"Ayah akan menjemput mu!". Suara nyaring ayah Lesmana di ujung sana.
"Tidak perlu ayah.. sebenarnya aku sedang bersama Hendra. Dan sepertinya dia mendapatkan permintaan yang sama dari kakeknya". Balas Aruna.
"Oh, benarkah?". Ayah sedikit terkejut dengan pengakuan Aruna.
"Baiklah ayah tunggu di sana, tenang saja ayah akan mendampingi mu, nak".
"Terimakasih ayah". Aruna menutup Handphonenya.
"Apa ayah memberikan informasi yang sama??". Tanya Hendra.
"Em.. maksud ku, kakek ku juga meminta ku menemuinya di rumah induk keluarga ku (Djoyodiningrat)". Hendra menambahkan penjelasan. Aruna mengangguk perlahan, dua anak manusia ini sedang diterpa kebingungan mendalam.
Yang satu berfikir bisa jadi ini akhir dari pertunangan dan janji pernikahan yang telah di sepakati. Hendra mengeryitkan dahi dan memegangi pelipisnya beberapa kali. Sembari mengantar Aruna berganti pakaian.
Kakek Wiryo memberikan instruksi tentang usahanya melangsungkan konferensi pers tidak perlu di jalankan. Hendra sempat bernego sengit bahwa waktu yang dia miliki masih ada 108 menit lagi sampai batas final dari kesempatan yang dia berikan.
Namun lelaki tua di ujung sana dengan santainya mengatakan 'tidak masalah, tidak perlu kamu lakukan'. Dan ketetapannya tidak bisa di nego lagi.
Aruna keluar menggunakan gaun, sangat berbeda. Gadis ini menjadi amat menawan. Midi dress lengan panjang yang menjuntai menutupi lututnya sama sempurnanya dengan aura ramah yang dimiliki Aruna.
_Ah' dia hanya ramah dan baik pada orang lain tapi tidak pada ku_
Gadis itu masih sibuk mencari cara menyusupkan bajunya pada tas ransel mini dari bahan Levis. Hampir tidak muat.
"Apa kamu punya tas yang bisa aku gunakan Hendra?".
"Buang saja!". Hendra terganggu dengan tas dan sepatu kets yang merusak pemandangan.
Aruna membuang muka. Menunjukan rasa tidak setuju dan jengkel pada Hendra.
"Kau ini! Tatap aku!! Aku tidak suka dengan cara mu". Cara memalingkan wajah ketika ngambek, membuat Hendra tidak nyaman. Tadi pagi dia merasa sangat terhina karena perilaku yang baru saja Aruna lakukan.
Hendra membawa Aruna menuju ruang yang sama. Ruang berderet cermin meja rias, semacam back stage para artis sebelum on air.
"Letakan barang-barang mu di situ, nanti aku minta orang mengantarkannya ke rumah". Hendra memberikan Aruna tas selempang wanita cantik. Sepertinya tidak asing, ada label Chan*l di tas itu.
_Pasti ini mahal sekali_ Aruna membolak-balik tas barunya, mengamati seksama. Ketika Hendra mengeluarkan sepatu dan meletakkannya didepan kaki Aruna. Pria itu menunduk berlutut menutupi sepatu baru yang disiapkan senada dengan dress Aruna.
"Bukan high heels kan.. ??". Aruna khawatir.
"Buka..n". Hendra mendongak keatas, lalu bangkit tepat di depan tubuh Aruna. Aruna gugup dia tidak pernah sedekat ini kecuali kejadian bodoh di mansion.
Tingginya bahkan tidak sampai sedagu Hendra.
"Berperilaku lah sesuai barang yang aku berikan, fashion mu terlalu payah dan membuat mataku sakit".
_Mungkin ini adalah barang terakhir yang bisa aku berikan, jika prediksi ku benar_ batin Hendra.
_Mulutnya masih bisa tajam, padahal sudah membuatku menangis seharian_
_Jangan-jangan aku akan dinikahkan lebih cepat oleh kakek tua itu_ Aruna merinding sendiri memikirkan.
Jika Hendra berfikir pertunangannya akan berakhir dengan Aruna. Tapi Aruna sebaliknya, dibawa ke rumah calon mertua. Dirias cantik dan dibelikan barang-barang bagus. Pasti ini pertanda pernikahan akan semakin dekat.
Gadis polos ini hanya tidak menyadari riasan dan semua yang menghiasi dirinya adalah langkah awal memaksanya melakukan press conference.
***
"Tidak banyak orang menyadari betapa pentingnya memahami kondisi jiwa orang-orang disekitarnya. Kebanyakan dari manusia menuntut manusia lainnya berperilaku seperti malaikat. Dan itu mustahil".
"Akhir dari ketidak pengertian ini adalah beberapa orang memutuskan bunuh diri karena tidak sanggup lagi mengemban beban menjadi malaikat buatan. Dan sebagian lain di negara yang menganut agama memilih membenamkan diri dan berhalusinasi".
"Ya.. ada yang berlari menuju orang pintar karena merasa di ganggu makhluk lain ada juga yang bermunajat ditempat-tempat aneh karena menginginkan sesuatu diluar kemampuan. Bisa jadi bukan kerena pengaruh makhluk yang kabarnya tidak terlihat, namun lebih kepada kondisi kejiwaannya butuh penanganan".
"Kondisi jiwa yang bermasalah hadir dengan latar belakang beragam, bisa jadi selain pengidap, pemberi luka pun sering tidak menyadarinya. Mereka saling tersentak setelah jiwa terluka semakin parah dan cenderung berakhir fatal".
"Sama seperti post traumatic disorder. Gangguan yang ditandai dengan kegagalan untuk pulih setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa yang mengerikan".
"Kondisi ini bisa berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan pemicu yang dapat membawa kembali kenangan trauma disertai dengan reaksi emosional dan fisik yang intens".
"Secara umum ada dua cara untuk mengatasinya yakni dengan Terapi dan Obat. Penyembuhan dari sebuah traumatis yang kadang peristiwa tersebut berlangsung sekejap, bisa membutuhkan perjalanan panjang, dukungan semua pihak dan waktu yang tidak sebentar".
"Sama seperti pasien yang akan saya tangani kembali setelah 22 tahun lamanya". Dokter senior bergelar Sp. KJ sedang mengisi kuliah umumnya di hadapan para mahasiswa strata dua bidang psikiatri.
"Kami telah melakukan penanganan secara menyeluruh 22 tahun lalu dengan tiga metode terapi utama, Trauma focused cognitive behavioral therapy ( TF-CBT ) atau psikoterapi atau konseling berbasis bukti, Tujuan TF-CBT adalah untuk menyediakan psikoedukasi bagi anak dan pengasuh agar tidak menyinggung dan membantu mereka mengidentifikasi dan mengatasi emosi, pikiran, dan perilaku".
"Yang ke dua adalah Eye movement desensitization and reprocessing ( EMDR ) biasa disebut pemrosesan ulang mata. Kami melakukan eksperimen mulai dari yang paling sederhana melihat gambar-gambar yang berhubungan dengan traumanya, sampai melihat secara langsung replika dari trauma yang perlu diatasi. Disini peran kita sebagai terapis adalah membantu pasien menemukan cara mengalihkan perhatian, contohnya ketukan tangan bahkan hal lain yang bisa memberikan efek menenangkan"
"Dan terapi Prolonged exposure therapy ( PE ) atau bentuk modifikasi terapi perilaku dan terapi perilaku kognitif yang dirancang menjadi satu. Ditandai dengan dua prosedur perawatan utama yakni paparan imajinal dan in vivo. Paparan imajinal (diulangi) 'sengaja' menceritakan kembali memori trauma. Paparan in vivo secara bertahap menghadapi situasi, tempat, dan hal-hal yang mengingatkan trauma atau yang memicu rasa bahaya (meskipun secara obyektif aman)".
"Prosedur terapi menyeluruh ini yang mengantarkan kami sukses membuat si kecil (pasien kami) bisa bicara kembali". Penjelasan Diana, disambut riuh tepuk tangan para mahasiswa.
"Ada satu lagi prosedur pengobatan yang pasti sudah kalian pelajari dikelas pengobatan, Selective serotonin reuptake inhibitors ( SSRIs ). Saya hanya perlu mengingatkan bahwa kalian sebagai psikiater perlu memiliki insting kuat dalam mengatur dosis yang tepat untuk para pasien".
"Insting itu butuh pengalaman. Untuk itu saya tawarkan kepada kalian 2-3 orang yang berkenan bergabung dengan tim saya untuk menangani kembali kasus yang baru saja saya ceritakan". Penawaran Diana memunculkan kata 'Wow', kemudian ruang seminar mulai riuh dengan diskusi ringan. Bisa menjadi bagian dari klinik dokter Diana merupakan kebanggaan tersendiri bagi para mahasiswa psikiatri.
"Karena saya sudah kepala lima, saya cukup tua untuk berlari menangani kejadian penting yang dialami pasien sewaktu-waktu. Pasien ini cukup spesial bagi saya, selama 25 tahun saya menjadi psikiater dia memberi saya banyak pengalaman berharga. Saya sendiri yang akan menyeleksi siapapun yang memiliki minat bergabung". Diana menatap semuanya sembari melempar senyum menantang.
"Sebelum saya akhiri sesi ini, saya perlu tegaskan hal sepele yang banyak diabaikan para psikiater. Dimana pun kalian nanti berkarir. Selama masih menjadi psikiater dan selama pasien anda belum terkonfirmasi meninggal. Pastikan dokumen rekam medis maupun riwayat treatment selalu di simpan dengan rapi dan bertanggungjawab. Karena penyakit yang kita tangani tidak sama dengan dokter-dokter pada umumnya. Selama pasien kita masih memiliki ingatan dan tidak mengalami kegagalan fungsi otak. Selama itu juga, pasien kita memiliki resiko untuk kambuh kemudian membutuhkan kita kembali. Saya harap anda semua memahami penjelasan saya. Terimakasih". Tepuk tangan kembali bergemuruh menggetarkan seisi ruangan.
"Baiklah kami beri kesempatan untuk bertanya!". Seorang moderator menawarkan sesi tanya jawab kepada audiens. Diana duduk sejenak. Meneguk air mineral yang disediakan panitia. Dan satu persatu peserta berebut mengacungkan tangannya mencarim kesempatan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada Diana.
***
_Aruna_ Damar menemukan sosok pujaan hatinya berjalan di iringi lelaki yang konon akan jadi suaminya. Bagi Damar berita itu masih berupa dongeng fiksi yang tidak mungkin jadi nyata.
Kadang dia masih belum sadar bahwa dirinya akan kehilangan perempuan yang menciptakan rona kemerahan di setiap sudut dalam imajinasi cinta yang dia buat sendiri.
Tapi kali ini, tak bisa lagi dipungkiri. Pria itu meleset jauh dari prediksi. Dia kira sang saingan masih cuek, bahkan enggan bersaing sama seperti ketika mereka pertama kali berjumpa.
Sayang, sekarang yang Damar dapati adalah sebaliknya. Lelaki bermata biru menatap Aruna dengan sorot mata pria kepada wanitanya. Gerakannya membukakan pintu untuk Aruna sangat ketara. Bahwa dia menaruh hati pada gadis pujaannya.
Mungkin saja si gadis payahnya tidak menyadari perilaku berbeda itu, sama seperti kondisinya. Sebelum menerobos titik terendah yang menjadi awal keberanian menyatakan cinta. Aruna sama sekali tidak memahami.
Damar harus secepatnya mencari cara sebelum Aruna menemukan pemahamannya. Kalau perlu dia akan mengambil alih dan menyembunyikan Aruna dikolong langit paling asing. Seandainya itu bisa dia lakukan. Tapi ini dunia nyata dimana kenyataan lebih getir dan menyiksa batin.
_Tak apa Damar.. kau hanya butuh dua tahun untuk bertahan.. sembari menyiapkan masa depannya setelah mereka benar-benar berpisah_. Pemuda ini sedang meneguhkan hatinya. Menyatakan bahwa dia tidak akan mundur. Pria hanya butuh bertahan sampai wanitanya luluh. Dan wanita siapa pun dia, selalu punya hak memilih pria terbaik diantara pria-pria yang hadir di kehidupannya.
***
"Kamu nyetir mobil sendiri?". Setelah membukakan pintu mobil untuk Aruna, gerakan Hendra menarik sabuk pengaman dan memasangkannya untuk Aruna. Membuat gadis itu terkejut.
"Mereka sedang sibuk, kadang aku melakukan beberapa hal sendiri. Sekedar menyetir mobil itu tidak masalah".
_Aku baru saja menghentikan press conference, mereka pasti sibuk dampak dari keputusan mendadak itu_
Pertanyaan yang baru saja Aruna lontarkan adalah salah satu cara menghilangkan rasa gugup.
"Kenapa kau menatapku, apa ada yang salah dengan ku?". Aruna menemukan pria itu beberapa kali mencuri lihat dirinya, memicu perasaan canggung.
"Ah tidak". Dan kemudian canggung lagi.
Setelah beberapa lama terbenam dengan pikiran masing-masing. Hendra menyalakan music pengiring perjalanan. Sedangkan Aruna mulai sibuk dengan handphonenya.
"Iya Damar? Ada apa?".
"Nanti malam? Boleh?".
"Lebih sore lebih baik, kecuali jadwal mu padat?".
"Hahaha.. masih saja. Ku pukul kau nanti.. ".
"Ya.. ya.. baik".
"Iyaaa... Boleh ku tutup sekarang".
Hendra menangkap keriangan Aruna bersama suara diujung sana. Dia berusaha mendengarkan dengan seksama. Berburu di celah-celah suara music.
"Kau sangat dekat dengan pacar mu?". Tanya Hendra sedikit tersinggung.
"Dia bukan pacar ku, dia sahabat terbaik ku". Aruna meliriknya sekilas, ketika mendapatkan pertanyaan dengan intonasi tidak nyaman.
"Cih' ada yang berpelukan di atap gedung dan berkata itu sahabat".
"Apa?? Kau menguntit sejauh itu.. Oh ya tuhaaan.. Kau..". Aruna merasa sangat jengkel. Pewaris Djoyodiningrat tidak tahu batasan privasi.
"Bagaimana dengan membungkus perempuan cantik dengan jasnya lalu membawanya kedalam mobil". Aruna tidak mau kalah.
"Tunggu.. tunggu.. ini mobilnya.. andai mobil ini bisa bersaksi".
"Dia temanku, teman sejak SMA. Kami hanya sedang salah tempat". Hendra memberikan penjelasan.
"Ah.. yang benar.. kau bahkan membawanya ke hotel mu". Ucapan Aruna di sambut tatapan tajam mengintimidasi.
"A.. a.ku cuma membacanya di media".
"Minimal aku bukan penguntit seperti mu".
"Huh.." Aruna membuang nafas dan mengerjapkan matanya, merasa tertekan.
_Dia pelaku, tapi dia juga yang sangat marah?_
"Sebagian besar tulisan itu salah. Mereka hanya mencari-cari bahan untuk menaikan rating dan insight, apa yang terjadi tidak seperti yang mereka tulis. Termasuk tidak seperti isi otakmu". Pria itu menggerutu dengan intonasi tegas.
"Memang kau tahu isi otak ku?".
"Kau pasti berfikir aku dan dia memiliki hubungan yang spesial". Jawaban Hendra tepat.
"Sama kau juga. Pasti berfikir aku dan Damar memiliki hubungan yang spesial". Entah mengapa terjadi konfirmasi di antara keduanya. Dan Hal tersebut mengawali kecanggungan berikutnya.
Lama mereka terdiam. Bersama laju mobil yang mulai melambat membaur di sela-sela keramaian kota Jakarta. Pemandangan diluar penuh sesak karena para pekerja mulai berhamburan keluar.
Gadis ini sedikit gerah. Terbenam dalam lamunan panjangnya, belum mau beranjak dari senderan ringan menatap jendela mobil. Gerakkan tangan, spontan mengikat rambutnya yang terurai berserakan.
Sesaat kemudian tangan seseorang menyusuri rambut Aruna, menarik perlahan pita yang melilit ikatan rambutnya.
"Aku suka rambut mu terurai, kamu terlihat lebih cantik".
"Aku gerah Damar!?".
Pria disampingnya memencet klakson mobil. Sengaja supaya gadis itu menoleh.
"A.duh!!". Aruna salah orang.