Bab 1.

1366 Words
Biantara Nevalino pria tampan yang memiliki tatapan teduh penuh cinta itu kini sedang berdiri mematung di hadapan dua orang yang sedang berada di atas ranjang. Dimana tubuh keduanya di tutupi oleh sebuah selimut. Tanpa harus bertanya Bian tahu sudah terjadi. Apalagi memangnya yang dilakukan oleh dua orang insan di sebuah kamar hotel. Terlebih dua orang itu adalah seorang laki- laki dan perempuan. Perempuan itu tidak lain adalah kekasih hatinya. Wanita pertama yang mampu merebut hatinya dengan hanya melihat warna mata sang gadis. Seorang Biantara tenggelam dalam pesonanya. Vivi, begitu caranya memanggil sang kekasih. Mereka sudah menjalin hubungan kasih hampir satu tahun lamanya. Vivi adalah cinta pertamanya demikian juga Vivi. Keduanya memadu kasih dengan cara yang sangat manis. Tidak pernah ada pertengkaran atau masalah dalam hubungan mereka. Satu- satunya masalah dalam hubungan mereka adalah para wanita yang selalu menatap iri ke arah Vivi. Begitulah menurut Biantara semala ini. Vivi gadis berkaca mata berbingkai itu sebelumnya menjadi bahan bullyan di kantor. Sehingga tidak ada yang menyangka gadis yang selalu menguncir kuda rambutnya itu mampu membuat seorang Biantara Nevalino luluh terhadapannya. Tidak ada yang menduga pria yang merupakan incaran para seluruh wanita itu melabuhkan hatinya pada gadis seperti Vivi yang selalu menjadi bahan bullyan. Bak cerita di negeri dongeng, dari seorang upik abu menjadi seorang putri. Vivi seakan berganti peran menjadi seorang cinderella. Dari orang yang selalu terasing dan tersisihkan. Kini dia menjadi pusat perhatian. Jangan tanya bagaimana cara Biantara memperlakukannya, membuat para gadis meronta iri dan menghujat dalam hati di saat bersamaan. Biantara memperlakukannya dengan penuh cinta dan kelembutan. Menatap dan memperlakukannya seakan hanya dialah satu-satunya wanita yang ada di dunia ini. Dan kini Biantara masih membatu di tempatnya menatap penuh luka ke arah wanita yang juga sedang menatapnya. Biantara bertanya-tanya dalam hati apa kesalahan yang sudah di lakukannya. Jauh dalam ingatannya dia selalu memprioritaskan Vivi di atas segalanya. Lalu apa yang di lihatnya sekarang. “Apa yang kamu lakukan?” Akhirnya dia bersuara setelah beberapa menit berlalu tidak ada yang mengeluarkan suara di antara mereka. Biantara menatap Vivi yang sedang duduk di atas ranjang sambil memegangi selimut untuk menutupi tubuhnya. Mata indah penuh cinta milik Biantara itu kini terlihat begitu terluka. Antara percaya dan tidak, tapi dia sadar betul apa yang dia lihat di hadapannya itu nyata. Kekasihnya sedang berada di atas ranjang dengan seorang pria yang juga menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk dia artikan. Dan sialnya pria itu tidak lain adalah sahabatnya sendiri Christian. “Apa kamu bodoh?” Jawab Vivi sambil menatapnya dengan tatapan mencemooh. Dia menyunggingkan senyum sinis seakan tidak merasa bersalah sama sekali dengan apa yang di lakukannya. “Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Aku hanya akan percaya dengan ucapanmu.” Vivi berdecak kesal, mendengus sambil memalingkan wajahnya sesaat sebelum kembali menatap Biantara. “Apa aku perlu membuka selimut yang menutupi tubuh kami agar otak bodohmu itu bisa tahu apa yang sedang kami lakukan. Maksudku, apa aku dan kekasihku perlu memperlihatkannya padamu saat bercinta? Tentu saja aku tidak akan keberatan memperlihatkannya padamu. Bukan begitu sayang?” Katanya sambil menoleh ke arah Christian dan menatapnya dengan mesra membuat Biantara di bakar api cemburu. Vivi mengalihkan tatapannya dan kembali tersenyum. Senyuman mengejek yang mampu membuat siapa saja emosi. Tapi tidak untuk Biantara, dia masih menunggu apa yang akan di katakan Vivi selanjutnya. “Oh.. ayolah sayang, kamu mengecewakanku. Aku dan kekasihku sedang bersenang-senang loh ini.” Vivi sengaja membelai mesra lembut rambut Christian. “Apa aku juga harus menjelaskan arti kata dari bersenang-senang itu.” Biantara terdiam dan tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Vivi. Hatinya sungguh kacau saat ini harga dirinya terluka. “Aku dan kekasihku melalui malam yang sangat panjang, panas dan erotis. Bukan begitu sayang?” Katanya layaknya wanita liar. Dan Christian tersenyum sambil membelai lembut wajah Vivi. “Cukup!” Pinta Bian. “Mengingat apa yang sudah kamu lakukan membuatku ingin melakukan lagi dan lagi.” “Hentikan!” Pinta Bian lagi. “Bukannya tadi kamu mengatakan ingin mendengar apa yang terjadi. Dengan senang hati aku akan ceritakan.” Senyum manis yang terpatri di wajah cantik itu membuat emosi Biantara bergejolak. Perasaannya campur aduk, amarah, kesedihan dan kekecewaan menyatu menjadi satu. Dadanya serasa sesak seakan oksigen menipis di sekitarnya. Hatinya sakit seakan ada ribuan jarum yang menghujam uluh hatinya. Seakan kepedihan dan kesakitan itu tidak cukup, dia juga di buat terkejut dengan sisi lain dari gadis yang ada di hadapannya itu. Dia seakan tidak mengenal gadis itu. Gadis yang merupakan kekasihnya, cinta pertamanya. Banyak mimpi yang sudah dia rajut bersama sang kasih. Mengingat semua mimpi manisnya tinggal angan-angan saja yang membuat pikirannya semakin kacau. “Kenapa kamu melakukannya?” Lirihnya. “Tentu saja karena aku mencintainya.” Jawabnya enteng. Dan itu benar-benar melukai ego Biantara sebagai seorang pria. “Lalu selama ini kamu anggap apa aku?” Lirihnya terdengar seperti rintihan. Vivi tiba-tiba tergelak seakan tidak peduli dengan kepedihan yang di rasakan oleh Biantara. Dia seakan menertawakan kerapuhan pria itu. “Maafkan aku, mungkin perkataanku ini akan menyakitimu. Tapi sepertinya aku tidak perlu menutupinya lagi. Aku sudah bosan dan lelah denganmu. Maafkan aku, selama ini aku hanya bermain-main denganmu.” Kata maaf yang keluar dari mulutnya terdengar seperti ejekan. “Kamu berbohong.” “Biantara Nevalino kamu tampan, pintar, berkarisma dan yang terpenting dari semua itu adalah kaya. Semua wanita menginginkanmu, mendambakanmu dan berlomba-lomba untuk memilikimu. Melihat itu semua aku jadi merasa tertantang untuk memilikimu. Siapa sangka dewi fortuna sedang berpihak kepadaku. Bak gayung bersambut kamu dengan mudanya takluk di hadapanku.” Tawanya kembali menggema. Biantara masih terdiam di tempatnya. Menyimak dan mencerna kata demi kata yang keluar dari mulut gadisnya itu. Menahan diri agar tidak terprovokasi atas ucapan gadis itu. “Kamu tahu Bian, selain kata maaf aku juga ingin berterima kasih padamu. Kamu sudah membantuku membalas kelakuan para gadis-gadis bodoh itu. Para gadis bodoh yang selalu mengganggu, melecehkan dan meremehkanku. Oh kamu tidak tahu, betapa bahagianya aku saat melihat tatapan penuh iri dan cemburu mereka di saat kamu memperlakukanku seperti putri layaknya Cinderella.” “Jadi kamu memanfaatkanku?” Bian bertanya menyela ucapan Vivi tersirat jelas luka dalam suaranya. “Mmm.” Vivi mengangguk tanpa merasa bersalah sama sekali. Bian tersenyum miris, tapi masih menatap Vivi dengan tatapan lembut. “Kamu menyakitiku Vilona! Katakan, apa kamu sungguh tidak mencintaiku?” Erangnya. “Kamu tahu aku sangat mencintaimu, aku akan memaafkanmu dan melupakan apa yang sudah aku lihat. Tapi, aku mohon katakan bahwa kamu mencintaiku.” Tatapan mengiba dan memohon terlihat jelas di wajahnya. Bian membuang semua harga dirinya hanya karena tidak ingin kehilangan Vivi wanita yang di cintainya. “Aku mencintai pria ini. Maafkan aku.” “Kamu melukaiku.” Bian menunduk menghela nafas dalam. “Kamu sungguh mencintai pria sialan itu?” Bian mengangkat kepalanya dengan tatapan dingin dan rahang yang mengeras. Dia menatap tajam ke arah gadis itu. Tidak ada lagi tatapan lembut seperti beberapa menit lalu. Gadis itu bahkan terkesiap melihat perubahan raut wajah Bian. “Kamu pikir aku akan terluka sendiri. Ayolah Vilona, itu tidak adil. Mari kita sama-sama terluka.” Katanya dengan tatapan penuh misteri. “Aku akan menghabisi pria sialan yang kamu cintai itu. Dengan begitu kamu akan merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan.” Bian dengan penuh amarah berjalan ke arah Christian yang dengan segera menegapkan tubuhnya. “Dan kenapa kamu jadi irit berbicara? Teman macam apa kamu ini. b******n! Mari kita selesaikan semuanya.” Bian melangkah cepat. “Apa maksudmu?” Teriak Vivi membuat Bian menghentikan langkahnya. “Aku belum menghabisinya, kamu sudah terlihat ketakutan seperti itu. Dan sialnya aku cemburu.” Kata Bian tersenyum kecut. “Apa dia begitu berarti buatmu?” “Ya, jika kamu menyakitinya aku akan terluka.” Biantara mengangguk paham. Triiinnngggg.. Bunyi alarm akhirnya membangunkan Biantara dari mimpi buruk yang selalu mengganggu tidurnya selama enam tahun terakhir ini. Biantara menarik nafas panjang, mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Mimpi yang sangat mengganggu namun dia tidak tahu bagaimana menghilangkan mimpi itu. Cara pengobatan yang dia lakukan sama sekali tidak berhasil. Masa lalu yang kelam membuat seorang Biantara enggan untuk menjalin hubungan bersama wanita. Kepercayaannya menipis untuk manusia berjenis kelamin wanita. Dia tidak membenci semua wanita tapi, dia menolak kehadiran wanita di hidupnya. Kejadian itu cukup menorehkan luka yang mendalam. Waktu saja tidak cukup untuk mengobatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD