Bab 1. Petaka Satu Malam

1107 Words
"Berhenti mencium dan menyentuhku!" teriak Mentari sembari mendorong tubuh Arka menjauh darinya. Arka yang baru didorong terhuyung menjauh sedikit. Namun, setelah itu ia kembali mendekat dan memburu Mentari. Dengan langkah agak sempoyongan, Arka yang terpengaruh alkohol itu terus berusaha mendekati Mentari. "Mendekatlah dan jangan lari!" ujar Arka. "Sadar, Kak! Aku Mentari! Calon adik iparmu!" Mentari terus berusaha menghindar. Kejadian mengejutkan dan meresahkan di malam itu masih berlangsung. Mentari tidak pernah menyangka jika calon kakak iparnya yang seharusnya melindunginya itu, justru menyerangnya malam ini. Mentari hanya menumpang di rumah Arka karena Edo—tunangannya, menitipkan Mentari pada kakaknya. Selama ini, Mentari menilai Arka adalah orang baik. Menjaga dan melindunginya. Kecuali malam ini. Malam ini Arka benar-benar berbeda seperti biasanya. Mentari mencium aroma alkohol yang sangat pekat dari tubuh Arka. Pasti Arka sedang mabuk berat hari ini. Tadi saat Mentari baru membuka pintu kamarnya, tiba-tiba Arka yang berdiri di hadapannya itu langsung memeluk dan tidak mau melepaskannya. Mentari berusaha terus menghindar. Arka masuk ke dalam kamar Mentari dan memburunya. Mentari terus berlari menjauhi Arka di dalam kamar. "Mentari! Malam ini kamu milikku!" "Hentikan, Kak! Aku Mentari!" ulang Mentari berkali-kali. Arka berhasil menangkap Mentari sekali lagi. Setelah itu, Arka memaksa Mentari ke atas ranjangnya. Ia menindih tubuh Mentari dan menangkup kedua tangan Mentari. Lalu, menutup mulut Mentari dengan ciumannya yang ganas. Memeluk Mentari dan memberikan sentuhan di setiap lekuk seksi tubuh calon adik iparnya itu. "Apa yang kamu lakukan?! Sadarlah! Kamu sedang mabuk!" "Aku seharusnya melakukan ini sejak lama!" jawab Arka. Arka kemudian langsung membuka baju Mentari. Membuat Mentari terkejut dibuatnya. "Tidak! Tunggu! Jangan lakukan itu!" seru Mentari. Tentu saja Arka tidak bisa mendengar. Tidak ada yang bisa mencegah Arka malam ini. Begitu melihat badan Mentari tanpa busana, Arka semakin memanas. Ia kembali mencium dan mencumbu tubuh Mentari. Arka tetap mengunci kedua tangan Mentari sehingga Mentari tidak bisa berbuat apapun. "Kenapa ini? Kenapa jantungku menjadi berdebar-debar kencang?!" kata Mentari dalam hati. Arka tidak hentinya meraba tubuh Mentari. Makin lama Mentari semakin merasa resah dan gelisah akan sentuhan dari calon kakak iparnya. Mentari juga mulai terbawa suasana dan mengendorkan pertahanannya. Tidak bisa menyangkal, Arka memang sangat tampan. Tidak kalah tampan dengan kekasihnya. Meski Mentari ingin mengelak, tapi kenyataan yang muncul di kepalanya memang seperti itu. Selama Mentari mengalami pergelutan hati, Arka tidak menyia-nyiakan waktu lagi. Ia langsung melakukan penyatuan pada Mentari sehingga perempuan itu tersentak dan refleks mengerang keras. "Seperti inikah rasanya pertama kali? Sakit! Tapi aku tidak berdaya untuk berbuat apa pun!" gumam Mentari sembari memejamkan kedua matanya rapat-rapat. Arka mulai mengguncangkan pinggulnya perlahan. Mentari sendiri jadi refleks memberi rintihan keras bersama dengan deru nafas yang kian kencang. Semakin lama guncangan dari Arka semakin cepat. Membuat Mentari semakin terbawa. "Tunggu! Aku bisa merasakannya!" seru Mentari dalam hati. Karena keduanya saling memicu, akhirnya terjadilah puncak klimaks pada aktivitas ranjang yang mereka lakukan. Kejadian malam itu tak bisa terelakkan lagi. *** Arka membuka kedua matanya yang terasa amat berat. Tubuhnya terasa sakit dan sedikit pegal. Ketika kesadarannya sudah penuh ia memperhatikan sekitarnya. Arka sedang tiduran di lantai. "Apa yang terjadi padaku? Apa aku terjatuh dari ranjang saat tidur?" gumam Arka dalam hati. Ia melihat ada ranjang di sebelahnya. "Tunggu! Ini bukan ranjangku! Ini juga bukan kamarku!" ujar Arka melanjutkan kembali kalimat dalam hatinya. Arka lalu berusaha bangun dengan susah payah karena kepalanya masih pusing. Ketika sudah duduk, betapa terkejutnya ia. Mentari sedang duduk di atas ranjang yang ada di sampingnya itu. Mentari nampak duduk merenung dengan wajah linglung. Begitu Arka terbangun dan duduk Mentari jadi menoleh ke arah Arka. Arka dengan wajah pucat baru sadar dari mabuk dan tidurnya. "Mentari? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Arka setengah linglung. Mentari menautkan kedua alisnya dalam dengan tatapan amat kesal pada Arka. "Dasar pria jahat! Laki-laki b***t!" teriak Mentari sembari melempar bantal ke arah Arka. Arka pun terkejut dibuatnya. Ia menghindari lemparan bantal dari Mentari dengan menghalaunya. Mentari kelihatan sangat marah. Arka semakin bingung dibuatnya. "Tunggu! Ada apa denganmu?! Kenapa kamu bisa di sini?!" "Kamu sudah sadar sekarang?! Apa kamu masih pura-pura mabuk untuk lupa?! Memangnya kamu tidak ingat apa yang sudah kamu lakukan tadi malam padaku?!" Arka terdiam dan memegangi kepalanya yang terasa semakin sakit. Ia memejamkan kedua mata untuk menjernihkan kepalanya. "Apa yang terjadi? Aku benar-benar lupa," kata Arka sembari memegangi kepalanya. "Laki-laki b******k! Kamu sudah merenggut kehormatanku!" teriak Mentari dengan melempar satu bantal yang tersisa di atas kasurnya. Jantung Arka seolah terhenti berdetak selama beberapa detik. Ia melebarkan kedua matanya akibat keterangan Mentari. Membuatnya berpikir dan mengingat lebih dalam. Sekian detik kemudian lamat-lamat mulai tergambar bayangan jelas tadi malam. Ketika ia memaksa Mentari di atas ranjang. Saat ia membuka baju Mentari. Bahkan, ia juga teringat saat ia melakukannya pada Mentari. "Benarkah aku melakukannya padamu tadi malam?" tanya Arka. "Kamu masih mau membela dirimu seperti apa lagi?!" Mentari turun ranjang dan berdiri. Arka juga ikut berdiri. "Mentari, aku khilaf! Aku benar-benar tidak sadar! Tadi malam aku sedang mabuk! Jadi—" "Lihat akibat perbuatanmu padaku!" Mentari menunjuk ke arah ranjang. Arka lalu melihat ke arah ranjang. Ada noda berwarna merah pekat. Tidak lain itu pasti darah dari keperawanan Mentari. Arka semakin panik melihatnya. Mentari menundukkan kepalanya dalam. Arka melihatnya lalu segera berjalan mendekati Mentari. "Mentari, aku—" panggil Arka dengan memegang pundak Mentari ingin menenangkan Mentari yang mulai menangis itu. "Lepaskan!" Mentari menghempaskan tangan Arka dari pundaknya. "Jangan berani-berani menyentuhku lagi!" seru Mentari dengan menjauh menghindari Arka. Arka pun mengurungkan niat untuk menenangkan Mentari. Ia menundukkan kepala. Mengepalkan tangan erat-erat. Menyesali perbuatannya. "Maafkan aku," ucap Arka pelan. "Omong kosong! Aku tidak akan pernah memaafkanmu!" Arka benar-benar bingung saat ini. Ia lalu mendekatkan diri pada Mentari kembali. Ingin berbicara dan menjelaskan lebih. "Mentari. Aku—" "Diam!" potong Mentari lagi. "Aku tidak mau melihatmu lagi! Jangan harap memintaku untuk menganggapmu sebagai kakak iparku! Kamu hanyalah laki-laki jahat di mataku!" tolak Mentari yang menjauh dari Arka. Arka lalu memegangi tangan Mentari. "Tunggu! Aku akan—" "Lepaskan!" Mentari menghempaskan tangannya. "Aku tidak mau mendengar dan tidak mau melihat wajahmu lagi! Keluar dari kamar ini sekarang juga!" Mentari mendorong Arka sekuat tenaga untuk mengeluarkan dari kamarnya. Arka masih mencoba menjelaskan. Namun, hasilnya nihil. Sampai Arka ada di luar kamar lalu Mentari membanting pintu di depan wajah Arka. Setelah itu, Mentari menguncinya dari dalam. Nafasnya tidak teratur karena rasa amarah yang menggebu dari dalam dirinya. Mentari merasa kesal, sedih, kecewa dan bingung yang bercampur jadi satu. Mentari kemudian terduduk di ambang pintu. Ia menangis demi mengurangi semua beban yang ada di hatinya. Sedang Arka masih berdiri di depan pintu Mentari dengan ling lung, cemas dan gelisah. Kenapa ia sendiri sampai berbuat hal seperti itu?! "Sial! Apa yang sudah aku lakukan?!" kata Arka sambil mengacak rambutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD