Chapter 5

1068 Words
My lovely husband Episode 5             “Kau tidak sedang berpura-pura?” tanya Merik tidak yakin. Pertanyaan sang ayah sungguh tepat sasaran, ia bahkan rasanya mulutnya tak bisa bicara lagi, gadis itu memuji kehebatan sang ayah dalam menilai seseorang, dirinya memang tidak mungkin bisa menerima Kauri sebagai ibu tirinya.             “Tentu, ayah,”jawabnya berusaha meyakinkan sang ayah agar tidak mencurigainya. Pria itu belum memberikan jawaban, matanya masih belum beralih dari sang anak yang masih berdiri di depannya, hatinya masih ragu akan ucapan putrinya, tapi mungkin dirinyalah yang berpikir terlalu berlebihan, tidak mungkin kalau gadis itu akan membohonginya, ia memutuskan untuk percaya.             “Baiklah, ayah memaafkanmu. Karena kau tau? Ayah paling tidak bisa marah padamu, sayang,” balas Merik. Revi merasa lega karena ayahnya telah memaafkanmu dan percaya padanya, meski terbesit rasa bersalah dalam dadanya karena telah membohongi ayahnya, ia pun tersenyum lalu mengecup pipi ayahnya.             “Terimakasih, ayah,” ucapnya.             “Hn,”balas Merik.             “Kalau begitu, Revi tidur dulu, ayah. Ayah jangan sampai tidur malam-malam, Revi tidak mau ayah sakit,” kata Revi penuh perhatian.               “Pasti,”jawab Merik. Setelah itu, Revi melangkahkan kakinya meninggalkan sang ayah yang masih berada di ruang kerjanya. Merik tersenyum sendiri melihat sikap putrinya, dia teringat pada sang istri, ia berpikir mungkin ada baiknya jika dirinya menemui istrinya yang menunggunya di dalam kamar. Pria itu bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan ruang kerjanya dan menemui sang istri. My lovely husband             Kauri melamun di depan jendela, pandangannya menerawang kearah langit, entah kenapa wanita itu sangat suka dengan yang dilakukannya, dia teringat sosok mantan kekasihnya yaitu Reva sugami.             “Reva, aku  merindukanmu,” gumamnya. Gadis itu tidak menyadari kalau di depan pintu kamarnya sang suami tengah memandanginya, pria itu melihat sang istri yang nampak sedih, ia berpikir kalau kesedihan sang istri adalah karena perkataan anaknya yang sudah menyakiti perasaannya, rasa bersalah kian muncul dalam hatinya. Merik mulai melangkahkan kakinya menghapiri istrinya, saat dirinya tepat berada di belakangnya tangannya terulur memeluk tubuh sang istri dari belakang. Kauri terkejut saat merasakan sebuah lengan yang tiba-tiba melingkari pinggangnya, ia tidak menyadari kehadiran sang suami karena terlalu sibuk melamunkan mantan kekasihnya.             “Merik,” panggilnya.             “Hm,” jawab Merik. Sudah menjadi kesenangan baginya meletakkan dagunya di Pundak sang istri.             “Maaf, tadi aku tidak menyadari kehadiranmu,”sesalnya.             “Kau melamun? Apa kau masih memikirkan ucapan Revi tadi?” tanya Merik merasa tak enak hati.             Kauri tersenyum meremehkan dalam hati mendengar pertanyaan yang terkesan sangat mengkhawatirkannya, pria itu memang tidak pernah menaruh rasa curiga padanya dan selalu memikirkan apapun tentangnya, tapi mungkin itulah kebodohannya, lihat saja! Sekarang suaminya itu mengira kalau dirinya masih sedih atas ucapan anak tirinya yang sangat menyebalkan itu, ia tidak tau saja kalau dirinya diam dan sedih itu karena mengingat kenangan indah bersama mantan kekasihnya, rasanya tidak dapat dibayangkan seandainya suaminya itu tau yang sebenarnya, masihkah dirinya akan mendapatkan cinta yang masih sama besar? Memikirkan hal itu sedikit ada rasa takut kalau itu sampai terjadi.             “Dengar, sayang! Kau tidak perlu merisaukannya. Dia tadi sudah mintak maaf padaku, dia juga berjanji akan menerimamu sebagai ibu tirinya,” ucap Merik. Kemudian ia mengecup pipi putih istrinya. Debaran aneh kembali hadir dalam jantung gadis itu, rasanya seperti ada kupu-kupu yang menari di dalam perutnya saat bibir sang suami menyentuh pipinya dengan lembut, darahnya bersedir bahkan pipinya ikut bersemu merah.             Merik merasa bersalah pada sang istri tercinta, dia tidak ingin istri kecilnya itu sedih terus, dirinya bersedia melakukan apa saja agar gadis itu tidak merasa bersedih dan membuatnya kembali tersenyum. Pria itu mengangkat kepalanya, tangannya terulur mrnyentuh kedua lengan sang istri lalu membalikkannya perlahan agar menghadap kearahnya, kedua tangannya berpindah pada wajah cantic istrinya, ia menangkup wajah cantic itu dengan kedua tangannya mendongakkannya secara perlahan agar bisa menatapnya lebih jelas. Kauri seakan tidak dapat bergerak, tatapan mata sang suami itu seakan menguncinya dalam hati yang terdalam.             “Kau menyesal menikah denganku?” tanyanya perlahan.             Deg…             Jantung Kauri seakan berhenti berdetak mendengar pertanyaan sang suami yang begitu tiba-tiba, entah kenapa pertanyaan itu terasa menyakitkan baginya. Bukannya seharusnya dirinya dapat menjawab pertanyaan itu dengan mudah, bibirnya tinggal mengatakan kalau dia memang sangat menyesal menikah dengannya, tapi kenapa justru terasa sebaliknya? Karena pernikahan ini ia tidak bisa bersama pria yang paling dicintainya. Semua itu seharusnya bisa terjawab dengan mudah tanpa ada beban, tapi kenyataannya bibirnya terasa kelu, dadanya terasa sesak mendengar pertanyaan yang begitu ikhlas, buakankah baru saja ia menghayalkan hal-hal yang indah saat bersama  Reva ketika mereka masih pacarana, tapi kenapa sekarang rasanya sangat berbeda? Kenapa dia merasa sakit saat mendengarnya? Hingga tanpa sadar air matanya menetes, dia merasa tidak dipercayai lagi oleh suaminya. Tapi bukankah memang semuanya benar? Kauri melakukan ini hanya karena pura-pura, menikah hanya untuk mendapatkan harta kekayaan Merik. Tapi kenapa dia justru menangis mendengar pertanyaan itu muncul dari mulut seorang Merik netsu kira.             Merik yang tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh istrinya  semakin merasa bersalah karena mengira telah menyebabkan wanita itu menagis, walau ada benarnya juga tapi juga ada salahnya, pria itu menarik sang istri kedalam pelukannya karena ia tidak mau lagi melihat istri yang dicintainya menangis karenanya.             “Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu, sayang, sungguh,” sesal Merik. Gadis itu hanya mengangguk dalam dekapan hangat sang suami, hatinya merasa semakin sakit tapi juga ada lega .             “Dengar! Aku mintak maaf, aku tidak bermaksud meragukanmu, aku percaya padamu, dan kau juga harus percaya bahwa aku tidak akan membuatmu menangis lagi,” ucap Merik berusaha untuk menenangkan istrinya.             “Hmm.” Merik merasa lega mendengar jawaban dari sang istri, apa lagi suara isak tangisnya sudah tak terdengar lagi. Pria mengerutkan keningnya ketika merasakan ada sesuatu yang aneh pada sang istri, dia pun sedikit melonggarkan pelukannya. Hampir saja Kauri terjatuh kalau saja Merik tidak kembali mengeratkan pelukannya, jantungnya hamper melompat keluar saat melihat mata sang istri terpejam sempurna.             “Kauri,” panggilnya khawatir. Tidak ada jawaban dari gadis tercintanya itu, tapi rasa cemas dan sempat khawatir itu menghilang setelah mendengar suara dengkuran halus dari sang istri, hamper saja dia terkena serangan jantung dadakan. Kadang dirinya dibuat bingung pada istrinya, bagaimana mungkin bisa tidur dalam posisi berdiri seperti ini, ia pun tersenyum tipis kemudian segera mengangkat tubuh sang istri kedalam gendongannya, pria itu membawa tubuh istrianya keatas ranjang lalu membaringkannya dengan perlahan agar tidak menganggu tidurnya. Memperhatikan wajah istrinya yang terlihat damai, Merik ikut naik keatas ranjang dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan di samping istri tercintanya. Ia belai wajah cantic itu penuh kasih sayang, matanya tak pernah lepas dari wajah cantic itu.             “Aku mencintaimu, kauri. Istri kecilku yang cantic,”Gumam Merik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD