Tinggal menambahkan bubuhan lipstik berwarna merah darah penampilan Resti sudah terlihat sangat cantik. Rambut yang dibentuk ikal dibagian ujungnya, polesan make up yang tidak terlalu tebal menambah kadar kecantikannya bertambah.
Ish s**l sekali, Resti baru sadar kalau ban mobilnya bocor tadi malam. Terpaksa hari ini Resti naik angkutan umum.
Dua puluh menit kemudian Resti baru saja sampai di sekolahnya. Saat menaiki angkot tadi memang tidak berjalan dengan mulus. Resti tidak suka berdesakan dengan orang lain, ditambah angkot yang selalu berhenti membuat Resti sangat kesal.
Resti mengipasi dirinya dengan tangan kosong, ia sangat gerah walaupun matahari masih belum beranjak tinggi. Saat ini ia tengah melangkah menuju kelasnya.
"Resti."
Gendang telinga Resti baru saja menangkap seseorang yang tengah menyebut namanya. Resti lantas berbalik badan, mengerutkan dahi saat melihat o cowok asing yang sedang berjalan kearahnya.
"Lo siapa?" tanya Resti dengan dahi berkerut.
"Nggak penting lo tau siapa gue," jawab cowok dihadapan Restu, ia sedang mengatur napasnya yangg menderu.
Resti mengangguk mengiyakan, "terus mau lo apa?" tanya Resti pada akhirnya.
"Gue mau lo ke ruang BK sekarang," jawabnya.
Resti seketika menyipitkan sudut matanya, "maksud lo?"
"Gue disuruh Bu Lila buat kasih tau lo, katanya lo disuruh nemuin dia di ruangannya," jelasnya dalam satu tarikan napas.
"Bu Lila mau ketemu gue?" Resti menunjuk dirinya, "mau apa?" tanyanya bingung.
Terlihat cowok itu sedang mengangkat bahunya, pertanda dia tidak tahu sama sekali.
"Ya udah thanks infonya," ucap Resti, sedetik setelah itu ia berlalu meninggalkan si cowok dan bergegas pergi ke kelasnya. Resti mau menaruh tas terlebih dahulu.
Sesampai di bangkunya, Resti menghempaskan tas miliknya begitu saja, lalu ia mengambil seribu langkah kaki untuk pergi menemui Bu Lila.
"Res, kenapa lo buru-buru banget, emang lo mau ke mana?" Teman kelasnya bertanya, spontan langkah panjang Resti langsung berhenti, ia membalikkan badan dan menatap ke arah cowok yang tadi bertanya dengan pandangan malas. "Kepo aja kerjaan," lanjutnya cuek.
"Gue cuma ingin tau sih."
"Gue ada urusan mendadak," jawab Resti pada akhirnya.
"Gue ikut lo," sela cowok tadi, ia bangkit dari duduknya.
"Gue nggak ijinin lo, lagian gue mau minta dianter Kenya sama Netta," sahut Resti sembari mengendarakan pandangan sekitar. Namun, kedua sahabatnya tidak terlihat sama sekali, akhirnya ia memutuskan menatap cowok dihadapannya kembali. "Mereka berdua ke mana?" tanya Resti kemudian.
"Mana gue tau, berdoa sama Allah, minta petunjuk," celetuknya asal.
"Ish!" Resti berdecak sebal, ia kemudian teringat akan Bu Lila, dengan sigap Resti keluar dari dalam kelas, tidak peduli sama sekali dengan teriakan rekan kelasnya yang berdengung ditelinganya.
Setelah sampai di ruang BK, Resti segera masuk, ia sudah hapal di mana letak bangku Bu Lila, lantaran Resti sendiri sudah sering berurusan dengan beliau. Tapi mendapati panggilan kali ini, Resti sama sekali belum tahu dirinya telah melakukan pelanggaran apa.
Mata Resti seketika langsung membola kala melihat Lina dan Indah yang tengah duduk dihadapan Bu Lila, pantas saja Resti cari tidak ada di kelas, rupanya mereka sudah ada di sini. Jadi, bukan Resti saja yang dipanggil menemui Bu Lila, melainkan kedua sahabatnya juga.
"Duduk," perintah Bu Lila kepada Resti setelah cewek itu sudah mendekat.
Tanpa menunggu waktu lama lagi, Resti segera menuruti kemauan guru BK itu, sebelumnya ia melempar senyuman pada Lina dan Indah.
"Kalian udah tau kenapa ibu panggil ke sini?" tanya Bu Lila, menatap ketiga anak muridnya satu per satu.
Anggota geng THE ROSE itu saling melempar tatapan satu sama lain, namun dari mereka bertiga sama sekali tidak ada yang tahu.
"Nggak tau Bu," jawab Resti mewakili pemikiran kedua temannya.
Bu Lila tampak tersenyum kecil, "ibu nggak mau ngulur waktu lagi, sekarang kalian bertiga lepas jaket itu," pinta beliau lagi dengan tegas.
Secara kompak, mereka lalu mengerutkan keningnya, masih belum paham dengan permintaan Bu Lila.
"Buat apa Bu?" tanya Lila dan mendapati anggukan dari Resti dan Indah.
"Udah lepas dulu, nanti ibu jelasin."
Akhirnya ketiga cewek itu hanya bisa menurut. Melepas jaket kesayangannya dengan berat hati. Bu Lila lantas tersenyum lebar kala tiga buah jaket kini berada di mejanya. Beliau kemudian mengambil pakaian itu.
"Mulai sekarang, nggak ada yang namanya geng-gengan di sekolah ini, THE ROSE harus bubar mulai sekarang," terang Bu Lila dalam satu tarikan napas.
"APA?!"
Tiga sejoli itu langsung tercekat, ekspresi kaget kini mensponsori wajah cantik ketiganya.
"Nggak bisa Bu, saya nggak setuju dengan permintaan ibu ini," sanggah Resti dengan keras, selaku pemimpin THE ROSE, ia harus bertindak lebih lanjut.
"Nggak bisa, keputusan ibu sudah bulat, geng yang kamu buat ini bikin masalah tau nggak?! Banyak yang ngelapor ke BK kalo tindakan kalian bertiga sangat buruk, kalian sering menindas dan menyuruh adik kelas buat beli ini itu, kan?" terang Bu Lila lagi.
Resti hanya menggeram kesal, memang betul apa yang di katakan Bu Lila. Selain itu Resti juga sadar bahwa dirinya ini sering berbuat ulah dengan siswa lain. Tapi ia senang melakukan itu, ada kepuasan yang dirinya rasakan.
"Nah oleh karena itu ibu terpaksa harus membubarkan kalian. Mulai besok pagi, ibu sudah memutuskan untuk menempatkan kalian di kelas yang berbeda."
"Jangan gitulah bu, udah cukup THE ROSE aja yang bubar, tapi kita nggak usah dipindah ke kelas lain," bantah Indah tak setuju dengan usulan Bu Lila.
Tampak guru BK itu menggelengkan kepalanya. "Kalo kalian masih satu kelas, itu artinya sama aja. Kalian bakal tetep kumpul kayak gini," tegas beliau dengan mantap.
"Untuk kamu, mulai besok masuk ke kelas XI IPS 1," ucap Bu Lila sembari menunjuk Lina
Spontan Lina langsung mencebikkan bibir tak suka.
"Dan kamu, masuk ke XI IPS 5." Sekarang giliran Indah yang memayunkan bibirnya.
Sorot mata Bu Lila kini menatap Resti "dan kamu Resti, nanti ibu antar kamu."
Bu Lila menyebalkan sekali, kenapa hanya dirinya saja yang harus dirahasiakan kelas barunya di mana? Dan Resti tahu apa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Ia sudah merasa tidak enak, perasaanya kacau.
"Mending saya tukeran sama Indah kalo gitu Bu," sanggah Resti.
"Nggak bisa, keputusan ibu sudah tidak bisa diganggu gugat. Dan jaket kalian ini ibu sita. Sekarang geng kalian udah punah, kalo ada siswa lain yang ngelapor THE ROSE balik lagi, ibu nggak segan-segan akan keluarin kalian dari sekolah ini," ucap beliau menggebu-gebu. Sorot matanya sungguh mengintimidasi.
"Ya udah kalian boleh pindah ke kelas masing-masing."
"Nah, barusan bukannya ibu bilang kalo kita mulai pindah kelas besok pagi, berarti hari ini kita masih satu kelas dong," cetus Indah dan diberi sambutan anggukan kepala dari Lina dan Resti.
"Terserah kalian, mau pindah sekarang atau besok. Tapi yang pasti, besok adalah hari dimana kalian sudah tidak kumpul-kumpul gini lagi. Paham?"
Dengan malas, mereka bertiga mengangguk pasrah. Keputusan Bu Lila kali ini sangatlah menyebalkan.
Resti dan kedua sahabatnya berjalan menyusuri koridor hendak pergi ke kelas, tampang mereka bertiga terlihat sangat lesu. Apalagi tanpa jaket THE ROSE, membuat mereka menjadi bahan tontonan. Para siswa yang melihat tiga cewek yang terkenal cetar itu pun sampai bertanya-tanya kenapa mereka tidak mengenakan jaket kebanggaan yang bergambar bunga mawar itu.
"Kita udah bubar," pinta Resti lesu disela langkah kakinya.
"Tapi kita bakal masih temenan, kan?" Lina mengangkat satu alisnya, dan dilanjutkan menatap Resti dan Indah secara bergantian.
Spontan baik Resti maupun Indah langsung menganguk kecil. "Mulai besok kita nggak satu kelas lagi, kok gue jadi sedih gini, ya?" Indah tersenyum miris.
"Udah nggak pa-pa, istirahat kita juga bakal ketemu kok." Resti mencoba menenangkan mereka berdua.
"Tapi tadi kenapa lo minta tukeran kelas sama gue Res?" tanya Indah, tatapannya sepenuhnya terarah ke Resti.
Resti seketika membuang napasnya gusar, "masa sih lo nggak nangkap pikiran gue, ya jelas karena Bu Lila nggak kasih tau gue kelas mana yang harus gue tuju, nyebelin banget nggak sih? Kenapa cuma gue yang dirahasiakan," jawab Resti kesal.
"Mungkin kelas lo yang baru nanti bakal spesial Res," sahut Lina.
Indah mengangguk setuju. "Iya Res, bisa jadi emang gitu."
"Alih-alih spesial, gue mikirnya kalo kelas yang bakal gue tempati nanti sangat buruk, nggak seperti bayangan gue. Udalah, gue nggak mau mikirin masalah ini untuk sekarang. Ayo cabut!
Pada saat istirahat pertama, banyak sekali pertanyaan yang Resti dapatkan dari teman kelasnya.
"Res, THE ROSE emang beneran udah bubar? Itu beneran ya? Banyak yang ngomongin tuh di luar."
Telinga Resti sampai sakit mendengar pertanyaan yang sama berulang kali. Dan kali ini, pertanyaan barusan berasal dari mulut ketua kelasnya. Sejak satu jam yang lalu berita itu sudah menjadi trending topik di SMA Angkasa.
"Iya, emang kenapa? Lo seneng?" Resti berkata sarkastik sembari menatap cowok didepannya ini.
Doni terlihat tersenyum bahagia, "seneng lah, pakek banget malah." Dan pada akhirnya Doni terkekeh kecil.
Resti lantas berdecih, memutar bola mata, dan dilanjutnya mengembuskan napas yang sedari tadi masih memburu tak tentu arah.
"Nggak heran kalo lo seneng gue menderita," komentar Resti sinis.
"Yah bukan gitu juga kali," koreksi Doni kemudian. "Kelas ini udah dicap buruk gara-gara perlakukan lo sama geng lo itu. Dan gue sebagai ketua kelas yang selalu ditegur karena dirasa nggak becus ngurus kelas."
Kini Resti terlihat lebih murung setelah tidak ada geng yang sudah berjalan sudah cukup lama ini, terlebih lagi ia sedih karena besok Lina dan Indah sudah pindah kelas.
"Lo tenang aja Don, mula besok gue udah pindah kelas kok," adu Restu menatap Doni dengan malas.
Seketika Doni mengerutkan kening, "Lah, emangnya lo mau pindah ke kelas mana?"
"Bu Lila buat kesepakatan bahwa gue, Lina, dan Indah mulai besok udah pindah kelas," jawab Resti pada akhirnya.
"Terus?"
"Ya berarti lo nggak nanggung gue lagi. Lo udah tenang, kan sekarang?" tanya Resti.
"Ya nggak gitu juga kali Res."
Sementara itu di kelas yang berbeda, Weeby dan Marcell sedang berdebat lantaran Weeby ada niatan untuk pindah bangku dari Marcell.
"Emang mau pindah bangku ke mana? Udah bener lo duduk sama gue."
"Uti duduk sendirian, gue bisa gabung sama dia," tandas Weeby. "Gue soalnya menderita kalo duduk bersebelahan bareng lo terus."
"Menderita pala lo, orang justru lo duduk sama gue semua tugas lo nilainya bagus bagus semua tuh." Marcell menyombongkan diri, membusungkan dadanya ke depan.
Mencebikkan bibirnya kesal, Weeby kembali berujar, "gue nggak lihat dari sudut pandang situ, gue selalu tersiksa kalo duduk menahun sama lo."
Marcell spontan terkekeh kecil, "ya udah sana pindah, gue nggak keberatan juga. Lagian, semua tugas gue bakalan aman," komentar Marcell sama sekali tidak keberatan dengan keputusan yang Weeby ambil. Justru Marcell sangat bahagia dunia akhirat.
"Oke, deal. Semoga lo dapat calon temen bangku yang baik nanti." Weeby tersenyum miring pada Marcell, lalu ia bangun dari duduknya, dan dilanjutkan beranjak menuju bangku Uti. Namun, langkah kakinya mendadak terhenti setelah perkataan Marcell selanjutnya melayang bercampur dengan udara.
"Oke, semoga keputusan lo ini yang terbaik. Awas, nanti nyesel udah jauh dari cowok ganteng kayak gue ini," balas Marcell dengan senyum paling bahagia hingga membuat Weeby bertambah kesal.
"Idih, nggak bakalan terjadi," komentar Weeby sarkastik dengan bola mata yang ia pelototkan.
"Awas By, ucapan lo bakalan kena karma." Marcell terkikik lalu tak lama setelahnya ia menjulurkan lidahnya ke arah Weeby.
"Apa sih lo, dasar cowok aneh dan nggak jelas," omel Weeby.
"Dari pada elo, cewek tak tau diuntung, udah sering nyalin tugas gue, bukannya terima kasih malah nyolot gini."
Weeby seketika langsung menghentakkan kaki ke lantai karena kesal setengah mati pada cowok macam Marcell ini, "oh jadi selama ini lo nggak ikhlas gue nyontek tugas lo, gitu?" Weeby melipat kedua tangannya tepat didepan dadanya.
"Kalo iya kenapa? Itu hak gue juga kali." Marcell kembali menyahut dengan santai sampai-sampai emosi Weeby kembali terpancing dan siap memuncak.
"Emang lo cowok paling ngeselin yang gue kenal ya?"
Weeby sekarang malah asik bertengkar dengan Marcell hingga ia lupa bahwa dirinya akan pergi ke bangku Uti.
"Lah siapa yang bilang gue baik? Gue emang nyebelin plus imut-imut kayak boneka barbie," ucap Marcell disertai menunjukkan senyum khasnya. Hingga lesung pipit yang tercetak jelas dikedua pipinya kini terlihat.
"Yang ada lo imut imut kayak bayi monyet," balas Weeby diiringi tawa terbahak-bahak.
"Nah lebih baik mirip bayi monyet lah, ketimbang elo, imut kagak, kayak anak tikus iya." Marcell kembali tertawa renyah, segala cara apapun pasti ia keluarkan untuk membalas perkataan Weeby.
Selalu saja pada akhirnya Weeby yang kalah dari Marcell. Cewek itu mencebikkan bibirnya kesal.
"Kok ada sih orang kayak gini di bumi, suka heran sendiri gue," cibir Weeby sembari menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak terasa gatal.
Marcell tersenyum riang, "lo dapat info dari mana kalo gue dari bumi? Jangan suka asal ngomong."
"Emang lo dari mana? matahari?" Weeby sudah mulai kesal, ditambah dengan kemarahan yang siap meluaap.
"Bukan. Gue dari planet yang nggak punya nama. Asal lo tau, gue salah satu saudara dari jadoo. Alien bermuka biru itu," ucap Marcell teringat dengan film India yang pernah ia tonton di televisi.
Otak Marcell sudah mulai ngawur, ia berbicara dengan asal, tentu saja Weeby sudah bertambah kesal.
"Terserah elo, gue nggak mau berurusan sama cowok gak jelas kayak lo." Weeby memutar dengan malas kedua bola matanya, lalu ia mulai melenggang meninggalkan Marcell yang masih tertawa bahagia.
Tentu saja Marcell senang bukan main, ia telah berhasil membuat emosi Weeby keluar. Cowok itu sangat senang mengganggu Weeby. Sifat Weeby yang mudah terpancing emosi membuat Marcell semakin ketagihan untuk terus merecoki cewek cantik itu.
Entah itu bertahan sampai kapan, karena mulai besok Weeby sudah tidak duduk di sampingnya lagi, dan tentu saja Marcell semakin susah menggoda Weeby.