"Wulan," "Kubilang STOP!" Wulan menatap tajam Malik, tidak suka dengan pembahasan tentang kejadian masa lalu. Malik sama seperti abangnya Ridwan seolah menyalahkan dirinya yang tidak memiliki komitmen. Bukankah itu wajar untuk anak seusianya naksir dengan beberapa orang? Namanya juga labil, belasan tahun mana tau soal komitmen. Bahkan orang dewasa pun bis ingkar dari janji apalagi komitmen, lalu mengapa dia di perlakukan seperti penjahat? Tidak adil. Malik tertawa kecil, melirik beberapa pengunjung kafe terlihat melihat ke arah mereka dengan tatapan berbeda-beda. Sayangnya bukan Malik jika ingin peduli, perasaannya di abaikan saja dia fine fine saja walau hati hancur. "Jangan beranggapan bahwa itu tidak adil," Wulan tertegun, tatapan marah itu kini berubah menjadi pertanyaan bagaiman