Samantha mendengar keributan yang ditimbulkan Clara dan segera berlari ke pintu. Wanita itu terkejut saat melihat Sebastian dan langsung menarik Clara ke belakangnya.
"Astaga... tuan Sebastian !" seru Sam tanpa mengalihkan pandangannya dari Sebastian yang tersenyum padanya. Sam langsung berbalik memandang Clara.
"Apa yang kau lakukan, Clara ??? Jangan bersikap tidak sopan pada tamu VIP kita !" sergah Sam yang langsung membuat Clara terkejut. Baru kali ini Sam membentaknya seperti itu.
"Kapan aku tidak sopan padanya ???" protes Clara. "Kau melotot pada tuan Sebastian seperti ingin cari perkara !" jawab Sam cepat. Clara tertegun mendengarnya. Apa-apaan ini ??? Kenapa aku yang disalahkan ??? Aku jatuh juga loh, Sam ! jerit Clara dalam hati.
Mulut Clara hampir meledak lagi sebelum Samantha memotongnya dengan mengantar Sebastian ke tempat duduk kosong di sudut kafe. Tempat itu 'kan favoritku ! sungut Clara.
"Maafkan karyawan saya, tuan. Dia masih baru jadi masih belum berpengalaman. Mohon tunggu sebentar, saya bawakan menu untuk anda." Sam tersenyum ramah pada Sebastian yang hanya mengangguk tanpa meninggalkan senyumannya.
Sementara Samantha pergi ke mini bar-nya untuk mengambilkan menu, Clara mendatangi meja Sebastian sambil melempar katalog besar itu ke meja. Pria itu terkejut dan menoleh pada Clara yang masih terlihat sebal.
"Bagaimana bisa kau kenal dengan Sam ? Kau bertingkah seperti tidak mengenalnya saat aku bercerita tentangnya." Clara langsung duduk di depan Sebastian dengan melipat kedua tangan di d**a. Matanya terfokus pada Sebastian yang terlihat linglung sekarang.
"Oh, nona Kirnandita itu Sam ???" kaget Sebastian. "Hah ? Jadi kau tidak tau ???" kening Clara berkerut. Sebastian menggeleng polos. "Aku cuma tau namanya Kirnandita."
Clara menghela napas panjang dan menyadari bahwa Sebastian nampaknya tidak tahu nama lengkap Sam adalah Samantha Kirnandita. Tidak berapa lama Sam mendatangi mereka. Ia menatap Clara yang duduk di depan Sebastian dengan terkejut.
"Apa yang kau lakukan lagi, Clara ??? Kau lagi mencari masalah dengan tuan Sebastian ???" ekspresi Sam seperti hendak menjewer gadis kecil itu. Kali ini Clara tidak takut sama sekali dan balas menatapnya dengan tenang.
"Dia Julien, Sam." kata Clara malas. Samantha terdiam dan membuka matanya lebar-lebar.
"Kau bilang siapa ?" tanyanya.
"Dia Julien yang pernah kuceritakan padamu. Nama lengkapnya Sebastian Julien." Kali ini Clara menekankan kata-katanya. Samantha terkejut luar biasa.
"Ohh ! Anda yang menyelamatkan tas Clara ! Jadi, selama ini yang menelepon pesanan ke jalan Serayu itu anda ???" Sam benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Sementara itu, Clara mengambil menu yang ada di tangan Sam. Wanita itu membiarkan buku tipis itu meluncur begitu saja karena mulutnya masih ternganga.
Sebastian mengangguk dan tersenyum kembali. "Saya juga tidak menyangka Sam yang diceritakan Clara adalah anda," ujarnya.
"Apa yang diceritakannya ???" mata Sam seperti sudah akan meloncat keluar. Nampaknya ia khawatir Clara akan bicara macam-macam tentangnya.
"Dia mau minta dijodohkan denganmu, Sam." celetuk Clara tiba-tiba tanpa menoleh dari buku menu yang sedang dibalik-baliknya.
Wajah Sebastian dan Sam langsung merona merah. Pria itu tidak menyangka Clara akan bicara langsung seperti itu di depan Samantha. Memang Samantha cukup menarik perhatiannya. Wanita itu tinggi dan langsing. Rambutnya diikat ekor kuda dan sedikit dicat pirang kemerahan. Wajahnya tegas dan sedikit anggun.
Kedua orang itu tidak bisa berkata-kata setelah mendengar ocehan Clara yang nampaknya tidak peduli dan bahkan tidak melihat perubahan ekspresi mereka.
"Btw, aku mau strawberry parfait, strawberry cheesecake, strawberry crepes, dan strawberry honeybee, Sam. Wah, dari dulu aku ingin mencoba itu semua," kata Clara sambil memberikan buku menunya kepada Sam yang melongo mendengarnya.
"Kau yang pesan ???' kernyitnya. Clara mengangguk begitu saja.
"Ya. Aku yang pesan, dia yang bayar," lanjut Clara sambil menunjuk Sebastian tanpa sungkan. Sebastian menaikkan sebelah alisnya memandang Clara. Gadis itu balas menatapnya tanpa rasa takut.
"Kenapa ? Mau protes ? Atau tidak boleh ?" tanya Clara. Sebastian hanya tersenyum dan menggeleng.
"Memangnya kau bisa menghabiskan semuanya ?" ia balas bertanya.
"Kau 'kan tau aku maniak stroberi. Pasti habis. Aku 'kan masih dalam masa pertumbuhan." kekeh Clara. Sam menghela napas dan memandang Sebastian dengan wajah merona kembali.
"Ka... kalau begitu, anda pesan apa tuan ?" tanyanya dengan sedikit canggung. Sebastian terlihat berpikir sesaat, "Americano white coffee saja."
"Tuh 'kan. Kau juga maniak kopi pun." gerutu Clara. Sebastian hanya mengerlingnya dan kembali menoleh pada Samantha. Ia tersenyum singkat hingga membuat Samantha semakin tersipu.
Sam bergegas membuat pesanan mereka dan Clara mengalihkan pandangannya ke Sebastian kembali. Gadis itu berpangku dagu dan menunjuk katalog di meja. Sebastian tersadar dan mengambil katalog itu. Ia terkejut melihat beberapa coretan di katalog dengan tulisan ala dokter.
"Maaf, aku mencoret-coret katalogmu. Tapi, nanti ideku bisa hilang kalau tidak kutulis. Tidak apa-apa 'kan ?" Clara menatapnya bosan.
"Tidak masalah. Walau kularang pun kau pasti akan mencoretnya juga. Kau 'kan tidak bisa dilarang," dengus Sebastian. Clara juga ikut-ikutan mendengus mendengarnya.
"Bicaramu seperti kau sangat mengenalku saja," komentar gadis itu. Sebastian mengangguk kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari katalog itu. "Aku merasa begitu. Mungkin saja di kehidupan lalu kita sangat akrab," candanya.
Clara hanya tersenyum sesaat dan wajahnya mulai serius. Pria itu dapat melihat kalau gadis kecil di depannya jadi terlihat dewasa jika dia memasang ekspresi seperti itu.
"Kau sibuk tidak ? Nampaknya kau baru dari kantormu," tanya Clara.
'Tidak sibuk. Aku sudah selesai rapat hari ini. Memangnya kenapa ?" heran Sebastian.
"Kalau tidak sibuk, akan kujelaskan coretan-coretan ku di situ. Tapi, kalau kau sibuk, ya silahkan baca sendiri." jelas Clara. Sebastian mengangguk-angguk mengerti dan menyerahkan katalog itu kembali ke Clara. Gadis itu hanya membiarkan katalognya di meja dan mulai menunjuk sebuah gambar.
"Ini. Menurutku kau bisa menginovasi produk ponsel tipe G53i yang nampaknya tidak terlalu laku seperti ini dengan menambahkan fitur kacamata 3D di belakangnya. Kacamatanya harus tipis hingga bisa diselipkan di belakang casing. Tidak ada yang punya hape seperti ini 'kan ?" kata Clara dengan sangat lancar. Sebastian hanya menaikkan alisnya lagi.
"Cuma menambahkan kacamata 3D apa tidak terlalu biasa ? Semua perusahaan ponsel pasti bisa melakukannya." Pria itu mulai melipat kedua tangannya di d**a.
"Nah, di sinilah aku akan menjelaskan keunggulannya. Kacamata 3D ini bukan kacamata yang bisa dilepas seperti kacamata biasa. Jadi, ada kabel tipis yang menyambungkannya dengan ponsel sepanjang 2 meter dan melekat seperti magnet jika kau menyimpannya kembali. Dan kau tidak perlu repot-repot mengarahkan ponsel ke matamu hanya untuk menonton. Visual langsung dari kacamatanya akan memberikan efek luar biasa seperti teknologi canggih." Clara mulai menjelaskan sambil menggambar bentuknya di katalog itu dengan spidol yang dibawanya. Sebastian mulai mengernyit berusaha memahami sambil mengangguk-angguk.
"Kurasa karena perusahaanmu besar, sepertinya tidak ada masalah dengan pembuatan barang-barang semacam ini 'kan ?" tanya Clara.
"Seharusnya tidak ada masalah. Kami punya departemen teknologi yang luar biasa," jawab Sebastian.
"Bagus. Kalau begitu kau juga bisa menambahkan fitur ini pada ponsel baru yang mungkin akan kalian luncurkan dengan mode bluetooth hingga penggunaan kabel dimusnahkan. Bukankah itu lebih menarik untuk tipe hape baru ?" Clara menyeringai dan melihat ekspresi Sebastian yang kelihatannya tertarik dengan idenya.
"Hmm... boleh juga. Idemu bagus sekali, Clara !" puji Sebastian.
"Kau harus menggajiku besar, Julien. Memikirkan semua ini tidak gampang loh. Butuh imajinasi dan pemikiran yang logis," balas Clara.