Giliran pertama berjaga malam ini adalah Tegar. Lainnya segera beristirahat sejenak untuk tidur. Tegar juga khawatir dengan kondisi Hesti. Meminum obat penurun demam membuat Hesti kondisinya jauh lebih baik. Saat Tegar berjaga Edo pun terbangun dari tidurnya.
Padahal sejak awal itu tidak benar-benar tidur dia hanya berpura-pura beristirahat. “Ah, kau masih terjaga, Tegar?” tanya Edo pura-pura tak tahu apa yang terjadi.
“Iya aku masih berjaga bergantian dengan yang lainnya. Bagaimana kondisimu saat ini?” Tegar mencoba sabar menghadapi Edo yang terlalu egois.
“Lumayan segar karena sudah tidur. Bagaimana kalau bergantian denganku saja? Kau bisa istirahat sekarang. Aku akan berjaga,” usul Edo yang terlihat tulus.
Tegar tidak tahu apa yang sedang itu rencanakan. Ia hanya merasa bersyukur Edo tidak seegois yang dia kira. “Baiklah kalau begitu. Ide bagus. Silakan makan dan minum bagianmu. Aku akan tidur,” ucap Tegar yang kemudian menata posisi untuk tidur di dekat Hesti. Lelaki itu masih khawatir kepada dokter cantik yang selama ini menjadi pujaan hatinya.
Mungkin saja Hesti tidak tahu apa yang selama ini Tegar lakukan. Sebelum dia mengalami kecelakaan kerja dan koma, lelaki itu sering mengamati Hesti. Tegar menyukai Hesti sejak awal berjumpa di rumah sakit. Namun apa daya lelaki yang bekerja sebagai teknisi itu tidak berani mengungkapkan perasaannya hingga saat ini. Apakah ini yang disebut takdir? Saat dia terbangun dari koma selama setahun dan dalam kondisi yang kasar seperti ini dia bisa bersama dengan perempuan yang dia cintai. Meski hanya sebatas mengagumi dari kejauhan saat ini Tegar senang karena bisa melihat Hesti di sampingnya.
“Baik. Istirahatlah dengan baik. Aku akan berjaga,” kata Edo meyakinkan Tegar.
Tegar pun segera memejamkan matanya dan beristirahat. Tidak ada sedikit pun pemikiran buruk kepada tawaran yang Edo berikan. Padahal itu sedang merencanakan hal buruk untuk Danny.
Edo memastikan semua orang di dalam ruangan sudah tertidur nyenyak. Dia pun mengeluarkan botol yang selama ini disembunyikan dalam kantongnya. Lelaki bisnis yang sangat licik itu menyimpan botol berisi cairan obat tidur atau yang sering disebut obat bius. Sebenarnya saat di rumah sakit dia hendak melenyapkan nyawa saingan khususnya yang berada di IGD. Namun karena kekacauan terjadi dan adanya beberapa orang jadi zombie, dia pun berlari ke atap rumah sakit. Itulah mengapa Edo bisa terjebak di dalam rumah sakit.
Edo mengeluarkan sapu tangan dan mengusapkan cairan tersebut ke sapu tangan. Tanpa tunggu waktu lama, dia membekap Danny dengan sarung tangan itu. Danny pun yang sedang tidur jadi tak sadarkan diri karena pingsan. Satpam muda yang berwajah tampan dengan segudang prestasi itu malam ini mengalami mimpi buruk. Semua hanya karena rasa benci Edo dan dendam.
Edo pun menarik tubuh Danny perlahan keluar dari ruangan. Edo sengaja membawa tubuh Danny keluar gedung. Dia meletakkan satpam tersebut di tengah jalan raya dan tutup-tutupi beberapa kardus serta barang-barang lainnya. Edo membuat seakan Danny pindah tempat tidur sendiri. Setelah selesai lelaki tersebut segera kembali ke dalam gedung dan masuk ke ruangan seakan tidak terjadi apa pun. Dia pun tidur dengan nyenyak pura-pura tertidur karena capek dan tidak tahu soal Danny pergi ke mana.
Semua orang sepertinya kelelahan hingga tidur sangat nyenyak. Mereka tidak tahu apa yang Edo perbuat dan kondisi Danny yang dalam bahaya. Tubuh Danny yang berada di tengah jalan raya dan hanya ditutupi kardus dan barang-barang tersebut bisa saja ditemukan oleh zombie. Malam itu mereka tertidur nyenyak hingga waktu berlalu dengan cepat.
***
Keesokan paginya ....
Hari keempat setelah vaksin di Kota Yogyakarta....
Wisnu terbangun. “Hah? Sudah pagi? Siapa yang berjaga?” ucapnya saat membuka mata dan menyadari tidak ada satu pun yang berjaga.
Wisnu pun membangunkan Tegar dan bertanya ke mana Danny berada. Tegar terbangun dan langsung duduk. “Apa? Maaf aku tertidur karena Edo bangun dan meminta bergantian berjaga,” kata Tegar menjelaskan.
Sedangkan Edo saat ini masih tertidur pulas. Wisnu pun mencoba mencari di mana Danny berada. “Aku akan mencari Danny. Kau coba bangunkan yang lain. Ini sudah pagi. Bahaya jika Danny berada di luar,” jelas Wisnu yang sedikit panik setelah mengetahui Edo tadi malam berjaga sendirian. Dia merasa curiga kepada Edo, apalagi saat terbangun Danny sudah tidak ada dalam posisinya tidur.
Tegar pun membangunkan teman-teman yang lainnya. Termasuk Hesti yang kondisinya sudah membaik. Bondan juga kaget karena bingung Danny dan Wisnu berada di mana. Berbeda dengan Edo yang merasa biasa-biasa saja dan santai.
“Ada apa, Tegar? Loh, kok, sudah pagi? Danny dan Wisnu di mana?” tanya Bondan yang bingung.
“Danny entah di mana. Kalau Wisnu sedang mencari Danny. Edo ... Kenapa kau tidak membangunkan yang lain untuk berjaga?” Tegar pun menegur Edo yang terlihat senyam-senyum sendiri.
“Maaf, aku kelelahan dan tertidur sebelum membangunkan yang lain,” jawab Edo dengan santai sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Astaga ... Mengapa kau seceroboh itu? Baiklah, sekarang aku akan menyusul Wisnu mencari Danny. Bondan dan Edo, tolong jaga Hesti sebentar,” kata Tegar yang bangkit berdiri dan keluar dari ruangan.
Bondan menatap tajam Edo dengan penuh tanda tanya. Edo hanya terdiam dan justru menyeduh minuman. Bondan juga curiga pada Edo.
“Jangan-jangan kau berulah ya?” sindir Bondan pada Edo. Bondan sering menghadapi orang yang bersifat seperti Edo. Orang egois yang licik pasti akan membalas dendam ketika merasa tersakiti. Meskipun Edo yang bersalah orang macam seperti itu tidak akan mengakui kesalahannya.
“Jangan asal menuduh kau! Berulah apa? Aku hanya tidur karena lelah dan pusing dengan permasalahan ini. lihat betapa cepat permasalahan ini muncul. Hari ini adalah hari keempat setelah vaksin, bukan?” Edo selalu bisa membela dirinya sendiri. Tak jarang dia juga mengambinghitamkan orang lain.
“Aku tidak menuduh. Aku hanya bertanya, jika kau tidak melakukan apa-apa... Ya sudah jangan merasa tersinggung dan marah,” jawab Bondan yang sudah muak dengan kelakuan Edo.
Hesti pun berusaha duduk dan menengahi percakapan mereka. “Sudah, jangan bertengkar. Semoga Wisnu dan Tegar menemukan di mana Danny berada. Padahal kondisi pergelangan kakinya juga terkilir. Dia tidak akan mampu berjalan jauh,” ungkap Hesti yang ada benarnya.
Edo semakin yakin kalau Danny akan mati di makan oleh zombie. Kondisi kakinya yang sakit akan membuat Danny kesulitan berjalan apalagi meloloskan diri dari tumpukan barang-barang itu. Edo tertawa puas dalam hati. Dia sangat jahat. Lebih bahaya dari zombie yang terlihat jelas menggigit bisa membuat infeksi.
Tegar mengelilingi gedung sedangkan Wisnu masuk ke dalam kamar mandi dan turun ke bawah gedung. Mereka berusaha mencari di mana Danny berada, tetapi Edo menyembunyikan dengan baik tubuh Danny di bawah tumpukan barang-barang meski berada di tengah jalan tidak terlihat kalau berada di sana.
“Kau sudah menemukan Danny?” tanya Tegar sambil mengatur napas karena lelah berlari ke sana dan ke mari.
“Tidak ada. Tidak mungkin kalau Danny keluar dari gedung dengan kondisi kakinya terkili,” jawab Wisnu yang khawatir.
Mereka berdua sepemikiran mencurigai Edo. Mereka pun masuk kembali ke dalam ruangan dan segera cara menanyai Edo. “Edo, katakan sebenarnya di mana Danny?” Wisnu sudah hilang kesabaran dan mengangkat kerah kemeja Edo. Hampir saja dia menonjok muka Edo yang malah tersenyum.
“Kenapa kalian berdua seperti itu padaku? Aku tak tahu apa-apa,” ucap Edo membuat Tegar juga kesal. Dia merasa ada yang disembunyikan oleh Edo.
“Kau pasti berbohong! Katakan di mana Danny?!” gertak Tegar pada Edo.
“Aku tidak tahu. Bukankah ada orang yang mengalami tidur sambil berjalan? Mungkin Danny seperti itu,” jawab Edo dengan santai.
Saat Tegar hendak memukul Edo yang selalu bersikap pura-pura semua tak ada masalah, suara jeritan pun terdengar. Mereka semua kaget dan mengintip dari jendela arah ke depan gedung. Betapa kagetnya mereka, zombie berkumpul di depan gedung tepatnya di tengah jalan raya dan mengacak-acak kardus dan tumpukan barang yang ternyata ada Danny di sana.
Suara teriakan itu berasal dari Danny yang ketakutan setelah sadar dari obat bius dan berada dalam kepungan zombie. Lelaki itu tidak bisa bergerak karena kakinya terkilir. Seketika semua zombie menyerang dan menggigitnya.
“Da-Danny ....” Hesti terkejut dan segera menutup mulutnya erat agar tidak berteriak dan menarik perhatian zombie di depan gedung. Mereka semua terlambat. Tidak bisa menyelamatkan Danny yang saat ini dikepung zombie.
Tubuh Danny yang tergeletak ditutupi kardus dan barang itu pun segera menjadi sasaran zombie. Danny berteriak kesakitan saat zombie itu satu per satu menggigit dirinya. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk melawan karena jumlah zombie begitu banyak.
Meski sedih dan marah, Tegar, Wisnu, Hesti, dan Bondan tidak bisa melampiaskan karena para zombie sangat sensitif di pagi hingga sore hari. Saat ada cahaya, mereka lebih gesit dan pendengaran mereka juga tajam. Tak mungkin mereka bertengkar di dalam ruangan atau keluar untuk menolong Danny.
Edo yang melihat hal itu tersenyum kemenangan di dalam hati. Namun dia berakting seolah sedih di depan yang lain. Danny meninggal karena Edo yang pendendam. Mereka semua tak tahu hal itu adalah perbuatan Edo. Meski curiga, mereka tidak memiliki cukup bukti. Hesti, Tegar, Wisnu, dan Bondan hanya bisa duduk dan menangis sedih. Tidak berdaya melihat salah seorang kawan menjadi bahan pesta zombie. Edo duduk juga di sana dan pura-pura sedih. Lelaki berhati iblis itu puas sudah balas dendam.
Tegar menaruh curiga pada Edo. Pasti ada sesuatu yang lelaki itu tutupi. Entah apa pun itu, Tegar berjanji akan mengungkapnya. Mereka berduka melepas kepergian Danny. Satpam muda yang tampan dan baik hati, harus meninggal karena dendam lelaki tidak berperasaan.
"Lebih baik katakan yang sesungguhnya, Edo. Jangan berpura-pura lagi. Aku yakin kau pasti tahu apa yang terjadi dengan Danny," lirih Tegar tak kuasa menahan sakit hati dan kesedihannya.
"Maksudmu apa? Aku tak paham," jawab Edo seperti biasa pura-pura bodoh.
"Kau yang tadi malam minta berjaga menggantikan aku. Apa yang kau perbuat ke Danny?" Tegar masih menahan amarahnya. Kalau mereka berisik, kemungkinan zombie akan mendengar dan mengepung mereka.
"Jangan menuduh sembarangan! Aku sudah bilang, bukan? Ada beberapa orang yang memiliki kebiasaan tidur sambil berjalan. Siapa tahu Danny seperti itu. Mengapa kau dan ketiga kawanmu menatapku seperti itu? Kalian semua menuduhku?!" Edo tak percaya mereka berempat menatapnya dengan pandangan curiga. Rencana menghabisi nyawa Danny ternyata tidak semulus perkiraannya.
"Siapa lagi yang patut dicurigai?" kata Hesti yang kesal dengan jawaban Edo selalu berbelit-belit.
"Oke silakan curigai aku. Kalau perlu teriak sekalian biar kita semua mati! Hanya karena aku ribut dengan Danny kemarin, kalian tega menuduhku. Padahal aku juga sedih melihat akhir hidup anak muda itu mengenaskan," ucap Edo berakting sedih. Dia mencoba meneteskan air mata agar terlihat makin meyakinkan.
Hesti pun terdiam. Dia merasa bersalah sudah menghakimi Edo padahal tidak ada bukti. Sedangkan Tegar, Bondan, dan Wisnu masih curiga pada Edo. Memang lelaki itu patut dicurigai.