29. Pembawa Pengawal

2338 Words
Para prajurit Izia membawa badan Prajurit yang terhuyung-huyung itu dengan kasur lipat dadakan. Mereka biasa menggunakan kasur itu untuk membawa muatan besar seperti hewan buruan, Buah-Buahan liar, ataupun mayat. Namun mereka membawa tubuh manusia kekar yang meskipun ukurannya tidak lebih besar dari muatan yang biasa mereka angkut, namun jauh lebih berat dari muatan lainnya. Perlu 6 orang di masing-masing sisi untuk mengangkat orang itu beserta senjatanya yang diletakkan tepat di atas dadanya. Orang itu pun terlihat tertidur dengan sangat tidak nyaman, sesekali ia mencoba menggerak-gerakkan badannya ke samping seperti mau keluar dari kondisinya saat ini. Beberapa kali terdengar gumaman dari mulutnya yang bau akan nafas alkohol. Entah memang merasa tidak nyaman atau mungkin dia mengalami mimpi yang sangat buruk. karena prajurit Izia tidak kalah kuat, mereka dengan stabil membopong orang itu tanpa masalah “Hey... Apakah kau kenal orang ini” tanya salah seorang prajurit ke teman yang ikut membopongnya disamping. “Ya... Entahlah, aku tidak mengenalnya namun aku familiar dengan wajahnya” Rambut prajurit itu yang gondrong menutupi sebagian mukanya. Kilauan baju zirah berwarna mencolok yang dibawa prajurit itu juga menarik perhatian prajurit Izia yang membawanya. Ada corak-corak khusus yang membuat mereka familiar dan sedikit merasa mengenali prajurit tertidur itu. Akhirnya para prajurit itu berhenti berjalan, mereka mengamati laki-laki yang mereka bawa dengan seksama. “Hey, lihat ini, ini kan lambang kerajaan Yagonia?” salah satu prajurit dengan rambut berkepala plontos menunjuk lambang yang menonjol di lengan atasnya, lambang itu berbentuk mirip seperti matahari dengan ujung-ujungnya yang lancip. Entah memang hanya sebagai hiasan atau salah satu teknik dalam bertarung, namun saat menyentuh salah satu ujung dari lambang matahari itu, jari mereka terasa sakit bila terus lama-lama menyentuhnya “Tentu saja mereka berasal dari Yagonia, bos dari orang ini sudah mengatakannya dari awal bukan?” Prajurit satunya lagi yang memakai bandana menyahut. Namun prajurit yang lain masih belum yakin, benar-benar ada yang aneh dengan laki-laki berbadan besar yang ia bawa. “Hei, lihat pedang ini” prajurit yang memakai gelang di lengannya menunjuk pedang yang ada di atas itu “Ini kan sudah jelas-jelas pedang dari Izia, darimana dia mendapatkannya” motif matahari di pedang itu agak berbeda dari armor yang ia kenakan, ada ujungnya cenderung melingkar ke kanan ketimbang runcing “Kurang ajar, apakah dia termasuk orang yang mencuri benda berharga kita” Umpat prajurit Izia dengan kepala keriting. Beberapa tahun yang lalu, Hutan Izia yang terkenal akan barang keramatnya, dicuri secara besar-besaran oleh sekelompok perampok. Barang-barang itu sangat penting selain memang menjadi warisan turun temurun Kaum Izia, juga menjadi s*****a pamungkas bagi mereka karena memiliki daya sihir yang sangat kuat. Sampai sekarang, mereka belum bisa menemukan perampok yang mencuri benda-benda itu “Tidak, perhatikan baik-baik. Ini adalah semacam pedang Claymore yang memiliki aksen Izia, bukan benar-benar pedang Izia” prajurit dengan gelang di lengan itu menjawab “Apa maksudmu pedang ini semacam imitasi” prajurit dengan gelang di lengan mencoba mengecek pedang itu, ia membuka sarung pedangnya. Dan dengan perasaan yang sangat kaget, mereka heran kenapa di dalamnya terdapat banyak sekali tinta hitam yang mengenang. Sangat banyak sehingga mereka menumpahkannya ke tanah melumurinya hingga berwarna hitam pekat Prajurit itu menebasnya mencoba mengetesnya. Benar-benar terasa berat dan kuat, walaupun sudah terbiasa membawa muatan yang 3 kali lebih berat daripada dirinya sendiri, baru kali ini dia merasa sedikit kesusahan memakai sebuah pedang. Tapi sebenarnya kebanyakan prajurit Izia memakai pisau, Belati, katapel, dan s*****a-s*****a lain yang ukurannya kecil sebagai s*****a utama mereka. Ini baru pertama kali baginya menggunakan pedang sebesar dan seberat itu. Akhirnya ia meletakkannya kembali ke sarung pedangnya, mengembalikan pedang itu di atas d**a prajurit yang tertidur seperti semula. Prajurit yang lain pun ikut mencoba menggunakannya, dan benar saja, walaupun bisa mengangkatnya, mereka kesulitan menggunakannya dengan luwes “Aku rasa benda ini tidak imitasi. Ini benar-benar asli. Namun bagaimana bisa s*****a Izia bisa berada dengannya?” para pengrajin yang ada di Izia tidak pernah menjual atau memberikan barang buatan mereka kepada orang lain. Bukan karena tidak boleh atau melanggar adat dan hukum mereka, namun pengrajin di Izia memiliki energi sihir unik membuat barang yang mereka ciptakan hanya bisa digunakan oleh orang yang memiliki pola energi yang sama. Walaupun ya memang, tidak perlu menggunakan sihir untuk memakai s*****a tajam. Namun di zaman seperti sekarang, tidak ada prajurit yang tidak bisa memakai sihir. Akan sangat menjadi kerugian bagi mereka bila tidak menggunakan sihir dalam setiap pertempuran. Dan sihir kaum Izia, merupakan salah satu pola sihir paling unik yang ada di Yagonia. “Air... mana Air...” Laki-laki itu menggumam sambil bergerak-gerak, namun dengan sangat kuat kali ini. Beberapa kali ia mencoba mengangkat tangannya, seperti ingin menarik sesuatu dari atas udara. Walaupun tak ada apa-apa dalam genggamannya, ia mencoba berulang kali meraih sesuatu. Para prajurit yang masih berdiri mengamatinya bingung Perintah mereka hanyalah mengantar pria ini kedalam barak pos yang berada di bagian utara izia. Disitu banyak sekali peralatan medis yang mampu merawat banyak luka luar dari prajurit itu yang masih berlumur darah di sekujur tubuhnya. Walaupun memang belum diperiksa, tetapi orang yang melihatnya akan paham bahwa dia terluka dengan sangat parah. Bagian lengan dan betis kiri yang tak terlindungi armor sepertinya bagian paling parah karena merahnya darah terlihat sangat pekat di daerah itu “Apa yang kau lakukan?, Tentu saja beri dia air! Cepat kasih pertolongan!” Prajurit Izia dengan rambut botak memberikan sekantong botolnya kepada prajurit itu, Namun alih-alih meminumnya dengan lahap, dalam sekali tegukan mencicipinya. Dia langsung membuang botol itu ke tanah mengenai rambut prajurit Izia berambut kribo. Benar-benar seperti hujan yang menyirami hutan “Heii!!! Apa kau bercanda??!!” Seru prajurit itu dengan nada tinggi. Dia mencoba melempar botol itu kembali ke arah prajurit itu kepada prajurit yang tertidur. “Apa kau sudah gila, dia ini terluka bodoh!” “Mana ada orang terluka yang tertidur mendengkur dengan mulut menganga meneteskan ludah seperti itu” Seru sang prajurit kriting. Mereka mengamati prajurit yang hendak mereka bawa itu lagi. Dan benar saja, dia tertidur terlentang dengan lengannya terbuka lebar hampir menyentuh t**i rusa dengan ujung jarinya. Dengkurannya terdengar sangat keras membuat beberapa air liur menetes di dalam baju zirahnya yang mengkilap. Menjadi sangat bau “Apakah dia benar-benar terluka” gusar prajurit dengan menggunakan ban lengan itu. Sungguh sangat aneh bila seseorang yang terluka bisa tertidur nyenyak itu. Paling tidak, ia akan tertidur dengan sedikit merintih dan menjerit menahan sakit yang ia terima. Namun bukannya rintihan, malah dengkuran yang mereka dengar “Apa jangan-jangan kawanan mereka adalah penyu-“ saat prajurit itu hendak menyelesaikan ucapannya. Tiba-tiba banyak sekali kawanan yang entah darimana, datang menghampiri mereka. Pakaian mereka terlihat sangat lusuh namun juga sangat tertutup, banyak dari mereka menutupi muka dengan masker ataupun penutup mata. Mereka sama sekali tidak mengenali kawanan itu. “Siapa kalian” dengan serius mereka bertanya. Namun tak dijawab apa-apa. Keheningan menyelimuti kawanan itu, hanya terdengar suara dengkuran dan burung kenari menyanyi dari kejauhan. Sayup-sayup terdengar kawanan itu berkata. Hampir membisik, namun bukan bisikan manusia, lebih mirip seperti ular yang berderik. Salah satu dari mereka pun mengangkat tangan mereka, menunjuk dengan jari telunjuk ke atas langit. Seperti memberi isyarat kepada yang lain. “Apa yang mau kalian lakukan! Jangan halangi jalan kami, kami mau lewat” dengan lantang prajurit Izia berbadan paling besar menyoraki mereka semua. Namun mereka sama sekali tidak menghiraukannya “Kalian boleh pergi, kami akan mengambil alih dia dari sini” pria dengan pakaian tertutup tadi membuka maskernya, terlihat mukanya normal, seperti kaum Izia yang lain. Namun para prajurit Izia tidak mengenal mereka. Karena desa mereka yang kecil, mereka pasti mengenal semua yang tinggal di dalam. Walaupun ciri-ciri muka dia sangat khas dengan kaum Izia. Tidak terbesit satu orang pun yang para prajurit itu kenal. Mereka bergerak maju dengan tenang, dan posisi tangan yang masih dilipat kebelakang. “Tidak ini tugas kami untuk membawanya sampai ke pos” Pria dengan kepala plontos itu mengeluarkan rombak dari balik punggungnya, mencegah mereka maju lebih jauh. namun sepertinya mereka tidak tersentak atau takut sedikitpun. Malahan, langkah mereka semakin cepat, berbaris rapi mencoba melingkari mereka yang berdiri berkumpul dengan prajurit yang tertidur itu di tengah-tengah melindunginya “Kami hanya ingin pria itu, kami tidak ingin melukai kalian” dari balik pinggang mereka, masing-masing mengeluarkan sepasang sabit sangat tajam yang dipegang dengan dua tangan. Para prajurit Izia itu panik, mereka kalah jumlah, walaupun mereka sangat kuat pun, masing-masing dari mereka perlu mengalahkan dua orang. Dan itu juga tidak mungkin, mereka hanya membawa tombak yang diraut menjadi sangat runcing di ujungnya, bilah-bilah kawanan itu bisa mematahkan tombak bila memang cukup kuat “Siapa kau sebenarnya”. Teriak prajurit dengan kepala kribo, namun tidak ada yang menjawab. Kawanan itu pun berhenti melangkah, mereka berhasil melingkari para prajurit Izia tanpa masalah, tak ada pemberontakan tak berarti juga dari mereka. Suasana terasa sangat mencekam, sementara prajurit Yagonia tertidur santai dengan dengkuran, para prajurit izia sedang berada dalam situasi mengerikan, tak ada jalan lain lagi bagi mereka untuk kabur “Aku kaget kau tidak mengenal kami, Bahul” Pria yang membuka maskernya itu berkata kepada Prajurit kribo. Dia pun tersentak sangat kaget. Bagaimana dia tahu namanya? Asumsinya saat ini sudahlah sangat jelas, dia pasti penduduk Hutan Izia Dengan nekat, prajurit itu meloncat dari dengan cepat memegang tombak yang ada di tangannya menyerang kawanan itu. Namun dengan mudah, seperti debu pasir yang melayang, kawanan dengan muka tertutup penutup mata itu menghindarinya. “Sudah kubilang, kami tidak ingin menyakiti kalian.” Dari belakang, kawanan itu menebas sang prajurit mengenai punggungnya hingga tersayat berdarah sangat besar. Tak ada perlawanan sedikitpun dari prajurit itu, dia langsung saja tersungkur menghadap tanah dengan muka yang penuh dengan debu.  “s****n kalian” dengan hati-hati, prajurit Izia yang lain mencoba membalas serangan rekannya yang gagal. Mereka melakukan serangan yang biasa mereka latih, bergerak maju mencoba mengecoh seperti menyerang namun salah satu rekan mereka menariknya kembali memberikan serangan yang sesungguhnya. Namun para prajurit itu bingung ingin menyerang yang mana dahulu, jumlah mereka dua kali lipat lebih banyak dari mereka. Akhirnya, salah satu prajurit Izia dengan tubuh paling besar menunjuk orang yang  membuka maskernya tadi. Mereka pun berlari bersamaan mencoba menyerangnya sesuai rencana Kawanan yang lain sama sekali tidak bergerak, Mereka hanya diam, termasuk prajurit yang membuka maskernya itu. “Berani juga kalian. Namun maafkan aku, kalian tidak seharusnya bernasib seperti ini” kata laki-laki yang membuka maskernya itu Langsung saja, mereka bergerak dengan lihai ke sana kemari mencoba mengenai laki-laki yang bergerak dengan sangat cepat itu. Namun meskipun menggunakan taktik terbaik mereka, serangan mereka sama sekali tidak mengenai pria itu. “Bahul, apakah kau masih memiliki energi sihir? Mari kita melakukan itu!” Teriak salah satu prajurit, entah sihir apa yang dimaksud, namun sepertinya sihir itu cukup berbahaya untuk mereka lakukan karena harus menggunakannya di akhir. “Tidak secepat itu, sekarang giliranku untuk menari” Belum sempat mengeluarkan apa-apa, Para kawanan itu bergerak dengan sangat cepat melukai punggung mereka masing-masing menggunakan bilah sabit. Baru kali ini para kawanan itu bergerak menyerang, gerakan mereka sangat cepat Mereka sama sekali tak sempat menghindar, tombak mereka serasa tak berguna, terjatuh berputar-putar di ujungnya yang runcing, mirip seperti gasing. Prajurit Izia berambut botak, satu-satunya prajurit yang menerima luka paling tidak parah. Hanya terkena di bagian punggung, itu pun hanya sayatan kecil seperti silet.  “Ashabahul Gartahu” Dia menapakkan kakinya ke tanah, entah apa yang ingin ia lakukan, namun benar-benar nampak seperti merapalkan sebuah mantra. Badannya yang membungkuk menatap pria yang membuka maskernya itu dengan kaji. Tak sempat melirik ke arah yang lain, kawanan yang lain berusaha mendekati pria itu dan menyerangnya. Namun pria yang membuka maskernya itu mengangkat tangannya, memberikan aba-aba. Dan seketika, kawanan yang lain tiba-tiba berhenti, tak berkutik dengan kode itu “Sudah kubilang, giliranmu sudah habis“ Pria itu mendekati prajurit Izia berkepala plontos dengan tenang dan perlahan-lahan. Namun tiba-tiba saja ZAAATTT Prajurit itu bergerak dengan sangat cepat, menyerang kawanan yang lain. Karena mereka tidak mengantisipasi serangan itu, mereka tentu saja terserang dan terpukul oleh bogeman prajurit itu dengan sangat cepat. Entah dari mana ia mendapatkan kekuatan seperti itu, tapi di sekitarnya ada aura berwarna ungu kemerahan mengitarinya. Bukan energi sihir, tetapi yang lain. Hampir separuh dari kawanan itu tergeletak. Namun tidak dalam waktu lama, kawanan yang lain akhirnya bisa beradaptasi dan menghindari setiap serangan dari prajurit Izia itu, termasuk pria yang membuka maskernya “Aku kira ilmu semacam itu sudah punah, namun ternyata masih ada. Sejak aku mempelajarinya awal-awal, aku langsung melupakannya. Itu hanya berguna untuk sementara lihat. Aku tidak akan kalah dari sihir jadul seperti itu”  Meskipun sadar dan berhasil mengenai kawanan itu, sang prajurit nampak tak sadarkan diri. Terbukti dengan nafasnya yang terhuyung-huyung dengan mata yang terbuka lebar namun hanya menampakkan sisi putihnya saja. Dia pun tidak menjawab perkataan pria yang membuka maskernya tadi. Bila ia benar-benar sadar, dia pastinya akan tersulut mendengar omongan itu “Aku tidak punya banyak waktu, aku akan mengambilnya sekarang” saat sang prajurit mencoba melompat menyerang pria itu dengan lesatan melebih kejapan mata, pria itu dengan mudah menyentuh dagunya saat badannya berada di udara. Dan alhasil, dia dengan mudah menundukkannya dengan sekali sentuhan. Tanpa sihir, teknik atau apapun. Benar-benar sangat mematikan.  “Jika kalian sekali saja mendengar kami, nasib kalian tidak akan seperti ini” jawab lirih pria itu. Ia pun menengok kebelakang, melihat para prajurit dan kawanannya yang sudah tak sadarkan diri. Tak ada rasa kasihan atau empati sedikitpun tergambar dari wajahnya. Dia malah meringis menikmati ini semua “Dan sekarang. Baroth, sang anak terkutuk, kedatanganmu kemari benar-benar membuat mereka menjadi s**l, apakah ramalan itu benar-benar nyata” pria itu menunduk mencoba berbicara dengan prajurit yang tertidur itu. Dia pun memanggil kawanannya yang tersisa menekuk tangannya ke udara untuk membantunya membawa prajurit itu entah kemana. Kawanan itu pun mengikat prajurit yang terbaring itu dengan perban seperti membawa gumpalan mayat dan mengangkut mereka di pundak mereka, meloncat di atas pohon dan melesat dengan cepat tak bersuara “Akhirnya hari ini telah datang. Aku yakin Larion pasti senang mendengar hal ini. “ pria itu pun ikut menghilang bersama kawanannya, meninggalkan semua prajurit Izia dan kawanannya yang tersisa terbaring di atas tanah tak berdaya. Baroth sang panglima Yagonia, telah diculik
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD