nineteen : childish

2178 Words
Di detik Hamdan sadar kalau Lara menghilang, saat itu pula ia sadar bahwa rencananya telah gagal. Hamdan panik bukan main ketika putri semata wayangnya itu tidak bisa ditemukan lagi di area panahan. Dihubungi berkali-kali pun tidak bisa. Begitu bertanya ke petugas sekitar, katanya mereka melihat Lara pergi naik mobil yang sepertinya taksi online sekitar beberapa menit yang lalu. Meski tahu Lara akan baik-baik saja walau pergi sendiri karena Lara tidak bisa dikatakan anak kecil lagi, tetap saja Hamdan merasa khawatir. Lara pasti pergi karena marah, dan kadangkala, orang yang sedang marah tidak bisa berpikiran lurus. Hamdan takut Lara begitu dan berujung melakukan sesuatu yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Karena Lara menghilang, kegiatan memanah yang semula menyenangkan pun, mau tidak mau harus terhenti. "Ck, Lara tuh childish banget sih pake kabur-kaburan segala," keluh Jala kesal. Ia baru saja selesai berkeliling area panahan untuk mencari kembarannya itu, dan area panahan ini terbilang luas, jadi Jala lelah juga. Tapi yang dikesalkan Jala bukan karena ia harus berjalan menyusuri tempat ini, melainkan karena sikap Lara yang menurutnya sangat childish. Hilang tiba-tiba, lalu tidak bisa dihubungi. Jala bahkan sudah spam kolom chat Lara di w******p dan marah-marah disana, namun ia tidak mendapat jawaban sama sekali. Bukan hanya Hamdan dan Jala saja yang dibuat repot, tapi semuanya yang hari ini datang bersama mereka. Kegiatan yang harusnya senang malah berujung kacau. Jala malu sendiri, terutama pada Tante Ambar, padahal yang kabur Lara. Mereka semua sudah berkumpul sekarang setelah tahu kalau Lara sudah pergi dari area panahan ini. Sebelumnya, semua orang berpencar "Udah lah, Pi, dia nggak akan apa-apa pasti. Paling juga kabur ke mall jalan sama Sean atau ke rumah temennya," ujar Jala. "Mending nggak usah cari sekalian deh biar dia tau rasa." "Jala." Hamdan menegur putranya. "Kamu nggak ingat terakhir kali Lara kabur gimana?" Jala diam, tapi dia jelas ingat kalau sekian bulan yang lalu, Lara juga sempat membuat heboh satu rumah karena tiba-tiba menghilang. Kejadiannya tepat sehari sebelum skandal Harlan dan Gema merebak. Saat itu Lara kabur setelah bertengkar hebat dengan Jala. Kebetulan Hamdan tidak ada di rumah saat mereka bertengkar waktu itu. Penyebabnya sih sepele menurut Jala, hanya karena ia tidak sengaja menemukan buku diary Lara dan membacanya keras-keras. Mereka adu mulut, berdebat hebat, hingga pada akhirnya Jala memberi ultimatum kalau Lara berlebihan dan menyuruh Lara pergi dari rumah. Lara yang marah betulan pergi dan tidak bisa dihubungi. Jangan tanya sepanik apa Jala sesudahnya. Ia merasa bersalah bukan main karena Lara yang betulan kabur. Hamdan dan Jala menghubungi teman-teman Lara saat itu, namun mereka semua tidak tahu Lara ada dimana. Belum lagi, hari sudah malam sehingga pikiran-pikiran buruk pun tidak dapat dihindari. Tahu-tahu, Lara ditemukan di sebuah mini market dua puluh empat jam. Ia duduk di kursi yang ada di depan mini market itu sendirian. Pada meja yang ada di depannya, terdapat sebuah mangkuk mie instan kosong dan sekotak s**u cokelat yang juga kosong. Lara diomeli habis-habisan oleh Hamdan karena hilang, Jala lebih lagi. Keesokan harinya, muncul berita mengenai seorang wanita yang dibunuh dan diperkosa tidak jauh dari lokasi minimarket itu. Dari berita yang beredar, pada malam harinya wanita itu sempat mampir ke minimarket yang Lara datangi. Pelaku dari kejahatan tersebut adalah preman-preman yang ada di sekitar daerah sana. Begitu tahu tentang berita itu, Hamdan langsung lemas. Andai saja malam itu mereka tidak menemukan Lara lebih cepat, bisa saja Lara yang justru jadi korban dari berita tersebut. Sejak saat itu, Hamdan selalu panik setiap anak-anaknya menghilang tanpa kabar. Terkadang dunia ini bisa sangat kejam, dan tidak ada yang tahu kapan kekejaman dunia akan menimpa kita. "Udah, lo jangan panik dulu. Lagian ini masih siang, Lara pasti nggak akan kenapa-napa." Jendra menenangkan Hamdan. "Gue rasa dia pulang ke rumah, atau nggak kayak kata Jala tadi, ngajak main temannya." "Di sekitar sini juga kan banyak mall, bisa jadi juga dia kesana, A." Gema menambahkan. Hara mengangguk. "I'm sure she'll be fine." "Mending sekarang bagi tugas aja. Jala coba hubungin teman-temannya Lara yang kemungkinan diajak pergi sama dia, Harlan coba hubungi rumahnya Hamdan siapa tau Lara udah sampe, dan kalau nanti perlu, kita siap buat mencar ke tempat-tempat di sekitar sini yang mungkin aja didatengin Lara. Terus, lo coba terus hubungin Lara aja, Dan. Siapa tau diangkat." Semuanya mengangguk menanggapi saran dari Wira, lantas setelahnya mereka melakukan apa yang disarankan oleh pria itu. Jala sudah mulai menghubungi teman-teman Lara yang dimulai dari Sean, Harlan mencoba menghubungi rumah kakaknya itu, sementara Hamdan memilih untuk sedikit menjauh dari mereka semua sambil terus menghubungi Lara. Baik itu meneleponnya maupun mengirimi pesan. Ini memang masih siang hari, setiap sudut kota masih ramai, dan Hamdan juga yakin kalau Lara bisa menjaga diri dengan baik. Namun, ia tidak akan tenang sampai Lara memberinya kabar. Hamdan berdecak ketika lagi-lagi, teleponnya tidak diangkat oleh Lara. "I'm sorry." Hamdan menoleh, lalu mendapati Ambar sudah berdiri di sampingnya. Perempuan itu menyunggingkan senyum tak bersemangat kepada Hamdan. Sejak menyadari Lara menghilang, Hamdan hampir mengabaikan keberadaan Ambar sehingga ia agak kaget karena tiba-tiba dihampiri seperti ini. "Kenapa kamu minta maaf?" "Seharusnya hari ini saya nggak ikut kesini. Karena saya, jadinya Lara kabur begini kan. I know she doesn't like me." Hamdan jarang sekali mengumpat, tapi kali ini ia mengumpat dalam hati. Oh s**t. Hamdan merasa tidak enak dengan Ambar. "Ambar...nggak begitu." "Nggak apa-apa, saya nggak sedih atau apa kok. Saya ngerti keadaannya. Saya cuma ngerasa nggak enak aja sama kamu dan semuanya. Karena kehadiran saya, Lara jadi menghilang begini dan bikin semuanya khawatir." "It's not your fault, really..." ujar Hamdan meyakinkan. Ia tidak mau Ambar menyalahkan dirinya sendiri. Padahal, ini adalah inisiatif Hamdan untuk mempertemukan mereka. Kalau ada yang harus disalahkan, maka Hamdan lah orangnya. "Saya punya keponakan seumuran Lara, jadi saya tau arti dari setiap tingkah laku mereka. Termasuk sekarang ini." "No, please don't blame yourself." Ambar menyunggingkan senyum. "Jujur, saya senang kamu ajak panahan hari ini. Saya senang karena punya kegiatan baru, senang juga bisa kenalan sama keluarga dan teman-teman kamu. But I think this is it, right?" "This is what?" "Akhir hubungan kita." "Maksudnya gimana, Ambar?" "Sorry kalau kesannya dramatis banget atau saya terkesan kayak mau mutusin kamu padahal kita sendiri belum mulai apa-apa." Ambar tertawa kecil. "Tapi saya rasa we better not see each other anymore? Saya nggak mau jadi sumber masalah antara kamu dan Lara, Hamdan. So yeah, thank you for being a good new friend of mine for these past few weeks." Oh, s**t. Hamdan mengumpat lagi dalam hati. "No, please. I don't want us to end this fast and like this. I don't wanna lose you." "Hah?" Ambar kaget, sekaligus bingung sehingga ia hanya bisa memandang Hamdan dengan kedua mata yang mengerjap. Sementara Hamdan error sebentar. Pikirannya sedang sangat ruwet sekarang sehingga ia sendiri tidak sadar apa yang barusan dikatakannya pada Ambar sehingga membuat wanita itu terkejut. Satu hal yang pasti, Hamdan hanya tidak ingin hubungannya dan Ambar jadi buruk karena masalah ini. Seriously...what did he just say? Hamdan ingin menjelaskannya, namun belum sempat ia melakukan itu, ponselnya sudah terlebih dahulu berdering sehingga fokusnya kembali berpindah. Oke, urusan Ambar bisa nanti. Untuk saat ini yang harus Hamdan fokuskan adalah Lara. *** Walau sudah menghubungi papinya, tapi setidaknya Bu semira cukup berbaik hati dengan meminta Lara tidak langsung dijemput pulang. Semira memberitahu Hamdan kalau Lara masih membutuhkan waktu untuk sendiri dan Hamdan tidak perlu khawatir karena Semira akan menemaninya. Semira jelas tidak hanya omong doang ketika memberitahu Hamdan itu. Ia memang menemani Lara selama di mall. Mereka tidak hanya nongkrong di Starbucks, tapi juga berakhir jalan-jalan. Semira yang mengajak, katanya supaya mood Lara bisa membaik. Memang benar, mood Lara jadi membaik karena jalan-jalan dengan Semira. Ia bersyukur sekali karena bisa bertemu Semira di mall ini karena jadi ada teman yang menjadi tempat curhatnya, guru yang memberinya saran yang baik, serta partner jalan-jalan. Di sekolah boleh saja Semira terlihat galak dan kaku, tapi Lara jadi tahu sisi lain gurunya itu ketika di sekolah saat mereka jalan-jalan di mall ini. Mendatangi satu toko ke toko lain, belanja ini itu, bahkan sampai creambath bareng di salon juga. It's really fun! Sampai-sampai Lara lupa kalau ia berada di mall ini awalnya bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk kabur. Sekarang, keduanya baru saja keluar dari salon dengan rambut yang sama-sama wangi dan lembut karena habis di-creambath. Karena perawatan singkat itu, Lara jadi merasa lebih rileks. "Makasih banyak ya, Bu, udah traktir saya creambath!" ujar Lara senang sambil menciumi rambutnya yang wangi cokelat. Semira tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama." "Kapan-kapan kita jalan bareng dan creambath lagi begini ya, Bu!" "Boleh. Tapi saya nggak mau kamu kabur-kabur lagi ya?" Lara hanya menganggukkan kepala. Yah, semoga saja ia memang tidak akan kabur-kaburan lagi. Saat di salon tadi, Semira sudah bilang kalau itu akan jadi tujuan akhir mereka di mall ini. Semira harus pulang karena ada urusan, ia pun sudah menghubungi papinya Lara untuk menjemputnya pulang. Lara tidak bisa protes, karena kalaupun ia bilang belum mau pulang, Semira pasti tetap akan bersikeras membuat Lara pulang. "Lara, Papi kamu udah sampe di lobi depan," ujar Semira yang baru saja memeriksa ponselnya. "Yaudah, kalau gitu kita pisah disini aja ya, Bu? Mobil Ibu kan ada diparkiran lantai atas soalnya." Semira menggeleng. "Biar saya anterin kamu sampai Papi kamu." "Ibu takut saya kabur lagi ya?" "Iya." Lara mengerucutkan bibir. "Ibu suudzon banget sama saya." Kali ini Semira tertawa. "Saya bercanda aja," katanya. "Saya mau nganterin kamu sebagai bentuk tanggung jawab aja. Kan nggak etis rasanya kalau saya nggak nganterin kamu sampai ke papi kamu, padahal saya yang daritadi menghubungi dia." "Yaudah deh kalau gitu." Mereka pun berjalan menuju lobby depan mall ini karena Lara yang katanya sudah dijemput. Jujur, Lara agak deg-degan karena akan bertemu dengan papinya, dan mungkin juga anggota keluarganya yang lain. Lara takut dimarahi. Walau Hamdan sangat jarang marah, tapi bukan berarti papinya itu tidak bisa marah. Begitu hampir sampai di lobby mall, Lara bisa melihat papinya sudah menunggu disana bersama dengan Jala. Mereka hanya berdua karena sepertinya yang lain sudah pulang termasuk Ambar. Karena itu, Lara cukup bernapas lega. Kalau masih ada Om Harlan, Om Jendra, dan Tante Hara, Lara pasti akan dapat omelan lebih banyak lagi. "Bu, makasih banyak ya karena hari ini udah aja saya jalan dan mau nemenin saya keliling mall. Mungkin bagi Ibu biasa aja, but it meant a lot to me. Jadi, sekali lagi makasih ya, Bu. Mood saya udah membaik karena Ibu." Lara berujar pada Semira sebelum mereka sampai di hadapan Hamdan dan Jala. Semira mengangguk, tersenyum lembut, lantas mengelus puncak kepala Lara. Entah kenapa, Lara merasa ada yang menghangat di dadanya karena gestur kecil yang dilakukan oleh Semira terhadapnya. Even she almost teared up because of that. "Iya, Lara, sama-sama. Jangan kabur-kaburan lagi ya, kan nggak baik. Kalau ada masalah sama papi kamu, harusnya diomongin, bukan malah diam terus pergi. Oke?" Lara hanya bisa menganggukkan kepala sebagai jawaban. Sebab jika dirinya menjawab, ada kemungkinan Lara akan menangis walau ia sendiri tidak mengerti kenapa bisa begitu. Tidak lama kemudian, mereka pun sampai di hadapan Hamdan dan Jala. Terlihat jelas sekali kalau Jala langsung bernapas lega ketika melihat Lara, sementara Jala mendengus dan memutar bola mata melihat kembarannya itu. Lara tahu, Jala pasti menganggapnya menyebalkan. "Astaga, Lara, Papi udah khawatir banget sama kamu. Lain kali jangan main pergi aja kayak tadi," omel Hamdan. Namun ia langsung menarik Lara ke sisinya dan memeluk singkat putrinya itu. Lara diam saja. Lalu, perhatian Hamdan berpindah pada Semira yang masih ada disana. Ia mengangguk sopan kepada sang guru. "Makasih banyak ya, Bu, karena udah mau ngasih tau keberadaan Lara ke saya," ujarnya tulus. "Makasih juga karena udah mau nemenin Lara." Semira tersenyum. "Sama-sama Pak Hamdan. Saya harap kejadian seperti ini nggak terulang lagi ya, baik itu ke Lara," tatapan Semira beralih pada Jala, "Maupun ke Jala." Jala yang disebut hanya berdiri kikuk dan tersenyum kaku. "Pasti, Bu. Saya akan berusaha supaya ini nggak terjadi lagi," ujar Hamdan. "Kalau gitu saya pamit dulu ya, Pak?" "Iya, Bu. Sekali lagi terima kasih." Lalu, Semira pun berlalu pergi meninggalkan keluarga kecil itu. Sedari awal Semira berbincang dengan Hamdan hingga wanita itu pergi menjauh dari mereka, Lara terus memerhatikannya. Lara pun dihantam oleh sebuah kesadaran. Hari ini, ia benar-benar memiliki waktu yang menyenangkan bersama Semira. Bersama Semira, Lara jadi bisa melupakan sejenak masalahnya. Lara jadi terpikir, andai memang dirinya diharuskan untuk memiliki sosok mami dalam hidupnya, seperti Semira lah yang sekiranya Lara inginkan, yaitu seseorang yang bisa mendengar keluh kesahnya, memberikan saran namun tidak menggurui, serta seseorang yang bisa membimbing sekaligus menjadi teman dalam hal apapun. "Lara, kamu tau kan kalau kamu sa-" "Papi, boleh nggak ngomelnya di rumah aja?" Lara memotong perkataan Hamdan tanpa menoleh kepada papinya itu. Ia justru masih memandangi punggung Semira yang menjauh. "Aku boleh minta sesuatu nggak, Pi?" Hamdan mengernyit. "Apa?" "Kalau harus punya mami, aku mau yang kayak Bu Semira, atau Bu Semira aja sekalian." Perkataan Lara itu tidak hanya membuat Hamdan saja yang kaget, tetapi juga Jala. "WHAT THE HELL?! BIG NO!" tantang. "MASIH MENDING TANTE AMBAR!" Sudah bisa ditebak kan apa yang terjadi selanjutnya? Yak, Jala dan Lara saling melempar tatapan permusuhan. Akhirnya, gendang perang di antara mereka pun secara resmi telah ditabuh.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD