Bab 3

2483 Words
HAPPY READING *** Keesokan harinya, Seperti biasa hari Senin, merupakan hari yang paling sibuk di dunia ini. Ia bekerja seperti biasa. Ia bekerja sebagai teller di bank Central. Secara garis besar teller mengerjakan transaksi cash maupun non cash. Transaksi itu berkaitan dengan uang fisik yang disetor atau ditarik nasabah. Transaksi non cash itu transaksi yang tidak berkaitan dengan fisik uang, misalnya transfer antar rekening, kliring, dll. Kenny menatap antrian nasabah yang panjang, ia menekan record antrian. Ia melayani customer dengan ramah dan menghitung uang yang disetorkan. Ia melakukan cash count menghitung uang fisik dan mencocokan dengan system. Cash count harus klop atau balance, jika tidak maka akan ada selisih maka ia sebagai teller harus mencari dan mencocokan ulang transaksi, misalnya kesalahan input nominal atau menghitung lagi uang fisik misalnya ada uang yang lengket atau kesalahan input nominal. Ia harus menyelesaikan hari ini juga, dan ia menyetorkan uang ke khasanah besar dan di approve supervisor. Menurutnya enaknya jadi teller itu pekerjaan ini tidak perlu membawanya ke rumah. Pekerjaan teller harus selesai hari itu juga. Pekerjaan ini juga tidak ada pendingan, entah itu tanda tangan nasabah belum lengkap, slip setoran atau slip penarikan belum terlampir dan lain sebagainya. Meja kerja termasuk laci yang di meja merupakan miliknya. Tidak ada yang bisa mengotak atik miliknya bahkan seorang supervisor pun harus izin darinya. Saat jam istirahat juga tidak ada yang sembarangan main ke mejanya, kalau hanya sekedar duduk boleh. Selain staff, teller, head teller, supervisor atau pimpinan cabang juga tidak diperkenankan masuk. Karena ini merupakan tanggung jawab yang besar. Apapun itu harus selalu klop sampai tutup kas. Setidaknya ia bekerja sebagai teller tidak pernah ada uang jelek di dompet, jadi selalu banyak uang kecil. Kadang pekerjaanya tidak bergantung pada jumlah nasabah hari itu. Kadang bisa sangat sepi sampai bingung akan melakukan apa lagi, kadang bisa sangat ramai dan tidak ada jeda sampai tertinggal waktu makan siang. Dulu dirinya pertama kali bekerja sebagai teller tidak diperkenankan membawa handphone ke meja teller, akhirnya cuma bisa diletakan di meja back office di dekat pintu teller. Ia Cuma bisa bolak-balik meja back office buat mengecek handphone. Menurut Kenny seorang teller di bank A, dan bank B berbeda-beda tergantung kebijakan bank masing-masing. Kenny melirik ke arah lobby, tidak ada lagi coutumer di sana, kecuali security yang berjaga. Kenny melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 19.20 menit. Ia bersiap-siap untuk pulang. Kenny mengambil sandal jepitnya dan ia kenakan. Ia tidak akan mengenakan heelsnya karena membuatnya penat. “Andre Calling,” Kenny menggeser tombol hijau pada layar, ia menaruh ponsel itu di telinga kirinya, “Iya halo, Ndre?” Ucap Kenny, ia mengambil tasnya di filling cabinet. “Kamu udah pulang?” Tanya Andrea, ia menyandarkan punggungnya di kursi. “Iya, ini udah pulang. Kamu masih tutup laporan?” Tanya Kenny. “Iya. Kamu pulang pakek apa?” Tanya Andre. “Pakek busway.” “Pakek gocar aja ya, aku pesenin,” ucap Andre. “Jangan, soalnya mau singgah beli makan juga, Ndre.” “Deket kok, dua puluh menit juga udah nyampe kost,” Kenny melangkah keluar, ia memandang beberapa anak finance masih menutup laporan “Gua pulang dulu ya,” ucap Kenny, kepada rekan kerjanya. “Oke, hati-hati Ken,” sahut Lilis yang sedang sibuk bekerja. “Iya.” Masih ada beberapa karyawan yang juga sudah bersiap-siap untuk pulang. Kenny melangkah kakinya keluar dari pintu samping. Ia melihat langit sudah menghitam. Kenny merogoh uang di saku blezernya ada uang seratus ribu untuk makan hari ini. Kenny mempertimbangkan apa yang ingin ia beli untuk makan malamnya. Ponselnya masih di telinga, karena Andre belum menyelesaikan pembicaraanya. “Kamu beli makan apa?” Tanya Andre. “Pingin nasi bebek deh kayaknya,” ucap Kenny. “Yaudah, aku pesenin, ya.” “Kamu repot-repot banget,” Kenny terkekeh, selama ia dekat dengan Andre, Andre salah satu pria yang masuk kriterianya. Mungkin mereka sama-sama kerja dibagian keuangan dan obrolan sangat nyambung. “Enggak repot la, biasa aja. Besok aku jemput ya,” ucap Andre sambil memandang ke arah layar persegi itu. “Tapi pulang kerja langsung ngedate gimana?” Alis Kenny terangkat, “Ngedate ke mana?” “Dinner.” “Really?” “Yes.” “Aku ngajak kamu dinner di restoran fine dinning.” “Wah, asyik,” Kenny tertawa girang, karena sekian lama tidak pernah ngedate baru kali ini ada seorang pria mengajaknya ngedate. “Besok dandan yang cantik ya.” “Iya. Yaudah kamu kerja, semangat ya tutup laporannya.” “Kamu hati-hati pulangnya. Kalau udah sampai kost kasih tau aku.” “Iya.” Kenny memasukan ponselnya ke dalam saku jasnya. Ia melanjutkan langkahnya menuju depan. Ia tidak menyangka bahwa hubungannya dengan Andre berajalan dengan lancar. Andre juga sangat baik kepadanya. Nasi bebek? Sepertinya ia mau makan nasi goreng mamang gerobak. Ketoprak juga enak. Ah, makan apa ya? Jangan makan aja deh, Andre sudah memesankan dirinya makan melalui gofood. Sudah menjadi kebiasaan anak kost, selalu bingung makan apa hari ini. Jika rumahnya di kampung ia selalu makan apa yang di masak oleh ibunya, ia sedang berada di tanah rantau jadi ia selalu memikirkan makan apa siang ini, makan apa mala mini. Bahkan breakfast ia satuin denan makan siang. Kenny melihat ke arah jalan, seperti biasa suasana Jakarta dengan kemacetannya. Kenny hapal betul pas jam sibuk di Jakarta, seperti jam lima sampai jam delapan pagi dan sore jam lima sore hingga jam delapan malam. Rata-rata orang bakal menempuh perjalanan lebih lama yaitu satu jam delapan menit karena terjebak kemacetan Jakarta. Kalau mau ditotal, setiap tahun orang-orang di Jakarta mengalami macet selama 22 hari. Kenny melangkah menuju halte busway, ia menatap lurus ke depan sambil menikmati gedung-gedung pencakar langit di malam hari di kawasan SCBD. Ia teringat dengan pria bernama Eros, ah pria itu seakan tidak bisa hilang dari ingatannya. Ia berharap tidak bertemu lagi dengan pria itu. Kenny meneruskan langkahnya. *** Sementara di sisi lain ada seorang pria yang dari tadi memperhatikannya, ia menekan pedal gas dan mengarahkan mobilnya ke arah wanita yang baru keluar dari equity tower. Ia menekan klakson otomatis wanita itu menoleh ke samping, lalu mobilnya berhenti tepat di samping wanita itu. Kenny tidak percaya apa yang ia lihat, sebuah mobil BMW berwarna putih berhenti tepat di sampingnya. Kenny menghentikan langkahnya memandang seorang pria sedang berada dikemudi setir. Tatapan mereka bertemu, Kenny menelan ludah. Ternyata Eros lah sang pemilik mobil mewah itu. Kenny menatap Eros keluar dari mobil, dia mengenakan kemeja berwarna putih dan celana jins. Rambunya sedikit berantakan namun tidak mengurangi ketampanannya. Dia bukan pria yang berpenampilan executive seperti Andre. Dia berpenamilan seperti pria pemilik tower, terlihat keren, berkharisma, dan terlihat sangat berwibawa, bukan karyawan seperti dirinya. “Eros,” ucap Kenny pelan. Eros menyungging senyum ia mendekati Kenny, wanita itu masih mengenakan pakaian kerjanya. Rambut panjangnya yang ia lihat kemarin, kini disanggul hingga ke atas. “Hai,” ucap Eros tenang, ia memandang wajah cantik Kenny. Kenny menarik nafas, ia tidak tahu akan berbuat apa selain menyapanya balik, “Hai,” ucap Kenny. “Baru pulang kerja?” Tanya Eros. “Iya.” “Mari saya antar kamu pulang.” “Jangan, saya bisa pulang sendiri kok. Saya pulang pakek busway,” tolak Kenny. Eros melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 19.30 menit, “Jam segini busway lagi penuh-penuhnya, jam kerja. Saya antar ya, sekalian kita dinner.” “Nggak usah,” tolak Kenny. “Come on,” Eros membuka hendel pintu mobil sebelah kiri. Kenny memandang sekali lagi Eros, bisa berbahaya jika diantar laki-laki itu pulang. “Enggak deh, bisa pulang sendiri,” Kenny lalu meneruskan langkahnya semakin cepat, namun Eros mengejar Kenny dan menarik pergelangan tangan itu. Otomatis Kenny menoleh, menatap Eros. Jantung Kenny berdegup ketika mereka bersentuhan lagi. Mereka saling menatap beberapa detik, membuat Kenny bingung akan berbuat apa. “Saya antar kamu pulang,” ucap Eros tanpa ingin penolakan dari wanita itu, ia menarik Kenny mendekati mobilnya. Kenny memandang Eros sekali lagi, tatapan itu mengatakan bahwa ia harus segera duduk di kursi itu. Kenny menarik nafas, ia sudah benar-benar menolak, namun pria memaksa dan ia terpaksa mendaratkan pantatnya di kursi. Kenny memandang Eros menutup pintu mobil, lalu Eros duduk di sebelahnya. Eros melirik Kenny, “Pakek seatbelt nya,” ucap Eros memperhatikan Kenny. Kenny menarik sabuk pengaman dan menguncinya. Mobil pun meninggalkan area tower office. Kenny melirik Eros yang sedang memanuverl, dia memastikan jarak mobil dan motor di hadapannya. Sementara tangan kiri pria itu berada di persneling. Meskipun tidak terlalu macet namun tetap saja banyak mobil dan motor berlalu lalang. Di dalam mobil ini ternyata cukup gelap, ia yakin kaca film ini memiliki tingkat kegelapan 80 persen. Mereka terdiam beberapa menit, ia tidak ingin mengacaukan konsentrasi Eros yang sedang menyetir. Pria itu terlihat sangat waspada namun terlihat sangat santai karena tubuhnya bersandar di sisi kursi. Jujur ia selalu suka melihat laki-laki sedang menyetir mobil, karena menurutnya ada sesuatu yang seksi dengan postur tubuh mereka yang menyandar santai pada kursi, tangan kanan yang sedang menggenggam setir dan tangan kiri sedang beristirahat sambil menghidupkan audio, agar suasana tidak terlalu sepi. Eros menyuri pandang kepada Kenny, “Kita makan dulu ya, kamu pasti belum makan,” ucap Eros. “Kamu biasa makan apa?” Tanya Eros penasaran. “Apa aja sih, saya nggak pernah memilih makanan,” ucap Kenny. “Makan di Sofia mau nggak?” Alis Kenny terangkat mendengar Eros mengajaknya makan di Sofia, ia tahu Sofia merupakan restoran hotel yang menyajikan makanan Italia, Prancis dan Asia, plus koktail di ruang elegan. “Jangan di sana.” “Kenapa?” “Enggak enak, soalnya pakek baju kerja,” tolak Kenny. “Emangnya kalau pakek baju kerja, nggak boleh ke sana?” Tanya Eros. “Bukan gitu, saya masalahnya saya pakek sandal jepit. Enggak pantas rasanya,” Kenny memberi alasan. Eros melirik Kenny, “Enggak apa-apa, lagian deket kok dari sini.” “Aduh jangan, saya yang nggak PD.” “Jadi makan di mana?” Tanya Eros. “Di mana aja, asal jangan di restoran fine dining,” ucap Kenny, padahal ia berharap tadi si Andre saja yang menjemputnya lebih aman dari pada Eros. Namun karena berhubung akhir bulan Andre sedang sibuk tutup laporan dan dia mengatakan lembur. Ia tahu betul betapa sibuknya anak finance ketika akhir bulan seperti ini. Eros menghidupkan radio agar suasana mobil tidak terlalu sepi. Sepanjang perjalanan suara music terdengar. “Boleh tanya sesuatu?” Tanya Eros. Kenny menoleh memandang Eros, “Tanya apa?” Eros masih ingat betul apa yang ia lihat kemarin, “Kamu punya tatto type di bagian samping d**a kamu.” “Iya.” “Kenapa?” Tanya Eros penasaran. “Enggak ada alasan sih, cuma pingin aja buat tattoo di sana. Dengan kata-kata aku sukai.” “Kenapa?” “Enggak sih, cuma aku baru kali ini kenalan sama wanita yang memiliki tatto di tubuhnya. Jujur you are so sexy. Terlebih kamu memamerkannya dengan tang top longgar atau pakai backless, pasti sangat keren.” “Thank you.” Eros mencuri pandang ke arah Kenny. Kenny memang sangat manarik menurutnya. Ia tidak peduli alasan wanita itu merajah tinta abadi pada tubuhnya, namun yang ia lihat sangat menarik di matanya. Dialah satu-satunya wanita yang membuatnya terpaku pada tato yang dimilikinya. “Kamu ada tatto nggak?” Tanya Kenny. “Enggak ada?” “Mau tatto juga?” Eros menoleh menatap Kenny, “Enggak.” “Kenapa?” “Karena saya masih ingin mendonorkan darahku kepada yayasan social dan anak saya nanti.” “Bener juga sih.” “Tapi aku beneran suka sama tato kamu. Typing “Great” itu sangat bagus, amazing. Saya suka,” ucap Eros ia menoleh memandang Kenny, sambil mengarahkan mobilnya ke restoran Seribu Rasa di Menteng. “Kapan kamu tato nya?” Tanya Eros penasaran. “Baru tahun lalu, aku tatonya di Jakarta. Kamu suka tato saya?” “Iya suka. Sangat sexy dan cantik. Tapi kamu perlu tato satu lagi.” “Apa?” “Tato salib mungkin,” ucap Eros, ia suka pembicaraan mereka mulai terlihat akrab, ia akan membuat Kenny nyaman di dekatnya. Kenny tertawa, “Waktu itu aku sebenernya mau tato salib loh, cuma nggak jadi, malah typing. Yaudah, hasilnya, oke. Lagian nggak nampak juga sih.” Eros melihat tawa cantik Kenny, “Tato Salib, selalu mengingatkan akan Tuhan.” “Exactly.” Beberapa menit kemudian Eros menghentikan mobilnya di restoran Seribu Rasa, ia memarkir mobilnya di halaman depan. “Kita makan di restoran Seribu Rasa, ya.” Kenny mengangguk, “Iya.” Kenny dan Eros membuka sabuk pengaman, mereka melangkah menuju lobby. Ia pernah ke sini beberapa waktu lalu bersama Ova setelah gajian. Makanan favorite mereka yaitu ikan Jimbaran, rasanya sangat juara. Dan minumannya lembayung sparkling yang sangat segar. Siapa yang tidak kenal restoran Indonesia yang tempatnya mewah dan luas. Restoran ini cocok untuk acar kumpul keluarga. Kenny dan Eros memilih duduk di dekat jendela, ia melihat karyawan membawa menu berbahan kulit itu dan Eros menatap menu yang tertulis di sana. Eros memesan oriental seafood cakwe, jumbo prawn golden egg yolk, dan crispy fried squid. Sedangkan Kenny memesan grilled Bangkok fish, udang gulung tempo doeloe dan dendeng balado dua rasa. Tidak lupa memesan dua nasi dan air mineral dingin. Jika urusan makan seperti ini Kenny tidak menolak, karena ia perlu tenaga untuk mengisi perutnya. “Kamu pernah ke sini sebelumnya?” Tanya Eros memandang Kenny. Kenny mengangguk, “Iya pernah, aku ke sini sama Ova.” “Aku udah lama sih nggak makan, makanan Indonesia gini.” “Owh, ya.” “Iya, kadang bosan sih makan makanan western.” “Umur kamu berapa?” Tanya Eros, mengalihkan topik pembicaraanya, agar Kenny nyaman di dekatnya. “26. Kamu berapa?” “36.” “Wah, lumayan mateng ya.” Eros tetawa, “Iya lah, aku seangkatan dengan Victor.” “Harusnya udah nikah.” Eros tertawa, “Kan emang udah nikah, tapi baru beberapa bulan gagal.” “Alasannya?” Eros menarik nafas panjang, “Istri saya agak sedikit mengalami gangguan mental menurut saya. Yah, awalnya saya menerima dia, saya pikir cinta bisa tumbuh setelah menikah, dan saya terima perjodohan ini karena dia cantik juga. Tapi, pernikahan hancur saat pertama kali menjadi suaminya.” “Gangguan mental gimana?” “Super toxic, keras kepala, posesif, cemburuan, kalau marah jangan ditanya seperti apa, suka melakukan kekerasan juga. Biasa pria yang seperti itu, namun wanita yang melakukannya. Pernikahan saya hancur baru pertama di mulai, saya trauma tentang perjodohan. Itu semua karena orang tua saya.” Kenny tidak menyangka bahwa Eros menceritakan tentang isi rumah tangganya, “Terus.” “Sekarang saya melakukan proses perceraian. Dari pengalaman ini saya belajar kalau saya harus hati-hati memilih pasangan hidup.” “Istri kamu di mana?” “Di Jerman.” “Di Jerman ngapain?” Tanya Kenny penasaran, ia tidak tahu kenapa obrolan mereka hingga keranah privasi . “Alasan utamanya hidup bebas tanpa sorotan media.” Mereka terdiam beberapa detik karena server menyajikan hidangan yang mereka pesan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD