Di perumahan elit terlihat lelaki setengah baya tergesa-gesa membongkar lemari seperti dikejar seseorang.
Brak!!
Suara gebrakan semakin membuatnya gelisah berdecak kesal. "Dimana sih surat-surat nya, sialan!" entah surat apa yang dia maksud, lelaki itu terus mencari membongkar semua tempat penyimpanan di rumahnya.
"Budi! Dimana lo b******n!" teriakan keras membuat tubuh lelaki bernama Budi semakin mengeluarkan keringat dingin.
"Dapat!" girang Budi setelah mendapat surat yang dicarinya. Ia pun melangkah lebar keluar dari kamar dan meringkuk takut melihat beberapa laki-laki berbadan besar berada di depannya.
"Bayar hutang lo sialan! Jangan taunya ngutang doang, giliran bayar kabur lo sialan." kata salah dari laki-laki itu.
"S-sabar bang. Elah nih surat-surat rumah sama tanah. Pada lihat sendiri kan rumah gue besar 200 juta pasti dapatlah sama tanahnya."
"Bagus. Jadi mending lo bawa keluarga lo pergi dari rumah ini secepatnya sebelum pembelinya datang."
"B-baik bang."
Mereka pun pergi meninggalkan rumah Budi, tak lama Maura selaku istri Budi terkejut melihat rumah berantakan pun mencari Budi.
"Mas, ini ada apa sih? Kamu mau kemana kok masukin baju ke tas?" tanya Maura sebelum tatapannya mengarah pada tempat penyimpanan surat-surat terbuka.
"M-mas, i-ini bukan seperti yang.. " terpotong oleh Budi yang mendorongnya ke kasur lalu berlari keluar meninggalkan Maura.
"Mas!!" Maura langsung mengejar Budi sebelum kakinya memijak kertas. Dengan tangan gemetar Maura meraih kertas tersebut dan betapa hancur lebur hatinya melihat surat perjanjian kontrak dimana tertulis bahwa anak gadis mereka akan menikah ketika umur 19 tahun dengan bos tempat dia bekerja untuk pelunasan hutang atas penipuan yang dilakukan Budi.
Air mata Maura luruh menahan sakit hati atas perlakuan suaminya. Pria b******n tak bertanggung jawab itu yang berbuat ulah tetapi mengapa harus putri kecilnya yang harus menanggung semuanya. Mulutnya kaku hanya sekedar menangis, dadanya berdenyut kencang dan ia hanya bisa terjatuh tidak sadarkan diri.
Sementara itu di gerbang depan rumah seorang gadis remaja belasan tahun berpakaian putih dan biru tua itu baru saja kembali dari sekolah, tersenyum lebar ketika menangkap sosok bapaknya keluar membawa tas besar, mengira jika keluarganya akan berlibur.
Gadis itu menahan lengan bapaknya berkata, "Bapak, kita mau.. "
"Maafkan bapak nak. Bapak janji akan kembali sebelum kamu menikah." Budi mengecup kening anaknya sebelum pergi meninggalkan luka yang mendalam yang akan terus diingat oleh sang anak.
Kebingungan nampak jelas di wajah polos gadis itu saat melihat kepergian sang bapak tanpa berniat berbalik menatapnya. Gadis itu pun berlari memasuki rumah berniat mempertanyakan apa yang terjadi namun tangisannya pecah ketika melihat sang ibu terbaring tak sadarkan diri dengan surat di tangan beliau.
"BAPAK JAHAT!! ZURA BENCI BAPAK!!"
*
*
*
*
Lima tahun kemudian…
Jreng…
"Selamat malam semuanya, kenalkan saya Azzura yang bakal menemani kalian semua selama.. selama apa hayo… "
"2 jam-an lah ya,"
"1 jam aja deh."
"Kok nawar mbaknya?"
"Harus dong say, jaman sekarang gak nawar gak bakal ada yang tertarik. Cinta ada aja di tawar, gimana waktu."
"Curhat mbak?"
"Bang Wendi," panggil Azzura pada lelaki bernama Wendi selaku manajer di kafe Viktoria tempat dia bekerja part time sebagai penyanyi lepas.
Pria itu tampak mengulurkan tangan merasa terpanggil. "Apaan?" tanya bang Wendi tertawa di meja kasir dengan menyanggah sikut.
Azzura berbalik tersenyum lebar berkata, "Mereka aja peka bang masa situ gak,"
Wendi tertawa melihat gadis itu mengedip-ngedip mata. "Dasar, udah sono nyanyi." suruhnya menggeleng kecil.
"Hehe. Oke… silahkan duduk habis itu kita seneng-seneng, bodo amat kalau jomblo mah yang penting happy hehe. " Azzura Benjamin 18 tahun seorang pelajar di SMA Wijaya, sejak kecil menyukai musik menjadikan hobi bernyanyi sebagai penghasilan untuk pengobatan sang ibu yang terbaring tak berdaya di rumah sakit dengan selang dimana-mana.
Gadis manis bermata bulat berlesung pipi tipis itu tersenyum lebar mengacungkan jempol ke belakang kala dirasa kunci senar gitarnya sudah pas. Sebelum memulai basa-basi senyumnya semakin mengembang melihat para pengunjung semakin memadati kafe tempat para kaum muda-mudi atau bersama keluarga sedang berkumpul.
Azzura tertawa dan tersenyum manis kala para begitu pengunjung kafe menyapa ataupun mengajaknya berfoto-foto sekedar kenang-kenangan
Kafe Viktoria salah satu kafe tempat Azzura bekerja sebagai penyanyi lepas. Tidak sekalipun ia merasa buruk mesti menjadikan hobinya mata pencarian selama bisa bernyanyi karena yang dia tahu bukan hanya dirinya melakukan hal itu tetapi banyak di luaran sana selama tidak mengganggu orang lain.
Dengan bernyanyi Azzura merasakan ketenangan yang hanya didapatkan dari sang ibu.
Selagi menyanyi sembari tersenyum manis terus ia umbar seakan menjadikan dirinya kuat, maka dari itu apapun yang terjadi padanya Azzura akan terus tersenyum sebagai tanda bahwa ia baik-baik saja.
Dalam benak Azzura ia berharap seseorang bisa melihat wajah yang sebenarnya di balik senyum yang selalu mereka lihat, namun sayangnya harapan itu runtuh saat orang yang dia maksud tak dapat melihat seberapa besar luka di balik senyumnya.
***
Kalimat jangan jatuh cinta bila tak ingin patah hati benar adanya tetapi mau bagaimana lagi, aku tidak dapat mencegahnya ketika sapaan Hai begitu banyak pengaruh hingga pada saat ucapan Mari memulai hubungan ini dengan status pacar bukan teman ataupun rekan kelompok begitu menggodaku untuk membuka ruang hati sebab percaya bahwa yang dia lakukan benar adanya.
Sayang seribu sayang, dia pun pergi menyisakan hal-hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa lukaku tidak sembuh melainkan bertambah bahkan lebih sakit dari sebelumnya.
***
Jreng… petikan gitar dari jari lentik Azzura mulai mengalun setelah para pengunjung duduk di tempat masing-masing.
Sekali berdehem kecil melambaikan tangan pada pengunjung kafe. "Khem.. ini khusus buat mbak yang pakai baju hitam, katanya dari suaminya mas siapa tadi.. ah, mas Kevin. Halo mas Kevin istrinya di peluk dong biar lagunya ngena, yang jomblo di mohon bersabar ya haha." Kata Azzura tertawa membuat tepukan tangan dan siulan memenuhi kafe.
"Kucinta kamu adanya
Biar gendut tidak masalah
Jangan dengarkan mereka yang tidak suka
Anggap biasa saja~~~" suara lembut Azzura mulai terdengar dan itu awal yang bagus untuk melanjutkan lagu dari Happy Asmara.
"Kucinta kamu selamanya
Sampai nanti tutup usia
Kan ku sayangi dirimu
Kan ku cintai dengan sepenuh hati.~~~"
Tak sedikit pengunjung mengikuti alunan gitar Azzura, gadis itu semakin bersemangat memetikkan gitar kesayangan hadiah dari sang ibu.
"Biar kau gendut, pipimu tembem
Ku tetap kusuka
Bodimu bulat, perutmu buncit
Ku tetap cinta padamu~~~"
Lagu pun berlanjut dan semakin meriah ketika suara suara pengunjung mengikuti nyanyian Azzura.
Di sisi lain Nayla sahabat Azzura mengantar pesanan, sesekali tersenyum ke arah Azzura sebelum senyum itu perlahan hilang melihat keberadaan ketua tim basket dari sekolahnya bersama kedua teman lelaki nya.
Azzam Wijayanto hanya cuek mengangkat bahu, mata lelaki itu fokus pada hp di tangannya tanpa ingin melihat wajah seseorang yang pernah singgah di hatinya. Mungkin sampai sekarang sayangnya berpura-pura melupakan. Namun tak bisa pungkiri bahwa suara Azzura benar-benar candu, belum lagi jika gadis itu tertawa renyah.
"Kirain siapa yang mesan, tumben pada kesini?" tanya Nayla begitu tiba di meja paling pojok dimana mantan pacar Azzura duduk.
"Habis main tadi, makanya mampir."
Bukan Azzam yang menjawab melainkan kekasihnya sendiri Delon. Di samping Delon ada Malik yang juga sibuk dengan game di hpnya.
"Habis ini mau langsung pulang atau gimana?" tanya Nayla lagi.
"Kamu pulang bareng aku ya?" bukan menjawab Delon balik bertanya.
"Tanya bang Wendi dulu."
Kebetulan Wendi selaku manajer sekaligus pemilik kafe adalah kakak dari Nayla jadi Azzura sedikit nyaman di sana tidak seperti kafe-kafe lain.
"Sipp."
"Ya udah aku balik dulu."
Nayla pun meninggalkan mereka, sementara Malik menghentikan gamenya dan mulai fokus pada Azzura di depan sana. Petikan gitar dan suara gadis itu sama sekali tidak pernah berubah malah semakin merdu dan kuat.
"Gak mau liat dia? Lagian gue heran deh, kalian kok bisa putus sih? Gak mungkin dong lo atau dia punya orang lain? Secara yang gue tau temen dia cuma Nayla sama nih orang." Malik menunjuk Delon sambil meluruskan tempat duduknya menoleh ke arah kanan dimana Azzam duduk.
"Udah gak ada rasa." jawab Azzam Enteng. Seenak jidat emang, siapapun mendengarnya pasti kesal seperti Delon namun ia lebih memilih menahan diri untuk diam saja.
"Cih, gak percaya gue." ujar Malik tersenyum remeh meraih sedotan mengaduk-aduk minumannya.
"Sama." timpal Delon keduanya tertawa kecil. Delon kembali melanjutkan, "Perasaan lo ataupun dia masih tetap stuck tapi milih mendem. Sakit loh kalau gitu terus."
Azzam terkekeh sinis mendengarnya.
Sakit? Benarkah? Tapi buktinya gadis di sana malah senyum tuh seolah tidak menyesal mereka putus. Jadi apa salah jika ia berpikir kalau hanya dia yang merasa terluka atas keputusannya. Hhh… padahal ia rindu.
"Delon bener bro, harus nya lo pertimbangin dulu sebelum mengambil keputusan. Setahun pacaran, masa mau lulus malah putus. Lo tau kan, Azzura dikenal sebagai romantic girl dan gue juga liat selama kalian pacaran dia malahan sweet banget jadi masalahnya dimana?" tanya Malik menyeruput boba miliknya setelah mengeluarkan pendapatnya tentang hubungan sahabatnya.
"Apa karena Wulan udah balik?"
"Uhuk… uhuk.. sshh.. " Malik tersedak mendengar pertanyaan tiba-tiba Delon.
Azzam bergeming menghela nafas. "Gue putus gak ada hubungannya sama Wulan atau siapapun, ya kita emang udah gak ada rasa lagi. Lagian gue juga risih kali pacaran sama orang b**o kayak dia. Percuma cantik, romantis kalau bodoh mah buat apa." kata Azzam sekali lagi mengatakan sesuatu yang menyakitkan tanpa merasa bersalah sedikitpun, matanya memandang Azzura lurus.
Malik diam, tapi tidak dengan Delon. Lelaki itu diam-diam mengepalkan tangan, bagaimanapun Azzura sahabatnya juga dan dia tau seperti apa gadis itu walau sedikit tertutup.
"Boleh gak sih gue nyesel nembak dia?" tanya Azzam polos.
Deg!!
Sontak Delon berdiri dengan seruan, "b******k lo bro. Jadi intinya lo malu pacaran sama Azzura. Kenapa baru sekarang setelah satu tahun bersama? Apa seorang Azzam Wijayanto sang kapten basket sekaligus siswa paling pintar seantero sekolah lupa sama semua ucapannya sebelum mengambil langkah buat jadiin dia pacar? Kalau emang iya, Ternyata dia benar. " Katanya hendak berlalu pergi, dia tidak mau mulut pedas Azzam mereka jadi bertengkar namun Azzam lebih dulu menahan lengan ingin meminta penjelasan tentang kalimat yang terakhir.
"Dia benar soal apa tentang gue? Lo aja sahabat dia gak dianggap apalagi gue yang… "
"Benar soal lo gak bisa lihat sesuatu di balik senyum dia." sela Delon menepis tangan Azzam keras. Ia tersenyum remeh memasukkan tangan di saku celana olahraga, niatnya nggak mau menyulut emosi Azzam tapi sepertinya sudah terlanjur jadi ayo katakan semuanya.
Azzam tidak tinggal diam langsung berdiri maju selangkah lebih dekat dengan Delon, melihat itu Malik segera menahan Azzam agar tidak berbuat bodoh di sana.
"Jangan bodoh, dia cuman lakuin… " sialnya Delon kembali berseru menyela Malik, lelaki itu sampai mengumpat dalam hati karenanya.
"Dia benar kalau siapapun hanya bisa menilai seseorang dari luar. Bro ingat, senyum bukan berarti hatinya senang. Lo minta sama dia buat selalu ada buat lo. Lo minta dia buat selalu senyum ketika bersama lo. Lo minta segala yang dia bisa buat kalian tetap bersama sedangkan lo, lo lupa ngasih dia ruang bahkan lo gak pernah ngebiarin senyum itu hilang. Karena apa, karena mata lo buta. Orang pake masker aja bisa tuh fake smile, masa dia hanya senyum polos lo gak bisa melihat apapun di balik senyumnya? Ya, dulu gue emang pernah ngomong kalau senyum dia segalanya tapi bukan berarti lo egois. Cih, gue keluar dari tim. " kata Delon memutuskan untuk keluar dari tim basket entah itu benar-benar adanya atau hanya emosi sesaat namun tetap saja itu membuat Malik dan Azzam terdiam.
"Aku tak habis pikir
Salahku itu apa
Tanpa sebab kau tinggalkan
Diriku begitu saja
Tak pernah ku menduga
Tak pernah ku curiga
Dan tak pernah ku menyangka
Ternyata engkau mendua
Jika dia bisa
Membuatmu bahagia
Walau hatiku terluka
Aku rela~~~"
Nyanyian Azzura seolah menggambarkan perasaannya mengalihkan perhatian seorang Azzam, sampai tanpa sengaja manik mata tajam miliknya bertemu pandang manik mata sendu gadis itu.
Azzura memiringkan kepalanya tersenyum manis padanya. "Hai."
DEG!!
Azzam memang nggak denger tapi dia bisa melihat dari gerakan mulut jika Azzura menyapanya.