Satu Tangkai Mawar Hitam

1248 Words
"Kamu yakin ke rumah calon istri nggak bawa apa-apa begini?" tanya Arka, mobil mewah itu terus melaju di jalanan kota yang mulai padat. "Harus gitu aku membawa sesuatu lagi buat si gadis burik itu?" Kenzo melirik sekilas ke arah asistennya itu dengan kening yang berkerut. "Ya harus lah, biar romantis bro. Ah kamu mah tidak bisa bersikap manis sedikit, setidaknya tinggalkan kesan yang baik sekalipun kamu nggak setuju setuju amat dengan perjodohan ini." Pesan Arka. "Halah sok bijak sekali. Lah aku kurang romantis apa lagi, barang yang sudah aku kirimkan saja pasti sudah membuat rumah si burik itu penuh sesak. Nah sekarang lu mau nambahin suruh aku bawa bunga?" protes Kenzo dengan wajah kesalnya. "Haduh bayangin bocah itu saja aku sudah malas, langsung merubah mood ku." Lanjutnya membatin. "Ya sudah terserah kamu lah. Yang jelas mampir dulu ke toko bunga langganan aku yang ada di depan sana!" paksa Arka. Benar saja setelah beberapa meter mobil itu berjalan tepat ada toko bunga di sana dan bisa-bisanya Kenzo juga tetap patuh pada perintah Arka. Mobil itu pun berhenti di pinggir jalan besar itu tepat di depan pintu masuk toko bunga itu. "Kamu saja yang masuk sendiri, aku tunggu di mobil!" Pesan Kenzo. "Siap bos." Tanpa menunggu lama Arka pun bergegas turun dengan wajah riang gembira. "Eh tunggu, beli satu tangkai mawar saja bila perlu kamu ambil mawar yang warna hitam!" Pesan Kenzo sebelum Arka menutup pintu lalu pergi dan mengacuhkan pesan bosnya itu. Setelah setengah jam menunggu di dalam mobil Arka pun kembali dnegan satu tangkai mawar merah di tangan kanannya. "Kamu ngapain sih di dalam, beli satu tangkai mawar saja sampai setengah jam baru keluar?" Protes Kenzo dengan wajah kesalnya namun terlihat semakin tampan. Namun dengan santainya Arka malah mengacuhkan bosnya itu. "Sudah ayo jalan yang penting kan sekarang aku sudah kembali." Perintahnya dengan satu kedipan mata. "Dasar asisten sialan." Gerutu Kenzo. Namun Arka hanya cekikikan dalam hati merasa menang telah membuat bos labilnya itu merasa kesal. "Emang enak nunggu lama. Sesekali kamu yang menungguku lah." Batin Arka. ***** Setelah setengah jam lebih dua pria itu berkutat dengan barang-barang yang mereka bawa akhirnya semua barang sudah terkumpul dan menumpuk di ruang depan rumah gadis berponi Dora itu. "Kami sudah selesai nona, semua barang sudah kami turunkan. Kalau begitu kami pamit dulu!" Ucap pria berseragam biru yang belum memperkenalkan diri itu. "Oh ya terimakasih banyak mas. Nggak minum dulu mas?" Ucap Jelita seraya menundukkan sedikit kepalanya. "Tidak usah nona, terimakasih banyak kami harus segera kembali." Tolak mereka dengan sopan dan dua pria itu pun pergi dan Jelita hanya melihatnya dari pintu yang terbuka itu, kini seisi ruangannya penuh dengan semua barang tadi. "Apa aku harus membukanya sekarang?" tanya Jelita pada dirinya sendiri. "Ya Allah ini barang kok banyak sekali nak? Ini semua buat kamu?" Rukyah yang mengintip dari balik gorden kusam yang menjadi penutup ruangan kecil itu dengan dapurnya benar-benar terkejut melihat pemandangan yang ada di hadapannya. "Eh ibu, ya Bu. Tapi Lita belum tau siapa yang ngirim ini semua dan isinya apaan." Jawab Lita seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya siapa lagi yang kirim barang-barang itu kalau bukan calon suami mu." Celetuk Kusman dari belakang tubuh istrinya. "Astaga ya ya bapak benar pasti si pria seram itu yang mengirim ini semua. Emm berarti dia baik juga ya." Pekik Jelita yang langsung teringat dengan pria yang di jodohkan dengannya. "Lita jadi penasaran sebenarnya apa pekerjaan mas bertato itu sampai bisa mengirimkan barang sebanyak ini?" Gumam Jelita lagi mulai penasaran. "Alhamdulillah ternyata nak Kenzo baik banget ya, apa kan ibu bilang dia pria yang baik." Tambah Rukyah. "Sudah nanti juga kamu tau sendiri setelah tinggal bersamanya!" Saut sang bapak yang tak menjawab rasa penasaran putrinya karena dia sendiri juga tak tahu pekerjaan calon menantunya. "Lah nggak bisa gitu dong pak, kalau ternyata semua barang ini hasil perampokan gimana? Tampangnya dia saja sudah seperti bos mafia seram begitu ya kita juga patut curiga kan?" Jelita mulai mengeluarkan pikiran negatifnya. "Bener bener sudah ini anak, asal aja kalau ngomong. Keluarga pak Putra itu keluarga baik-baik dan juga keluarga terhormat. Mereka dulunya sama kayak kita hidupnya susah, hanya saja Tuhan mempercepat aliran rezeki dan keberuntungan untuk mereka." Tutur Kusman dengan mata melotot ke arah putri tunggalny itu. "Tau ini anak bukannya bersyukur malah ngomong yang aneh-aneh. Sudah kamu lebih baik nanti berterimakasih sama nak Kenzo atas pemberiannya ketika ia datang. Dan hentikan pikiran buruk mu itu." Tutur Rukyah dengan senyum mengembang dan wajah bahagianya. "Kalau begitu kamu buka saja langsung nak, ibu juga pingin lihat dia kasi kamu apa saja sampai segini banyaknya. Apa perlu ibu bantu?" Lanjut Rukyah menawarkan diri. "Berarti keluarga kita terlambat nerima keberuntungan ya, atau jangan-jangan kita kehabisan tiket keberuntungan itu Pak Bu." Celetuk Jelita lagi dengan wajah sedihnya. "Tidak perlu Bu, biarkan saja ia membukanya sendiri. Ayo ibu temani bapak makan saja, sudah lapar ini! Biarkan saja ini anak ngoceh sendiri, lama-lama bikin tensi naik saja ngomong sama ini anak." Sergah Kusman dan menarik lengan istrinya. "Ya elah pak kan Lita cuma becanda. Gitu saja marah." Seru Jelita. Sementara Jelita hanya bisa menatap orang tuanya yang menghilang di balik gorden itu. Gadis itu menarik nafasnya dalam. "Tapi dia sebenarnya tampan juga sih, mana sebaik ini lagi. Haduh kan aku jadi meleleh." Gumam Jelita lagi namun secepat kilat juga tiba-tiba ia berubah dari yang tadinya senyum-senyum langsung geleng-geleng kepala, "tiidak, tidak, tidak seharusnya tadi aku tidak berucap seperti itu, bukan kah aku menolak perjodohan ini sebelumnya? Masa sekarang baru dapat hadiah segini banyak sudah langsung gembira sih." Jelita merutuki dirinya sendiri. "Tapi kalau nggak di buka mau sampai kapan ruangan ini di biarkan seperti gudang ekspedisi begini?" Lanjutnya lagi. "Ya sudah lah buka saja dulu. Nanti kalau ada tamu kan bahaya juga diliat barang segini banyak." Jelita lagi-lagi berbicara sendiri. Ia pun mulai membuka secara asal kotak-kotak maupun paper bag itu secara acak satu persatu, mana yang ada di dekatnya itu yang akan ia ambil untuk di buka dan menyisihkan isi serta memisahkan bungkusnya ke satu tempat tepat di pojokan meja televisi. Jelita hanya bisa melebarkan dua mata indahnya setiap kali ia mengeluarkan isi dari kotak dan paper bag itu. Baru terhitung sepuluh barang yang ia bukan dan isinya sungguh menakjubkan. Ada Sendal, flat shoes, heels dengan model yang cantik dan juga beberapa merek parfum yang sangat enak wanginya. Hanya saja yang ia heran kan ukurannya kok bisa pas dengan ukuran kakinya. "Kok bisa pas begini ya semua ukuran sepatunya? Wah sehebat itu kah si Kenzo itu sampai sudah tau ukuran kaki ku?" Gumamnya memuji, tak disadari senyum indah pun mengembang di wajah nya yang masih polos itu. Jelita kembali memasukkan sepatu dan sendalnya ke dalam kotak, begitu juga dengan parfum-parfum itu lalu menyusunnya dan membawanya ke kamar terlebih dahulu. Sementara bungkusan kain yang tak diperlukan ia remas-remas agar ukurannya menjadi lebih kecil mengambilkannya sebuah karung dan memasukkannya ke dalam karung itu. Setengah jam telah berlalu dan ia sudah berhasil membuka setengah barang yang memenuhi ruangannya itu. Semua isinya di luar dugaan pakaian dan berbagai macam kosmetik serta skincare bahkan ada juga perhiasan yang begitu indah ia dapatkan di sana. Kesemuanya itu terlihat begitu mewah dan pastinya harganya tidak lah murah, ya itu tebakan Jelita. Tak henti-hentinya ia memekik kegirangan dalam hati menerima semua hadiah berharga itu. "Dapat barang segini banyak bisa-bisa aku buka toko di rumah ini!" Gumam Jelita. "Jangan pernah berpikir untuk menjual barang yang sudah aku berikan!" Suara bariton itu terdengar nyaring di telinga gadis itu yang langsung membuatnya terdiam mematung dengan wajahnya yang berubah pucat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD