonton aja deh, Tha. Lagian juga kita masih baru kan. Anteng dulu aja deh. Sambil lihat sikon.. Iya, nggak?" ujar Danu semangat. Akhirnya kami berdua berjalan beriringan ke kelas . Panggilan seseorang membuat langkahku terhenti. Saat menengok rupanya Radit sedang berlari mendekati kami. "Cowok lu, tu. Masuk dulu ah gue. Nanti dikcacangin lagi," kata Danu. Radit terlihat segar hari ini. Dia mengenakan kemeja hijau muda dengan rambut yang terlihat rapi dan mengkilap. "Kenapa, Dit? " tanyaku saat dia sudah berada di hadapanku. "Kamu udah sarapan belum?" tanya Radit dengan nafas tersengal sengal . "Belom. Nanti aja. Habis kelas selesai. Kenapa?" "Temenin sarapan yuk.. Lagian kelas juga belum mulai kan." Aku diam sambil berfikir . "Ai, ayok dong. Aku kangen tau sama kamu," rengek nya manja. Tanpa jawaban apa pun lagi dariku, tangan ku malah ditarik Radit menuju kantin. Kami memilih bangku yg di pojok sendiri. Suasana kantin cukup ramai. namun tidak seramai biasanya. "Kamu pesen apa, sayang? " tanya Radit "Bubur ayam aja deh." "Sama teh anget kan? Aku yakin perut kamu belum keisi apa apa kan? " ujarnya sambil tersenyum manis padaku. "Iya deh iya, Ay. Terserah kamu aja sayang. Buruan gih, pesen. Aku laper." Dia mengacak acak rambutku gemas, lalu berdiri memesan makanan untuk kami berdua. Beberapa mahasiswa di sini memang agak berbeda dari yg lain. Sama seperti yg kulihat saat ospek kemarin . Dari luar kantin, ada beberapa gerombolan kakak tingkat ku sedang berjalan menuju ke sini. Sepertinya mereka termasuk mahasiswi populer di kampus. Mereka sekumpulan wanita yg berpenampilan modis, cantik, dan pastinya selalu menjadi pusat perhatian banyak orang. Karena saat mereka datang, hampir semua orang melihat ke arah mereka dengan ekspresi takjub, kagum, dan seperti terhipnotis dengan kecantikan mereka. Namun ... Aku sedikit ngilu melihat di kaki kaki mereka. Di kaki mereka masing masing, ada sesosok anak kecil yg terus bergelayut memeluk kaki mereka. Korban aborsi. sosok anak kecil itu, sungguh menyedihkan, ada yg hanya berupa janin yg masih belum utuh anggota badannya. Ada yg sudah lengkap, namun tetap saja, aku malas melihat hal ini di pagi hari yg sejuk ini. Merusak pemandangan saja . Ku palingkan wajahku melihat ke arah lain, dan tak lama Radit datang membawa dua gelas teh hangat . "Buburnya bentar lagi, Ai." "Iya, Ay. " Radit duduk di hadapanku sambil menatapku heran . "Kamu kenapa sih?" "Itu... " sahutku sambil mengisyaratkan dia melihat yg kumaksud . Radit menoleh dan kembali menatapku ," setan?" tanya nya . Aku mengangguk sambil meneguk teh hangat milikku. Radit kembali menoleh ke gerombolan mahasiswi tadi, tak lama bergidik ngeri . Radit memang sudah bisa mengendalikan kemampuan mata ketiga nya. Jadi dia seperti kak Arden, jika tidak ingin melihat makhluk astral, dia bisa menutupnya. Entah sejak kapan dia bisa melihat hal-hal gaib seperti itu, yang jelas setelah berguru dengan Pakde Yusuf, kemampuan Radit berkembang. "udah. Gak usah dilihatin. Lihat aku aja deh. Yang ganteng nya maksimal," ujarnya. Aku terkekeh geli. Dia ini memang percaya dirinya sangat maksimal. Tak lama kak Arden datang bersama Dedi. "Assalamualaikum, kakak ipar ... Sini... sini... Duduk di sini," kata Radit sambil mengelap bangku di sampingnya agar kak Arden duduk di sana. "Apaan sih? Kakak ipar lagi. Pede banget, Dit. Geli tau gak sih dengernya," ucap kak Arden sambil senyum senyum. "Ya dibiasain lah dari sekarang, kan kamu bakal jadi kakak iparku, mas Arden.. Hehe." Radit ini pintar merayu yah. "Belum tentu juga kali, Dit . ya kalo elu berjodoh beneran sama Aretha . kalau enggak, gimana coba? " Dedi langsung tertawa karena berhasil membuat wajah Radit masam. "Elu mah , doain nya jelek banget, Ded. Sumpah.. Ah, gak asik deh elu .." "Bercanda kali," ujar Dedi sambil mengapit leher Radit dengan lengan nya. "Awas lu ya.. Gak gue pinjemin PS gue.. Nyebelin." Radit terus saja merajuk . Kadang jika dia sedang seperti ini, mirip sekali anak kecil. Tiba tiba... Salah satu mahasiswi tadi terjatuh dan kejang kejang. Kulihat lehernya di cekik salah satu sosok anak kecil itu . Kak Arden melirik padaku lalu mengangguk sekali. Kami beranjak lalu mendekat kepada nya. Ku lantunkan bacaan ayat suci alquran bersama kak Arden . Sosok itu menatap kami tajam sambil berdesis, seolah olah menyuruh kami tidak mendekat. Kak Arden menarik sosok itu dan melemparnya secara kasar . Dia menggeram keras. Suaranya sungguh membuat bulu kuduk ku meremang . Tak lama, teman teman nya pun melakukan hal yg sama. Mereka tergeletak di lantai dengan kondisi yg sama seperti mbak Sari tadi. Iya, namanya Sari. Aku tau dari bisik bisik mahasiswa lain yg ada di kantin ini. Di sini bagai ada kesurupan massal. Radit akhirnya ikut turun tangan juga. Radit mendekat ke salah satu yg kesurupan, sambil menggumamkan doa doa yg diajarkan pakde Yusuf . Salah satu dari mereka ada yg mulai menggila, dengan posisi terlentang, kepalanya di hantam kan ke lantai bertubi tubi. Semua yg melihat berteriak histeris . Aku berlari mendekat dan langsung meletakan tanganku di bawah kepalanya . "Ugh..." erangku karena sakit sekali. Tenaga nya sungguh besar, rasanya tanganku pun kebas. "Ded! Jaket kamu!!" teriak ku, Dedi yg sedang bengong melihat kami lalu seperti kaget dan langsung melepas jaketnya dan melemparkan padaku . Kuletakan jaket Dedi di bawah kepalanya. Dedi mendekat dan membantuku memegangi kepala Nina. Kami berdua sedikit kewalahan karena tenaga nya sungguh besar . kutatap tajam makhluk yg ada di atas Nina. Sambil terus membaca doa, aku seolah menantang nya . Dia menggeram, aku tidak gentar . Namun, tiba tiba makhluk itu melompat dan membuatku terjatuh kebelakang, dia kini ada di atasku. Dia tersenyum sambil memiringkan kepalanya . Di perlihatkan nya gigi gigi nya yg tajam tajam dan mengerikan . Saat dia hendak menggigit ku, seseorang melemparnya dan membantingnya dengan kasar. Kak Ramdan . Kak Ramdan datang dan membantu kami mengatasi Sari dan teman teman nya. Dalam beberapa menit saja ,keadaan mulai tenang. Mereka yg kesurupan, mulai lemah dan sadar. Lalu di bawa ke klinik terdekat karena ada beberapa luka yg cukup serius. "Kamu gak papa ? " tanya kak Ramdan padaku . "Gak papa, kak. Makasih," sahutku . Radit mendekat padaku dan memperhatikan tanganku yg luka. "sakit, ya?" tanyanya dengan wajah memelas menatap ku. "Heem.." ucapku dengan sedikit manja ke Radit, dan sesekali melirik ke Kak Ramdan. Radit meniup tanganku yg lecet " yuk kita obatin aja," ajak Radit lalu membawaku pergi. =====
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD