"Hendrik, kamu masih sibuk?." laki-laki yang merasa namanya dipanggil itu kini menghentikan bacaannya pada lembaran kertas dan mendongak menatap malaikat kesayangannya.
"Ibu? Kenapa kesini? Ada yang penting?" tanya Hendrik saat melihat ibunya kini berjalan kearah sofa yang ada didalam di ruangannya. hendrik melepaskan kacamata bacanya kemudian menyusul ibunya disofa.
"Bintang sudah datang!" ucapnya tenang.
"Oh Nia sudah datang. Ibu udah bicara sama dia? Dia pasti sangat terkejut tetapi juga senang karena ibu ada disini." Hendrik membayangkan bagaimana wajah bahagia putrinya saat melihat eyang kesayangannya datang kemari apalagi Titania sudah menganggap Fiona ini adalah ibunya. Pengganti sosok ibu untuk Titania
"Bintang tadi kaget tetapi kemudian senang apalagi katanya dia sedang menyukai seseorang Hendrik!" Fiona terseyum lembut saat mengingat bintang yang ia rawat sejak kecil kini sudah dewasa bahkan kini sudah mempunyai seseorang yang ia sukai. Rasanya baru kemarin ia menimang Titania, melihatnya melangkah untuk pertama kalinya, saat kata 'ayah' pertama kali Titania ucapkan.
"Mata-mataku juga mengatakan seperti itu. Namanya Abani dia orang yang sangat sopan dan jika mereka berdua memutuskan naik ketahap lanjut maka aku akan menyetujuinya ibu."
Fiona menatap putranya dengan pandangan sayu, putranya sebaik ini harus membesarkan kedua anaknya dibalik bayang-bayang pengkhianatan. Ia bahkan tak pernah memperlihatkan rasa sakit itu lebih memilih memendamnya daripada membagi rasa dengannya, ibunya sendiri.
"Ada apa? Ada yang mengganggu pikiran ibu?" Hendrik dapat melihat ada raut gelisah diwajah ibunya bahkan tidak tenang sama sekali.
"Kau sedang dekat dengan perempuan saat ini Hendrik?"
Hendrik mengerutkan keningnya bingung mendengar pertanyaan ibunya yang menurutnya sangatlah tidak bermutu untuknya.
"Ibu... Ibu tau aku kan? Selama Titania ada aku tidak pernah dekat dengan perempuan manapun,aku lebih fokus membesarkan mereka dan membuat Titania dan Derta merasakan kasih sayang penuh olehku." memang adanya seperti itu, selama Titania hadir dalam hidupnya dan perempuan itu pergi maka saat itu Hendrik memilih fokus pada anak-anaknya serta kebutuhan mereka.
"Bintang berbicara padaku, tadi dikampus ada seseorang yang bertemu dengannya." ujarnya pelan, Fiona hanya berharap nama mereka sama saja bukan orang yang sama.
"Memangnya kenapa jika ada seseorang bertemu dengannya ibu. Dia sudah dewasa kita tidak perlu khawatir apal... "
"Namanya Clara, Hendrik." Fiona memotong ucapan putranya menyebutkan nama seseorang yang mungkin saja orang lain.
"Clara..." gumam Hendrik.
"Aku bertanya langsung ke Titania dulu ibu." setelah mengucapkan hal itu Hendrik meninggalkan ibunya sendiri didalam ruang kerjanya bertanya langsung pada putrinya mengenai orang yang ibunya ucapkan tadi.
Fiona menatap kepergian anaknya dengan pandangan iba,takdir putranya harus berakhir dengan pengkhianatan dan harus melewati setiap tumbuh kembang anaknya secara mandiri tanpa adanya kata 'istri'.
Ia pernah ingin menjodohkan anaknya dengan orang lain tetapi langsung ditolak Hendrik karena katanya ia masih mampu membesarkan anaknya dengan dirinya sendiri lagian ada Fiona yang membantunya, membimbing kedua anaknya yaitu Titania dan Derta menjadi orang baik dan sopan dan Hendrik takkan pernah meragukan didikan itu.
Clara.
Perempuan cantik dan anggun yang Fiona anggap bidadari paling Indah yang Allah takdirkan pada putranya walaupun hidup glamour tetapi Fiona anggap itu hal lumrah tetapi setelah adanya kabar cucu keduanya ditinggalkan sendiri dirumah sakit tanpa ada orang menunggunya membuat penilaian Fiona pada perempuan itu salah.
Yang Fiona tau mereka baik-baik saja apalagi saat berkunjung kerumahnya keluarga kecil itu terlihat bahagia tetapi itu kesalahan besar. Ternyata semuanya sudah retak saat sahabat lama Hendrik datang berkunjung kerumah mereka. Semuanya berubah dan keduanya kabur saat Titania harus berjuang dalam inkubator.
Fiona membuka tas jinjingnya kemudian mengeluarkan ponselnya menelpon seseorang untuk segera pulang.
"Assalamu'alaikum Bulan, bisa pulang dalam beberapa menit kedepan?"
"Wa'alaikumussalam. Eyang? Ada apa? Apa aku harus ke rumah eyang?"
"Tidak Bulan, Eyang ada dirumah kalian. Kamu pulang dulu ada yang mau Eyang bicarakan."
"Eyang sakit? Kok kerumah engga bilang-bilang sama Derta dulu kan bisa aku jemput. "
Fiona tersenyum mendengar nada khawatir Derta padanya, ia sangat beruntung memilki keduanya dalam hidupnya.
"Tidak... Eyang tidak sakit. Cuman ada hal penting yang harus dibicarakan."
"Eyang mau jodohin aku? Kok engga bilang-bilang dulu sih! Derta emang jomblo tapi engga perlu pake di jodohin dong eyang."
"Kamu ini! Eyang tidak sejahat itu asal jodohin kamu tanpa persetujuanmu sama sekali. Cepetan pulang ini tentang Bintang."
"Loh Nia kenapa eyang? Ada yang nyakitin tapi itu engga mungkin deh diakan serem kalau lagi dikampus. Atau lagi patah hati sama si semesta itu?"
"Uusshh! Kamu ini! Kebiasaan sekali buat praduga sendiri. Cepetan pulang."
"Iya eyang paling cantik. Miss you. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Hati Fiona menghangat mendengar kedua cucunya baik-baik saja bahkan bahagia tanpa adanya sosok ibu diantara mereka. Tetapi bagi Derta ia cukup tau jika dia sangat membenci ibunya bahkan bertemu dengannya saja enggan ia lakukan.
Fiona berjalan keluar dari ruang kerja Hendrik berniat menyusulnya ke kamar Titania.
****
Makna Bintang...
~~
Kali ini aku berpesan singkat dengan Bintang. Dan kalian tau apa yang ia perlihatkan. Ia memperlihatkan Cahaya kerlap kerlip indahnya dapat kuartikan bahwa ia ingin aku tetap kuat menghadapi manusia plin plan diluar sana
aku tertawa singkat atas balasannya itu, dan katanya lagi aku harus tetap berjuang akan Cinta sepihak. Katanya lagi aku manusia supernova yang bisa meledakkan hatinya karena merindukanku, lucu bukan?
mataku berganti menatap Bintang lain. Kulihat ia meredup setelah beberapa detik terdiam aku kini paham. Katanya semuanya pergi meninggalkannya bahkan melupakannya sedang beberapa detik yang lalu mereka baru saja meminta bantuan. Katanya lagi. Jangan sampai itu terjadi padaku,aku hanya tersenyum singkat dan mengangguk pelan
aku kembali menyelusuri Bintang lain dan aku menemukan Bintang yang sedang miring dan entah apa posisinya. Dan katanya saat ini ia sedang digantungkan dengan perasaannya sendiri. Aku terpaku. Kenapa mahluk tuhan jahat sekali melakukan itu?
sebenarnya aku ingin berhenti tetapi mataku tak sengaja menangkap pandangan Bintang sedang hampa, kosong tanpa arah. Dan katanya. Mahluk tuhan meninggalkannya serta mengabaikan janji semanis aurora sana. Aku lagi dan lagi tertegun
tawaku yang tadinya begitu riang kini merenung, ternyata Bintang-bintang diluar sana mempunyai banyak masalah bahkan melebihi masalahku sendiri. Kenapa aku harus terpaku pada maslaah itu? Seharusnya aku membantunya kan?
dan kalian tau? Siapa Bintang-bintang itu? Mereka adalah manusia yang selalu bersembunyi dengan segala keriangannya. Selayaknya Bintang menutupi semuanya dengan cahaya maka manusia-manusia menutupinya dengan banyak cara
bisa melalui ketidakpercayaan akan hubungan lagi? Jika mareka menutup pintu itu dengan rapat maka ketuklah secara perlahan jangan mendobraknya jika tak mau usahamu gagal. Menunggu lah sampai kepulihan itu tiba
bisa juga melalui bersikap dingin bahkan tersenyum sulit ia tampakkan. Kuperingatkan jangan datang secara tiba-tiba seakan kau tau segalanya jika itu terjadi maka dapat kupastikan saat itu juga ia akan mendorongmu menjauh. Sejauh mungkin bahkan diluar ekspektasi mu
ada juga yang sangat pandai mengelola semuanya, rasa percaya dan sikapnya ia seimbangkan. Tapi jangan heran jika mereka hanya seperti itu-itu saja. Tidak. Maksudku ia akan memberimu batas serta bangunan tinggi. Itu adil bukan?
bisa juga mereka memang mencintaimu tetapi tidak ia perlihatkan. Lebih memilih memendamnya lama agar hal yang ia takutkan tidak terjadi. Itu bukan pecundang itu hanya Benteng pertahanan paling kokoh ia perlihatkan
sekumpulan manusia-manusia itu hanya mencoba belajar agar sesuatu tidak terulang lagi. Agar mahluk tuhan yang jahat itu segera tau diri dengan apa yang mereka lakukan
Selamat beristirahat manusia-manusia itu, jangan risau akan hari esok karena aku cukup yakin setelah membaca ini kalian sudah sangat siap memulai hari esok dengan mood yang snagat baik dan tentu saja senyum yang menawan
Written by : semesta
***
Jemarinya berhenti menari diatas keyboard saat ketikan terakhirnya selesai. Ia kembali membaca ketikannya sejak beberapa puluh menit yang lalu. Sesuai pengharapan dan selalu memuaskan.
Titania mengklik tombol save kemudian menyimpannya di file yang sudah ia buat sebelumnya.
TOK TOK TOK.
"ya! Siapa?" tanyanya, takutnya yang datang adalah Alma membawa coklat hangat dan cemilan tetapi bukankah Titania tidak memesan sama sekali?
"Ini ayah sayang, boleh masuk?"
Titania mengecek kembali apakah Filenya sudah tersimpan atau tidak, setelah melihat ulang dan hasilnya sesuai harapannya Titania membuka situs film yang sempat ia tonton sejenak sebelum memutuskan mengetik tulisan untuk blog kampus.
"Masuk aja yah! Engga terkunci kok." serunya.
Hendrik masuk kedalam kamar putrinya dan tersenyum hangat melihat aktivasi Titania yang sedang menonton film action padahal ia tau dan sangat tau jika sebelum ini Titania pasti menulis sesuatu untuk ia publish di blog kampusnya.
"Eyang tadi bilang sama ayah katanya ada seorang perempuan menemui kamu dikampus!" Titania yang tadinya memfokuskan pandangannya pada layar komputer kini menatap Hendrik.
"Iya yah! Katanya ayah terlalu egois karena tidak memberitahukan tentang dia padaku tetapi melihat penampilanku dia bersyukur karena meninggalkanku dengan ayah. Ayah tau siapa dia?"
Hendrik memejamkan matanya tepat setelah Titania menyelesaikan ucapannya. Ada rasa tak percaya dalam dirinya kenapa perempuan itu harus kembali lagi bahkan muncul tiba-tiba dihadapan putrinya seperti tadi, tidakkah ia merasa bersalah atas apa yang ia lakukan.
"Yah! Kok ngelamun?. Katanya wajahku dan fisikku benar-benar mirip dengan seseorang tetapi mengenai sikap dan penampilan sangatlah berbeda dan juga yah? Warna matanya sama dengan abang Derta."
Hendrik berusaha menepis keadaan ini bahkan berusaha menganggap ini hanyalah sebuah mimpi saja tetapi nyatanya perempuan itu benar-benar datang disini. Hadir dalam kehidupan putrinya lagi.
Padahal Hendrik berpikir tidak akan pernah ada lagi pertemuan diantara mereka, tidak pernah akan ada urusan lagi antar mereka dan yang pastinya Titania takkan pernah melihat wudujnya cukup mengetahuinya saja.
"Dia berkata apa lagi?"
"Katanya dia sudah berkali-kali ingin bertemu dengan abang Derta tetapi abang selalu menghindar." tentu saja Derta tak ingin bertemu dengan perempuan itu, batin Hendrik.
"Penampilannya sangat mewah ayah, dia datang menatapku seakan aku adalah seseorang yang penting untuknya. Disaat dia melangkah pergi rasanya ada yang pergi dari diriku."
Hendrik hanya terdiam, rasanya ia bingung harus mulai dari mana. Haruskah menunggu datangnya Derta terlebih dahulu? Karena sampai kapanpun Hendrik tidak mampu membahas hal ini.
"Yah! Apakah dia ibuku dan aku mempunyai kembaran?"