Pertemuan Tak Terduga

1144 Words
Ini adalah penerbangan pertamamu Niyala, bersenang- senanglah dan bersemangatlah.  Pasca sekian banyak masalah yang engkau alami patutlah engkau mendapatkan sedikit angin segar untuk kehidupanmu berikutnya. Ya, aku harus berusaha menguatkan diriku sendiri. Aku harus yakin kehidupanku selanjutnya akan bahagia. Inilah aku, Niyala Silvani biasa di panggil Yala. Perempuan berusia 27 tahun, rambut indahku telah aku sembunyikan di balik hijab sejak masih SMA. Kulitku putih, kebetulan karena ibuku juga berkulit putih berbanding terbalik dengan ayahku yang memiliki kulit sedikit agak gelap. Banyak yang bilang aku manis, dengan postur tubuh 160 cm dipadukan dengan berat badan yang selalu stagnan di angka 47 kg membuatku terlihat proporsional, itu kata teman-temanku. Aku bekerja sebagai seorang guru honorer di sekolah setingkat SMA di Kota Balikpapan. Aku bisa berangkat ke Kota Jakarta untuk ke dua kalinya ini karena terpilih sebagai salah satu guru teladan yang akan diikutkan pelatihan untuk menambah ilmu mengajar dan ilmu lain yang sekiranya bermanfaat untuk dunia pendidikan yang aku geluti. Terakhir kali aku ke Jakarta sekitar dua tahun yang lalu karena kebetulan aku suka sekali jalan-jalan keluar daerah istilah kerennya travelling. Jadi perjalananku kali ini berbeda sekali karena tujuannya adalah untuk urusan pekerjaan. “Para penumpang yang terhormat, selamat datang di Jakarta, kita telah mendarat di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta, kami persilakan kepada anda untuk menegakkan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka dihadapan Anda, mengencangkan sabuk pengaman dan membuka penutup jendela. Atas nama Li*n Air dengan Kapten Adam Irianto dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat menikmati penerbangan ini, dan terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama kami”. Tak terasa terdengar pengumuman yang disampaikan pramugari yang menyadarkanku bahwa aku dan para penumpang lain akan segera mendarat. “Hai”, sapaku kepada salah seorang rombongan pelatihan tempat kami berkumpul. Kalau ku taksir mungkin usianya tidak jauh beda denganku, bedanya perempuan ini tak mengenakan jilbab sepertiku. Wajahnya berbentuk oval dengan kulit kecoklatan khas Mongoloid dan tak lupa kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Ya, kami berkumpul di pintu keluar Bandara. Ada sekitar 34 orang dari 34 provinsi di Indonesia yang akan mengikuti pelatihan bertajuk “Pelatihan Guru Teladan” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Aku adalah salah satu yang beruntung bisa terpilih untuk ikut menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.  “Hai juga, aku Amelia”. “Oh Hai,aku Niyala. Sambil tersenyum kami saling berjabat tangan. Setelahnya kami ngobrol seputar kegiatan apa yang rencananya akan kami laksanakan selama 3 hari di Hotel Aryaduta Jakarta. Sesekali bersenda gurau mengenai apa. Saking asyiknya kami mengobrol tanpa terasa rombongan kami sudah berjalan mendekati mobil jemputan. “Yal, liat deh rombongan kita udah pada mau naik mobil jemputan tuh, yuk buruan !” “Ah, ia. Kok bisa ya kita nggak sadar kalau yang lain udah pada mau berangkat. Ayo mel kita susul biar nggak ketinggalan bus“. Dengan tergesa-gesa kami segera menyusul rombongan yang semakin mendekati dua mini bus yang bertuliskan Kementerian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. “Brukk”... terdengar bunyi benturan cukup keras. Oh ternyata, karena terburu-buru aku menabrak seorang pria. Amelia kulihat sudah hampir sampai ke depan bus yang akan mengantar kami ke Hotel Aryaduta. Aku pun terus berlari karena aku sudah tertinggal langkah cukup jauh dari yang lain. “Maaf mas, saya buru-buru” ujarku namun karena insiden bertabrakan tadi beberapa barang yang ku pegang ada yang terjatuh. Pria itu dengan sigap membantuku mengambil barang-barang yang terjatuh, ada buku catatan yang berisi agenda yang akan aku jalani selama berada di Jakarta juga ada beberapa tanda pengenal yang akan kupakai selama acara berlangsung. “Ini barang-barangnya mba, lain kali hati-hati ya. Lumayan sakit juga lo pas tubrukan tadi” katanya dengan wajah kesal. “ Oh ia, maaf ya mas. Saya benar-benar sedang buru-buru. Sekali lagi terima kasih ya mas dan maaf atas insiden tadi” ujarku dengan agak kikuk dan sedikit gugup karena bertemu pandang dengan pria tampan ini. Hemmm... sepertinya aku kenal dengan wajah pria tampan ini, tapi di mana ya?” Ahh, nanti saja lah memikirkannya yang penting aku jangan sampai ketinggalan bus.  “Kok lama banget sih Yal? Kita udah nungguin kamu dari tadi loh” ujar Amelia. Aku pun meminta maaf kepadanya dan kepada penumpang lain beserta supir bus yang sedikit agak lama menungguku karena insiden tak di sengaja tadi. Kuurungkan niat untuk menceritakan kejadian tadi kepada Amelia karena itu kan hanya hal biasa tetapi entah kenapa aku jadi sulit lupa dengan kejadian tadi. Di tempat lain seorang pria tampan bernama Andromeda baru saja tiba dari Bali. Pria berusia 26 tahun ini baru saja pulang berlibur selama lima hari di Pulau Dewata Bali bersama teman-temannya sesama atlet anggar dan beberapa teman kongkownya. Selama di Bali, dia menghabiskan waktu dengan bersantai di salah satu Villa mewah, menikmati sunset di beberapa pantai seperti Pantai Mesari Seminyak, Pantai Uluwatu dan Pantai Jimbaran. Sedikit merefreshkan diri dari sekian banyak kesibukan yang rutin di jalani, latihan anggar, terkadang jadi model beberapa produk kenamaan. “Andro udah landing mi, ni mau langsung balik. Kenapa mi?” Andro bawain banyak oleh-oleh kok buat Mami”. Andro sedang sibuk menjawab telepon dari maminya, Mami Eva. Deringan gawainya terdengar bersahutan dari sebelum Andro naik pesawat hingga Andro mematikan gawai di dalam pesawat dan akhirnya setelah landing Andro harus menjawab rentetan pertanyaan dari wanita cantik yang sekarang berusia 49 tahun ini. Teman-temannya pun sibuk dengan gawai masing-masing yang mungkin mengabarkan kepada pasangan, dan orang tua mereka kalau mereka sudah sampai di Jakarta, kota Metropolitan yang terkenal dengan ikon Monas. “Ia ia mi, Andro langsung pulang ke rumah nggak pake singgah-singgah kok”. Selalu deh,kalau sama mami pasti aja diburu-buruin beda banget sama papi selow kayak di pantai, gumam Andro dalam hati. Setelah mengakhiri pembicaraan di telepon, Andro pun berpisah dengan teman-temannya yang lain karena mereka ada yang sudah di jemput dengan keluarga, ada juga yang sudah ditunggu oleh mobil jemputan. Untuk kali ini, Andro lebih memilih dijemput taksi online yang ada di bandara saja daripada minta dijemput oleh Pak Anto supir keluarga kami. Kalau Pak Anto yang jemput, otomatis mami ikut dan sepanjang perjalanan mami akan merepet tiada henti jadi daripada ambil risiko lebih baik pakai taksi online berwarna biru. “Brukk... Seorang gadis manis menabrakku. Kulihat dia sedang terburu-buru dengan bawaan yang cukup banyak, ada koper berwarna merah muda dengan ukuran sedang yang ditariknya dan beberapa berkas yang ada di genggaman tangannya. Ceroboh banget sih ni perempuan pikirku. “Lain kali hati-hati ya mba” ujarku tapi sekilas aku memandang wajah gadis itu. Ternyata manis juga gadis ini tak sengaja aku memandanginya ketika ikut membereskan barang-barangnya yang terjatuh. Mungkin usianya kurang lebih seumuran denganku, cukup fashionable dengan hijab berwarna maroon yang senada dengan blouse yang dikenakan. Tak lupa pemakaian rok lipit berwarna navy yang cocok dikenakan oleh gadis berkulit putih itu. Ehh, tapi kok gadis ini berbeda ya. Biasanya mereka bertingkah centil dan manja ketika bertemuku. Beberapa kali bertemu gadis yang terkesan caper dan tiba-tiba sok kenal yang ujung-ujungnya minta nomor WA. Hufft...tapi kenapa gadis ini biasa saja ya, malah cenderung tidak mengenaliku yang notabene terkenal di kalangan gadis-gadis. Sikapnya yang cuek itu malah membuat aku merasa ada sesuatu yang spesial di dirinya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD