“Ma!” Teriak Killa saat dirinya masuk dan tak menemukan siapapun di rumah.
“Mama Dera!” Teriak Killa kembali.
“Mama di mana?”
Killa terus menelusuri rumahnya, mencari Dera.
“MAAA!”
“IYA SAYANG!.” Sahut Dera.
“Mama di mana?”
“Mama di atas sayang.” Sahut Dera.
Killa langsung berlari begitu mendengar Dera menjawabnya, dia menyusul Dera yang tengah duduk di balkon kamar.
“Mama Via pulang.” Seru Killa seraya memeluk tubuh Dera dari belakang.
“Iya mama lihat kok.” Ujar Dera seraya mengusap rambut anaknya, “kamu pulang sama Zacky?”
Killa mengangguk, “iya ma.” Seru Killa senang.
Dera memandang anak perempuannya penasaran, “seneng banget ya kelihatannya, abis ngapain aja kok mama lihat kamu turunnya lama.” Tutur Dera curiga, “kamu genitin Zacky kan? Astaga sayang, jangan genitin cowok terus dong.” Omelnya membuat Killa mengerucutkan bibirnya kesal.
“Ish mama, Via tuh gak genitin Zacky kok. Orang Via tadi abis itu ... emmm ... anu ... mmm.” Sanggah Killa menatap Dera kesal.
“Anu mmm itu apa sih?” Tanya Dera seraya menatap Killa.
Killa langsung memeluk tubuh Dera, “Engh, Via malu maaaaa.” Rengek Killa tiba – tiba.
“Why?” Tanya Dera mengusap punggung anaknya.
“Mungkin karena ini hari pertama Via mens, jadi emosinya naik turun.” Jelas Killa sembari memeluk Dera.
“Kenapa emangnya?” Tanya Dera, “coba cerita ke mama.” Ucapnya menuntun Killa untuk duduk di kursi namun Killa menolak.
“Via kesel gara – gara tingkah Zacky yang gak bisa ditebak, dia tuh mood nya suka berubah.” Jelas Killa, “tadi aja pagi – pagi awalnya Zacky nolak kotak bekal yang buatan mama tapi dia langsung rebut pas mau aku kasih ke bang Ariq, pas istirahat juga dia minta Via buat nemenin makan di kelas, udahnya dia ninggalin Via. Terus pas Via mau bolos ke rooftop, ada Zacky sama Niki di sana. Pas pulang juga gitu ma, aneh banget sikap Zacky.” Jelas Killa menceritakan kejadian tadi di sekolah.
“Kamu suka bolos sayang?” Tanya Dera menatap tajam Killa dan mengabaikan cerita anaknya.
“Ish mama, Via kan lagi nyerita.” Rajuk Killa.
“Enggak, kamu jawab dulu sayang. Suka bolos?”
Killa menundukkan kepalanya, “Iya.” Cicit Killa.
“Bagus.” Seru Dera.
“Kok bagus si ma?” Tanya Killa.
“Ya bagus aja, jadi mama punya alesan ke papa buat nyuruh kamu sekolah di rumah aja.” Ancam Dera.
Killa langsung menatap mata Dera, “Ish mama, jangan gitu dong.” Rengek Killa, “nanti Via gak bisa lihat cowok dong kalo gak ke sekolah.”
“Lah kan abang sama papa kamu juga cowok, kurang cukup kamu lihat mereka tiap hari?” Sahut Dera.
“Ish mama.” Ketus Killa kemudian berbalik, “tau ah, Via kesel kalo udah dijailin mama.” Gerutunya seraya pergi meninggalkan Dera yang tengah tertawa.
Killa berjalan dengan kaki yang dihentakkan, “gak anak, gak emak, gak bapak bisanya ngusilin orang terus.” Gerutu Killa membuka pintu kamarnya kemudian menutupnya dengan kencang.
Killa melemparkan tasnya ke atas kasur, dia berjalan melewati cermin besar.
“YA AMPUN!” Teriak Killa kaget saat melihat bagian belakang tubuhnya terdapat bercak darah yang sudah menyebar.
“MAMA!” Teriak Killa kembali, “MALUUUUUU!.”
“Berarti sekarang kursi mobil kak Zacky kotor dong.” Ringis Killa yang baru menyadari kebodohannya, “anjir malu.” Rengeknya sembari menatap rok dari cermin.
Killa kembali membayangkan kebodohannya, “kenapa lo maen pergi aja sih, astaga bodohnya.” Gerutu Killa.
“HUWAAAAAAAAAA!” Teriak Killa seraya berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi tadi Killa langsung tertidur di kamar, sampai saat ini dia berencana kembali turun karena merasakan perutnya yang sudah lapar.
“Gue tidur dari jam dua bangun – bangun udah malem aja.” Cengir Killa seraya menuruni anak tangga.
“Ma!” Panggil Killa seraya melangkahkan kakinya ke dapur.
“APA?” Teriak Dera seraya menyusul anaknya yang sudah berada di bawah.
“Mau makan.” Cengir Killa.
“Biasanya juga kan masak sendiri.” Ejek Dera, “dedenya lagi gak mau masakin kamu sayang.” Lanjut Dera seraya mendudukkan dirinya pada sofa di depan ruang keluarga.
Killa menggerutu, “aku kan cuman bilang mau makan, bukan nyuruh masak.” Gerutunya seraya memanaskan minyak, “Via bikin goreng telur aja ya ma.”
“Bebas.” Sahut Dera., “kan yang mau makan kamu, kok nanya ke mamah.” Kekeh Dera masih ingin menjahili anak perempuannya.
Terdengar decakan kesal dari Killa, “diem deh Ma, mama kalo udah kayak gini suka bikin Via bete.” Protes Killa langsung pergi menuju dapur.
Tak lama kemudian, Killa kembali menghampiri Dera dengan membawa piring dan gelas, “Via makan di sini ya, mau liatin ke Dede.” Ujar Killa seraya duduk di samping Dera.
“Hm.” Sahut Dera tanpa mengalihkan pandangannya dari TV.
“Ma.” Panggil Killa seraya menyuapi nasi ke dalam mulutnya, “sekarang udah bulannya si Dede lahir kan?”
“Kata Dokter sih perkiraannya dua mingguan lagi.” Sahut Dera.
Killa hanya mengangguk – nganggukkan kepalanya, “tadi jam tujuh abang kamu nelpon mama.” Ujar Dera.
“Terus?” Tanya Killa sembari memasukkan telur goreng ke dalam mulutnya.
“Nanyain kamu.”
Killa menatap Dera, “emang abang belum pulang ma?” Tanyanya sembari menengok ke lantai atas.
“Belum.” Sahut Dera, “dia sama temennya lagi di apart Geva.” Lanjut Dera acuh.
Mendengar abangnya sedang berada di apartemen Geva membuat Killa langsung menatap mamanya, “kenapa ma? Jarang – jarang abang kumpul ke apartemen Geva.” Ujar Killa.
“Kata abang sih Geva sakit.” Jelas Dera yang langsung membuat Killa menjatuhkan sendok makannya, “kenapa hey?” Tanya Dera kaget.
“Ge – geva sakit ma?” Panik Killa dengan mata yang sudah berkaca – kaca.
Dera menganggukkan kepalanya, “kamu kenapa sayang? Kok nangis.” Tanyanya melihat Killa mulai menangis.
“Mama gak bohong kan?”
“Apa?” Tanya Dera khawatir.
“Kalo Geva sakit?”
Dera menggelengkan kepalanya, “mama sih gak bohong, itu kan kabar dari abang kamu.” Jelas Dera.
Dengan tergesa – gesa Killa membereskan piring dan gelasnya, dia pergi ke atas untuk mengambil kunci mobil beserta sweaternya kemudian kembali turun.
“Kamu mau ke mana?” Tanya Dera menyusul Killa yang berjalan menuju pintu, “sini dulu mama kan lagi nanya.” Lanjutnya menahan pergelangan tangan Killa.
Killa menatap mata Dera, “Via mau ke apartemen Geva ma, Via gak mau Geva sakit ma.” Lirih Killa dengan air mata yang sudah mengalir.
“Via sayang, Geva cuman panas doang nanti juga sembuh.” Ujar Dera, “masa iya kamu mau nyetir sendiri tapi nangis, udah dong. Lagian besok juga bisa jenguk.”
“Enggak ma, kalo Geva udah panas nantinya dia bakal susah makan. Jadi Via harus ke sana.” Ujar Killa seraya melepaskan tangan Dera.
“Ya udah iya, tapi dipake dulu sweaternya sayang.” Titah Dera.
“Nanti aja.” Sahut Killa seraya menyalami tangan Dera.
“Kamu gak ganti celana dulu? Masa pake jeans yang pendek banget sih.” Teriak Dera saat menyadari anaknya hanya memakai jeans pendek setengah pahanya, “di sana kan banyak temen abang kamu.”
“Gak papa mah, nanti Via minjem celana abang di sana.” Sahut Killa asal, “lagian paling juga cuman Kak Kelvin sama Bang Ariq doang.”
“Hem, ya udah hati – hati bawa mobilnya.” Ujar Dera, “mau dianter aja sama papa? Biar mama bangunin Papa.”
Killa menggeleng, “gak usah ma” Ujar Killa, “bye ma, Via berangkat.” Teriak Killa pamit.
Killa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, untung saja jalan tidak terlalu ramai mengingat ini sudah malam.
Tak sampai sepuluh menit, Killa sudah memarkirkan mobilnya di basement gedung di mana Geva tinggal.
“Gevaaaa.” Lirih Killa panik seraya masuk ke dalam lift kemudian menekan lantai apartemen Geva.
Sesampainya di pintu apartemen milik Geva, tanpa perlu menekan bel Killa langsung menekan enam digit angka dan pintunya berhasil dia buka.
Semua pandangan teman Geva tertuju pada Killa yang baru saja terlihat seperti maling yang mencoba masuk ke dalam rumah, “Geva di mana?” Tanya Killa langsung kepada Rakha yang dia ketahui ada di sana.
“Di atas.” Jawab Rakha kebingungan karena Killa terlihat sangat khawatir.
Killa langsung saja berlari menuju tangga, “loh Dek ke sini?” Tanya Fahrul saat berpapasan dengan Killa di tangga.
“Iya nih bang.” Sahut Killa seraya berlari menaiki anak tangga yang cukup banyak, “Geva di atas kan?”
“Iya.”
“Jangan lari Dek.” Ucap Bobby yang kini berpapasan dengan Killa.
“Iya bang.”
Sesampainya di atas Killa mengatur nafasnya sebelum membuka pintu kamar Geva.
‘BRAK’