Bab 3. Bertanggung Jawab

1088 Words
Arka membuka pintu rumahnya. Begitu tahu siapa yang baru saja mengetuk pintu, ia amat terkejut. Mentari sedang berdiri di depan pintu dengan wajah yang terlihat amat kesal dan frustasi. Ia menyedekapkan kedua tangannya nampak menahan marah. "Mentari?!" sapa Arka terkejut. Mentari tidak membalas sapaan Arka. Ia kemudian masuk ke dalam rumah begitu saja melewati Arka. Mentari terus memberikan tatapan sinisnya. Arka lalu menutup pintunya kembali dari dalam dan mengikuti Mentari. "Mentari, kemana saja kamu? Sudah dua Minggu kamu pergi dari rumah ini dan tidak memberikan kabar sama sekali! Aku tidak bisa menghubungimu! Kamu memblokir nomorku dan—" "Aku hamil!" potong Mentari. Arka tercekat mendengarkan dua kata yang baru saja Mentari lontarkan itu. Saraf bicaranya seolah terputus dan lidahnya hilang. Ia tidak bisa berkata-kata untuk sekedar menanggapi Mentari. "Akibat perbuatanmu, aku hamil anakmu!" teriak Mentari dengan suara keras. "A ... apa?!" "Apa kamu tidak dengar?!" "Mentari, apa kamu yakin?" "Ini! Ini! Ini juga!" Mentari melempar tiga buah hasil tes kehamilan yang tadi berada di dalam sakunya ke arah Arka. "Aku sudah mengeceknya sampai tiga kali dan hasilnya sama! Aku positif hamil." Arka dengan hati was-was berjongkok untuk memunguti hasil tes kehamilan yang berserakan di lantai. Ia melihat ada dua garis merah di alat tes tersebut. Arka seketika membeku dan tidak bisa bergerak. Ia sama sekali tidak bisa bereaksi karena syok. "Lihat! Kamu sudah melihatnya, kan?" ungkap Mentari. Arka lalu berdiri. "Kamu ... hamil?" "Apa kamu masih tidak bisa melihatnya?!" "Apa ... kamu sudah mengatakannya pada Edo?" "Apa kamu gila?! Apa jadinya nanti saat Edo tahu kalau aku hamil?!" kata Mentari masih dengan nada keras. "Apa?! Hamil?" Tiba-tiba, dari arah ruang tamu terdengar suara laki-laki. Mentari tercekat dan seolah ada yang sedang menghujam jantungnya. Ia sangat kenal dengan suara itu. Itu adalah suara kekasihnya—Edo. Mentari menoleh ke belakang. Jantungnya terasa terhenti berdetak. Edo baru masuk dari arah luar dan sekarang sedang berdiri di ambang pintu. Ekspresi Arka hampir sama dengan ekspresi Mentari. "Edo?! Edo ada di sini! Dia pulang dari London. Kenapa dia tidak mengabariku?" gumam Mentari dalam hati. Edo berjalan perlahan mendekat ke arah mereka berdua. Mentari dan Arka, sama-sama terdiam. Lidah mereka membeku dan tidak bisa berbicara apa pun, meski sekedar menyapa atau bertanya. Edo mendekat ke arah Mentari. "Edo? Kapan kamu pulang? Kenapa kamu tidak memberitahuku? Bukankah kamu bilang pulangmu masih satu bulan lagi?" tanya Mentari pada Edo yang sudah berdiri di hadapannya. "Tari, kamu hamil? Apa maksudmu?" tanya Edo masih bisa mengontrol emosinya. Ia mengabaikan pertanyaan Mentari sebelumnya. Mentari pun jadi menundukkan kepalanya. "Aku ...." Mentari tidak bisa berkata-kata. "Cepat katakan!" bentak Edo dengan suara amat keras. Mentari sampai kaget dan menaikkan kedua bahunya. Ia nampak ketakutan setengah mati. Arka masih diam dan melihat mereka. Ia khawatir melihat Mentari. Arka pun ingin membuka suara. "Do, aku bisa jelaskan—" "Tunggu, Kak!" potong Edo. "Aku sedang bicara dengan Mentari." Edo lalu kembali melihat kearah Mentari lagi. "Tari, jawab aku," pinta Edo lagi yang bernada normal. Namun, Mentari masih terdiam dan tetap tidak mau menjawab. Siapa yang akan tahu kalau Edo akan muncul di saat seperti ini? Bahkan, Arka sendiri tidak tahu kabar kalau adiknya akan pulang sekarang. "Apa kamu tidak dengar, Tari?!" Edo langsung mencengkeram lengan Mentari. "Ayo! Cepat katakan, Tari! Kamu hamil anak siapa?!" Edo menggoyang-goyangkan lengan Mentari, hingga Mentari ikut terbawa ke sana dan kemari. Edo nampak sangat marah sepertinya. Edo yang tadi baru saja membuka pintu, memang mendengar Mentari mengatakan ia hamil. Namun, tidak sempat mendengar kalimat sebelumnya. Tiba-tiba, Arka melepaskan cengkeraman tangan Edo dari Mentari. Ia menjauhkan Edo dari Mentari. Membuat Edo terkejut dibuatnya. "Hentikan, Do!" tegas Arka menolong Mentari. "Aku yang menghamilinya," kata Arka melakukan pengakuan. Edo pun membelalakkan kedua matanya karena kaget. Kali ini ganti Edo yang syok dan tidak bisa berkata-kata. Ia masih mencerna sesuatu dari dalam kepalanya. "Apa?" tanya Edo pelan untuk memastikan. "Aku bisa jelaskan. Ini hanyalah kecelakaan. Aku—" Belum selesai Arka melanjutkan kalimatnya. Edo langsung memukul wajah Arka begitu saja. Membuat Arka terhuyung mundur. Mentari ikut terkejut dan sampai menutup mulutnya. Edo benar-benar marah mendengarnya. "Aku tidak menyangka kau berbuat seperti itu padaku, Kak! Aku percaya padamu!" ungkap Edo. Sekian detik, ia lalu melihat ke arah Arka dan Mentari bergantian. "Tunggu! Kalian ... apa yang kalian lakukan selama aku ada di London? Katakan yang sesungguhnya! Selama ini kalian sedang menyembunyikan apa dariku?!" tanya Edo nampak tidak menduga. "Tidak! Tolong dengarkan aku." Mentari mencoba membela diri. Edo melihat ke arah Mentari cepat. kemudian ia melangkah mendekati Mentari. Mentari karena ketakutan, ia melangkahkan kaki mundur untuk menghindar. Baru pertama kali ini ia melihat Edo semarah itu. Mentari yang sudah tersudut itu, terhenti mundur. Ia tidak bisa mundur lagi karena sudah menempel di dinding. Mentari pun jadi menciut dan semakin takut akan kemarahan Edo. "Do, jangan salah paham. Ini semua hanya kecelakaan," ujar Mentari. Luapan hati yang amat marah membuat Edo tidak bisa menahannya. Seketika ia langsung menampar Mentari begitu saja. Membuat Mentari sampai terhuyung hampir jatuh ke lantai. Jujur, Mentari tidak menyangka jika Edo sampai menamparnya seperti itu. Arka terkejut dibuatnya. "Apa yang kamu lakukan?! Kamu menggoda kakakku?" tuduh Edo yang berjalan mendekati Mentari lagi. Edo kembali ingin menampar Mentari. Mentari karena ketakutan hanya pasrah dan menundukkan kepalanya dalam. Namun, saat Edo akan kembali mengincar pipi Mentari, Arka tiba-tiba saja mencegahnya. Ia menghalangi tangan Edo. Setelah itu Arka gantian memukul wajah Edo. Edo langsung terjungkir balik dan jatuh ke lantai. Tenaga Arka nampak lebih kuat. Seperti lebih marah dari Edo. "Sial! Apa yang kau lakukan?!" teriak Edo sembari memegangi pipi bagian bawahnya yang nyeri dan mengeluarkan cairan merah. "Kau menyakitinya!" kata Arka pada Edo. "Aku menyakitinya?! Dia yang sudah menyakitiku!" "Dengarkan penjelasanku dulu! Ini semua salah paham!" tegas Arka agar Edo bisa tenang sedikit. Edo yang tadinya duduk di lantai itu pun, perlahan berdiri. Ia melihat Mentari yang masih menundukkan kepalanya di belakang Arka. Edo kemudian menggeser pandangannya ke arah Arka lagi. "Baiklah. Sekarang apa yang perlu aku dengar," kata Edo akhirnya. Arka mengangguk satu kali dan mulai menjelaskan. "Aku mabuk malam itu. Aku tidak bisa mengendalikan diriku. Aku bahkan tidak ingat sama sekali kejadian malam itu. Aku mengetuk pintu Mentari dan begitu ia membuka, aku langsung menyerangnya. Mentari sudah susah payah menghindariku, tapi tenaganya kalah dariku. Dan ... siapa yang menyangka kalau ternyata kejadian malam itu membuat Mentari hamil?" terang Arka. Edo diam sejenak awalnya. Ia lalu menoleh ke arah Mentari. Mentari nampak terus terdiam. Edo mendengus kasar, kemudian kembali melihat mata kakaknya. "Jadi apa yang akan kau lakukan? Bagaimana caramu menebus kesalahanmu?" tanya Edo. "Aku akan bertanggung jawab," jawab Arka tegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD