9. Leon cemburu?

2341 Words
"Di mana Klarybel?" tanya Leon kepada Jo. Pria itu yang duluan Leon temukan, berada di teras kolam renang, sedang membaca buku sambil menikmati kopi hangat. Sementara Gema tidak ditemukan di mana-mana. "Kenapa dia tidak berada di kamarnya?" Tidak lucu jika Klarybel sudah berangkat kerja padahal baru semalam dia kurang sehat, badannya pun sempat panas. Apalagi kandungan Klarybel masih muda sekali, kalau kata dokter kemarin rentan keguguran. "Di rumah peternakan, Tuan. Nona Klary ditemani Gema sejak tadi siang, sementara saya memilih pulang duluan untuk membersihkan kolam Xio. Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Tatapan Leon memicing. "Apa dia menunggangi Marvel?" "Selama saya di mana menemaninya, Nona Klary sama sekali tidak menunggangi Marvel, dia kelihatan tidak bersemangat. Nona Klary hanya membersihkan Marvel, memberi makan, dan mengajak dia berjemur. Tapi tidak tahu jika sore ini ya, Tuan. Soalnya saya belum kembali ke sana. Kalau pun menunggangi Marvel, paling Nona Klary bermain sekitaran rumah peternakan, tidak pergi ke kota." "Sialan!" umpat Leon tiba-tiba, kemudian segera beranjak dari sana menuju rumah peternakan. Langkah kakinya terlihat buru-buru sekali, dengan rahang mengetat dan tatapan menggelap. Leon marah, karena Klarybel tidak memerhatikan kandungannya. Awas saja jika menunggangi Marvel! "Selamat sore, Tuan. Buru-buru sekali, mau ke mana?" tanya salah seorang penjaga keamanan di kediaman Wilbert. Dia terlihat ramah dan sopan, sering mengajak Klarybel mengobrol juga sembari berkeliling melihat situasi wilayah kediaman mereka. "Ke rumah peternakan. Lain kali jangan izinkan Klarybel keluar rumah, apalagi untuk menunggangi Marvel. Itu berbahaya untuknya!" Pria bernama Hekan itu mengernyit kebingungan. "Kenapa, Tuan Leon? Bukankah selama ini kita tahu jika Nona Klary memang sering bermain dengan Marvel? Nona tidak akan jatuh saat menungganginya, dia sudah terbiasa melakukannya sejak kecil. Seperti menjadi makanan sehari-hari Nona Klary, mudah untuknya menaklukkan gerakan kuda." Leon mendesah sebal. "Pokoknya turuti saja perintah saya. Keadaannya sedang tidak memungkinkan untuk menunggangi Marvel!" Setelah itu Leon langsung beranjak, terlihat marah dan tidak bersahabat. Hekan hanya menghela napas, mengangguk paham. Apa pun yang Tuannya inginkan, semaksimal mungkin akan dia lakukan. Apalagi jika alasannya untuk kebaikan Nona Klarybel. Dari kejauhan, Gema sudah memberitahu Klarybel jika Leon melangkah ke arah mereka. Tapi Klarybel tidak peduli, dia tetap sibuk memakan strawberry di atas pohon. Tidak terlalu tinggi, makanya Klarybel mudah memanjat batangnya. Sementara Gema hanya setia menunggu di bawah bersama Marvel--duduk di sebuah ayunan, sampai bosan dan mengantuk karena Klarybel tidak berniat turun sejak dua jam yang lalu. Dia nyaman berada di atas, apalagi angin berembus cukup kencang menerpa setiap helaian surainya. Terasa segar, Klarybel berniat akan membuat rumah pohon setelah ini. Agar dia dapat melakukan banyak hal di sana. "Nona Klary, Tuan Leon datang. Dia akan marah jika melihat Nona memanjat, apalagi terakhir kali Nona Klary melakukannya sampai jatuh dan terkilir. Ayo turun sebelum di seret Tuan Leon sampai ke rumah." "Aku nggak peduli!" katanya menaikkan bahu, masih bersandar pada batang paling besar, menghabiskan satu wadah strawberrynya. "Klary, apa-apaan kamu!" Leon datang dengan nada tinggi, menatap Gema sama kesalnya. "Kenapa kamu biarkan dia memanjat pohon? Jika dia jatuh, kamu mau menggantikan posisinya begitu? Benar-benar tidak becus!" omelnya tanpa sadar saking marahnya melihat keadaan Klarybel begini. Nampak mengerikan. Sekali saja Klarybel jatuh ke bawah, habis sudah semuanya. Wanita itu akan keguguran saat itu juga. "Jangan dengarkan dia, Gema. Anggap angin lewat, omongannya nggak berarti apa pun bagiku!" Leon mengambil kursi kayu yang ada di sana, berusaha membantu Klarybel turun tanpa harus melompat dan terjatuh. "Turun, Klary. Jangan membuatku lebih marah dari ini. Jangan keras kepala, atau mau kupukul akal sehat kamu biar lebih masuk akal sedikit dalam bersikap? Ayo, turun. Nggak usah mau menyaingi monyet kamu!" Menarik tangan Klarybel, kemudian memegangi pinggang wanita itu hingga dia memekik tidak mau turun dengan cara dipaksa. "Menyebalkan!" Klarybel mendorong Leon, membuat pria itu melototkan matanya. Padahal Leon baru saja menolong Klarybel dan janin dalam kandungannya. "Ayo, Gema, kita pulang. Masukkan Marvel ke dalam kandang. Aku tunggu sembari membereskan barang." "Tidak perlu, biarkan Gema yang melakukan semuanya!" Leon mencekal pergelangan Klarybel, lalu menyeretnya pulang dengan sedikit memaksa. "Klary, jangan buat aku marah!" Setelah itu tubuh Klarybel melayang, Leon menggendongnya dengan beberapa kali memukul bokongg Klarybel. "Malu diliat orang, Leon. Kamu emang senang mempermalukanku!" Kemudian menggigit tengkuk Leon yang berhasil membuatnya turun dari gendongan Leon. Klarybel bukan karung beras, benar-benar menjengkelkan! "Mampus!" Setelah itu Klarybel berlarian kecil memasuki kediaman mereka, membiarkan Leon kesakitan. Mungkin bekas gigikan Klarybel akan menimbulkan kemerahan, dia menggigit kasar layaknya vampir yang kehausan darah manusia. Bukan salah Klarybel, Leon sendiri yang memulai pertengkaran ini. "Bibi Giona, tolong siapkan kwetiau bumbu geprek ya, pakai ayam krispi gepuk. Aku pengen makan sehabis mandi nanti." "Baik, Nona Klary. Kalau Tuan Leon katanya mau makan menu apa, Nona?" "Siapkan Ayam geprek aja, biar bumbunya sekalian dibikin bareng aku. Dia makan pakai nasi hangat kayak biasanya. Siapin jus wortel, aku juga pengin." "Bukannya Nona Klary tidak senang minum jus wortel? Nanti mual, Nona." Seingat Bibi Giona, hanya Leon yang menyukai jus wortel, sementara Klarybel tidak sama sekali. Dia pernah hampir muntah saat mencobanya, tidak terlalu suka meski sudah ditambahkan susuu vanila yang banyak. "Aku pengin, nggak tahu kenapa. Kepikiran dari tadi. Sudah dulu, Bi, aku mau ke kamar sebelum Leon mengejarku!" Cepat-cepat naik ke lantai dua, berniat mengunci pintu sebelum Leon datang dan memulai pertengkaran baru. Namun ternyata, Leon duluan menghalangi pintu dengan kakinya. Dia masuk dengan sedikit kasar, membuat Klarybel berdecak murka. Dia selalu kalah jika beradu kecerdasan dengan Leon, pria itu bisa membaca setiap gerakannya--kendati waktu itu sempat kecolongan hingga membolongi lengan Leon. "Lain kali jangan lagi memanjat pohon, Klarybel. Kamu mendengarnya kan?" "Kenapa kamu jadi perhatian sama aku? Biasanya kamu nggak pernah peduli mau apa pun yang aku lakuin, termasuk bunuh diri atas pesakitan yang kamu bikin. Oh ... kamu merasa punya hati gara-gara bayi ini? Hem, baguslah. Dia juga darah daging kamu, kelewatan jahat kalau sampai kamu nggak mikirin perasaan dia. Masih berbentuk gumpalan darah, jangan kamu kasih dia rasa sakit yang melampaui batas. Nanti giliran dibenci sama dia kamu nangis. Percuma nyesal kalau udah terlambat, Leon. Hati aku buatan manusia, nggak ada maaf buat kamu kalau kesabaranku sudah habis." Klarybel memang tidak selembut Alesha, perpaduan dua manusia yang sangat berbeda. Klarybel adalah keturunan Devano. Bukan hanya mirip rupanya, tapi juga sifat dan sikapnya. Mereka seperti pinang dibelah dua. "Biasa saja. Aku lagi nggak mencemaskan siapa pun!" Klarybel tersenyum miring. "Oke. Terserah kamu aja, Leon. Aku capek banget. Lagi nggak kepengen berantem." Meninggalkan pria itu, memasuki kamar mandi. Akan ada saatnya Klarybel banyak diam dan mengabaikan Leon, saat itulah dunia mereka terasa berbeda. Leon akan kehilangan Klarybel. Mungkinkah? "Aneh. Harusnya dia muntah dan pusing saat hamil, kenapa malah tetap galak dan aktif sekali? Dia benar-benar salah seorang wanita paling santai sejak dulu, seperti tidak memiliki beban hidup!" Leon menghempaskan tubuhnya ke kasur, tengkurap di sana merasakan pegal pada tubuhnya. Luka cakaran Chika masih berasa perih saat kena keringat, tapi lumayan cepat proses sembuhnya. **** "Mau ke mana lagi, Klary?" Leon mengernyit bingung melihat Klarybel bersiap. Baru saja pulang ke rumah, kenapa malah berniat keluar lagi? Tidakkah wanita itu merasa lelah walau sedikit saja? Klarybel tidak menyahuti, sampai Leon gemas dan menarik pinggangnya hingga kini mereka berhadapan dalam jarak yang dekat. "Lepasin, Leon!" Memukul dadanyaa, menolak saling berdekatan dan bersentuhan. "Aku jijik sama kamu, jangan mendekatiku sampai aku benar-benar bisa ikhlas dengan kelakuan kamu kemarin!" "Kamu terlalu bodohh atau pura-pura tidak tahu?" "Bodohh. Andai aku pinter, aku nggak mungkin bertahan di rumah ini padahal kamu udah nggak suka aku. Tunggu aja, pasti ada waktunya kita bubar." "Pantas saja tidak bisa membedakan mana cakaran kucing dan cakaran manusia. Lain kali isi kepala kamu jangan ditaruh dilutut, kesian tidak berfungsi dengan semestinya." Leon menaikkan bahu, membiarkan Klarybel merasa kaget dan merutuki kebodohannya sendiri. Klarybel malu, lalu meninju dadaa Leon tanpa perasaan. "Meski aku melakukannya, itu bukan hal kamu melarangku kan? Hubungan kita tidak baik, aku memiliki napsu pada wanita lain." Bibir Klarybel bergetar. Baru saja dia dibuat lega dengan pengakuan Leon, tapi kembali dihempaskan dengan kalimat sialannya. "Aku akan melakukannya juga dengan pria lain. Persetann dengan siapa pun yang akan bersedih setelah ini, aku pengin hubungan kita benar-benar seperti di neraka. Sampai kamu merasa kisah kita selesai, maka itulah endingnya. Minggir, aku mau pergi!" Menepis lengan Leon, lalu melangkah lebar keluar dari ruang pakaian. Klarybel mengenakan heels, bajunya juga begitu rapi. Entah dia mau ke mana dan menghabiskan waktu dengan siapa. "Mau ke mana, Klary? Setelah ini aku nggak ngebolehin kamu keluar sembarangan kecuali untuk urusan kerja. Diam di rumah saja, atau main ke wilayah peternakan." "Aku nggak mau. Kamu juga nggak berhak membatasi pergerakan aku!" Mengambil tas dan mengenakan jam tangannya. Wanita itu terlampau wangi, aroma parfumnya begitu memikat. Leon adalah orang pertama yang jatuh cinta pada aroma tubuh Klarybel. Memabukkan, manis dan segar perpaduan yang sangat pas. "Leon, buka pintunya!" bentak Klarybel saat tahu pintu sudah dikunci. "Mau ke mana?" "Mau jalan-jalan." "Tidak jika hanya untuk bersenang-senang. Di rumah saja, jangan menemui pria mana pun. Aku tahu kamu akan menemui penjual bunga itu kan?" Klarybel memicingkan matanya. "Mario lebih baik daripada kamu. Tunggu sampai aku jatuh cinta padanya, akan kutinggalkan kamu!" Tersenyum miring, sebelum akhirnya tubuh Klarybel terhempas ke sofa. Leon mendorongnya secara tiba-tiba. "Nggak terima dengan ucapanku, huh? Kenapa? Kamu kan nggak cinta aku. Terserah aku mau bagaimana, apa urusannya dengan kamu?" "Kamu hanya boleh menurut dan mendengarkan ucapanku, Klary. Berani-beraninya bersikap songong!" "Kalau aku nggak mau?" Leon lupa jika Klarybel begitu keras kepala dan tidak bisa dijadikan teman saat sedang murka. "Diam di rumah saja, Klary. Kenapa ngeyel banget kalau dibilangi." "Kamu cemburu?" "Tentu saja tidak. Apa kamu sudah gilaa?" "Tapi kamu menghamiliku, melarangku berteman dengan pria lain. Kamu tahu aku bucin, tapi bukan berarti aku nggak bisa membuka hati setelah lama kamu sakiti begini. Siapa yang nggak menginginkan aku? Hanya orang sintingg, kamu salah satunya!" Leon tidak lagi menyahuti, tetap tidak menuruti kemauan Klarybel meski wanita itu mengajaknya perang senjata. Leon tidak sengaja melihat pesan masuk di layar ponsel Klarybel, dari Mario di pedagang bunga. "Istirahat, Klary. Kamu sedang hamil." "Aku tidak lelah, perutku masih kecil. Terserahku mau ke mana." "Aku tidak mau berdebat lagi. Hubungi si pedagang bunga itu, katakan kalau kamu tidak diizinkan keluar." "Aku bukan anak kecil." "Kamu wanita gilaa yang sering membuat saya marah." "Dan kamu mau saja menikahi orang gilaa ini! Dasar nggak waras." Leon menaikkan bahunya, cuek. Seharusnya sama-sama tidak waras jangan saling menghujat, kan? "Aku pengen makan kerak telor, Leon. Setidaknya ajak aku keluar malam ini. Mungkin bawaan bayinya." "Kamu baru saja makan tadi, Klary. Jangan bercanda." "Aku lelah berantem dan berteriak. Kalau kamu nggak mau, tolong minta belikan Gema saja. Aku nggak bisa tidur sebelum memakannya. Carikan!" Leon menghela napas kasar. "Cepat!" Dia meraih kunci mobilnya, tidak berniat mengganti pakaian. Hanya mengenakan celana hitam panjang dan kaos senada. "Lepas heels kamu, ganti dengan flat shoes saja. Mau cari kerak telor saja kayak mau rapat dengan pihak agensi. Benar-benar tidak sehat!" gerutu Leon saking murkanya. Mungkinkah keanehan Klarybel kali ini dipengaruhi hormon kehamilan juga? "Kapan aku boleh memberitahu Daddy dan Mommy tentang kehamilan ini? Kenapa kamu melarangku terus!" "Kamu saja belum memeriksanya, itu hanya perkiraan dokter. Dia bukan dokter kandungan, bisa saja salah periksa." "Kamu pikir Dokter Lee sebodoh itu? Dia hanya tidak bisa memperkirakan usia janin, tapi kalau soal kehamilannya emang benar. A-aku juga sudah nggak menstruasii sejak dua setengah bulan lalu." Leon tidak lagi menyahuti, melajukan mobil dengan santai. "Di mana penjualnya?" Setelah lama saling diam, akhirnya Leon kembali membuka suara. "Nggak tahu, cari saja." "Klary, jangan bercanda. Aku nggak pernah makan kerak telor, nggak pernah tahu juga di mana penjualnya. Kamu kira aku bersahabat dengan para penjual kerak telor?" Merasa Klarybel merajuk, akhirnya Leon menghubungi Nando. Bertanya pada pria itu dan diberikan beberapa pilihan tempat. Kota tua, monas, taman mini, atau lapangan banteng. "Ke lapangan banteng aja. Aku mau jalan-jalan ke sana." "Setelah ini jangan banyak mau lagi. Aku nggak bisa memenuhinya setiap saat." "Terserah kamu. Nggak nyangka kamu bakal gagal juga jadi seorang Ayah, Leon. Mimpi ap aku semalam bisa memiliki suami sekejam kamu!" Setelah itu diam, Klarybel memejamkan matanya dengan helaan napas beraturan. Teramat lelah dan jengah dengan keadaan di antara mereka. Setibanya di lapangan banteng, Leon memegangi pinggang Klarybel. Membawa wanita itu mencari pedagang kerak telor yang katanya pasti ada jualan di sana. Ada banyak sekali orang di lapangan tersebut, Leon takut ada orang jahat yang berniat menyakiti dan membahayakan Klarybel. "Kerak telor itu yang seperti apa, Klary? Aku nggak pernah tahu." "Sebelah sana, itu wanginya udah keciuman dari sini." Leon baru menyadari jika rok yang Klarybel gunakan begitu pendek. Beberapa pasang mata lelaki salah fokus pada kaki jenjang Klarybel yang putih dan bersih. "Lain kali pakai celana saja. Kamu sengaja mau menjadi pusat perhatian orang-orang? Sejak tadi mereka memandangi kamu!" "Leon, nggak lucu kalau kita berantem di sini gara-gara aku pakai rok. Biasanya kamu nggak pernah peduli dengan pakaian aku." "Lain kali nggak usah. Jangan ganjen, kamu lagi hamil. Siapa yang kepengen sama kamu?" "Terus kenapa kamu marah kalau emang mereka nggak suka sama aku? Harusnya kamu biasa aja." Bukannya diam, Leon malah memukul b****g Klarybel saking kesalnya. "Sakit, ih. Malu kalau ada yang liat!" "Akan kugunting kalau kamu memakainya keluar lagi kayak gini." "Terserah kamu aja, Leon. Aku udah nggak ngerti sama jalan pikir kamu." Leon menyuruh Klarybel duduk, memesan kerak telor yang diinginkan. "Kenapa dimasaknya kayak gitu? Kok aneh." "Bisa diam, Leon? Sejak tadi kamu banyak tanya, mau cosplay jadi dora? Biasa aja liatnya, jangan kampungan dong!" Klarybel keheranan melihat sikap Leon, dia seperti kaget melihat pembuatan salah satu makanan khas Jakarta satu ini. Ke mana saja Leon hingga tidak pernah mencicipinya? "Awas saja kalau nggak dimakan, aku jejalkan ke mulut kamu. Nyarinya buat emosi!" "Hanya kamu yang sensian, aku biasa aja." "Lain kali pakai sarung kalau keluar, kamu emang sengaja tebar pesona." Klarybel memilih diam saja, malas menatap dan menyahuti ucapan tidak masuk akal Leon. Entah apa yang ada dalam pikirannya, Leon seperti menunjukkan tanda kepemilikan atas diri Klarybel, tapi tidak mau dibilang cinta dan menyayanginya. Lihat saja jika Klarybel sampai bersama pria lain, Leon akan seperti cacing kepanasan! "Bisa jauhin tangan kamu dari pahaku, Leon? Aku risih!" "Nggak usah protes!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD