"Ma aku ingin menikah lagi, apakah kau mengijinkanku?" Sepontan aku bertanya pada Nita--istriku.
Aku Duta. Di usiaku yang ke 35, Aku sudah mapan dan kata orang wajahku tampan. Aku memiliki seorang istri berumur 28 tahun. Menurutku, dia sangat cantik dan pandai mengurus suami.
Namun, entah mengapa keinginan untuk menikah lagi begitu besar.
Ternyata istriku menyetujuinya.
"Silahkan kalau papa mau. Mama tidak melarang," jawab istriku.
Sontak aku kaget luar biasa, istriku sangat benci yang namanya diduakan, lalu bagaimana dengan cepatnya dia menyetujui keinginanku untuk menikah?
Begitu banyak pertanyaan di benakku. Walaupun istriku berumur 28 tahun, tetapi wajahnya cantik bagaikan perempuan belum bersuami. Terkadang jika berjalan sendiri, banyak yang menggodanya, mengira kalau dia belum memiliki suami dan seorang anak.
Namun, tetap saja aku tidak puas memiliki satu orang istri dengan uang dan kekayaan yang aku miliki.
***
"Kamu benar-benar mengizinkan papa menikah lagi, Ma?"
"Iya, pa silahkan," ucap istriku dengan santai sambil tersenyum memainkan gagetnya.
***
Keesokan harinya, aku membawa Syavira--calon istriku- untuk kukenalkan pada Nita.
Sepertinya istriku itu menerimanya dengan tulus dan ikhlas, terlihat di wajahnya begitu penuh senyuman. Aku pun bernafas lega.
"Lalu kapan kalian akan menikah?" tanya Nita membuatku makin semangat.
"Secepatnya, Ma." Aku dan Vira tersenyum senang. Tidak menyangka kalau Nita akan menerima pernikahan kami.
Nita memang istri luar biasa. Kini aku akan memiliki dua istri cantik.
"Pa, bolehkah aku meminta syarat padamu sebelum menikah?" Tanya Nita.
"Silahkan, Ma. Apa pun itu." Aku sudah begitu bersemangat.
"Pertama, kau berikan aku mobil pribadi. Kedua, carikan aku baby sitter untuk membantu mengurus Adnan. Ketiga, berikan aku empat puluh juta perbulan," papar Nita lugas.
Aku yang merasa mampu pun, menyetujui semua syarat yang di berikan istriku.
****
Kini aku dan Vira resmi menikah, pernikahan kami berjalan lancar tanpa ada kendala apa pun.
Setelah menikah, Nita menyuruh Vira tinggal serumah dengan kami. Aku pun dengan cepat menyetujuinya.
Beberapa bulan setelah pernikahanku dengan Vira, kuperhatikan Nita sedikit berubah.
Dia seperti tidak pernah menganggapku ada.
Nita jarang berkumpul bersama kami, terlebih aku lebih sering menghabiskan waktu dengan Vira. Bahkan aku lebih sering Tidur dengan istri mudaku itu.
Jujur, terkadang aku merindukan Nita.
Tidak ada yang berubah dengan penampilannya, Nita, justru yang kulihat dia semakin cantik dan menarik. Nita tidak banyak bicara, tetapi terlihat dari sikapnya, dia semakin menjauh dariku.
Aku bingung, tapi aku tidak pernah mempermasalahkannya. Toh aku masih punya Vira. Rutinitasku seperti biasa, pergi dan pulang kantor sesuka hati, karena aku pemilik perusahaan itu.
Ketampananku ini bahkan mampu menarik perhatian sekretarisku.
Sedangkan Vira lebih betah di rumah, untuk urusan rumah tangga, aku memiliki tiga orang ART. Sementara Istriku cukup melayaniku saja.
*****
"Mas Duta udah pulang?" Sapa Vira menghampiriku, aku mencium keningnya.
Tanpa sadar, di belakang ada Nita, dengan exspresi yang sedikit berbeda. Aku hendak memberikan ciuman juga untuknya, tapi Nita menghindar.
"Pa, aku mau kerja di kantor temanku. Aku jenuh di rumah," pinta Nita. Aku pun mengijinkannya. Kemudian dia Bergagas meninggalkanku ke kamarnya, dia langsung menutup pintu dan mengurung diri. Selalu seperti itu kelakuannya setelah beberapa bulan aku menikah. Bahkan jika kuhampiri dia di kamarnya, dia selalu menolakku. Seakan-akan dia sangat jijik padaku. Namun, kutepis bayangan itu, mungkin dia lelah.
Senyum manis di raut wajahnya sudah jarang kulihat. Dia sangat berubah, lebih banyak diam, dan mengurung diri. Tidak pernah bergabung makan bersama kami. Sehingga waktuku lebih banyak bersama Vira.
Ada apa ini? Terkadang aku bingung dengan sikapnya. Apa aku menyakitnya? Tapi bukankah dia menyetujui pernikahanku dengan Vira.