Weeby spontan menyalakan ponselnya untuk melihat jam sudah menunjukkan pukul berapa. Membuang napasnya perlahan, ia kembali melempar ponselnya asal dan fokus ke arah jalanan tadi.
Sekarang sudah pukul delapan malam. Entahlah, sudah berapa jam ia habiskan waktu sepulang sekolah bersama Kenya dan Netta.
Membelah keramaian jalanan ibu kota, menyalip setiap kendaraan lain kini Weeby lakukan. Pikirannya sangat kacau untyk situasi sekarang ini.
Bagaimana tidak tenang kalau hari sudah berganti malam. Weeby sangat takut sekali. Bukan, ia bukan takut akan suasana gelap. Ia juga bukan takut jika ada perampok maupun pencopet. Namun, yang ia takuti adalah sosok ayahnya.
Dengan napas memburu, Weeby semakin kencang menancapkan gas motornya. Ia sangat berharap, ayahnya bakal lembur kerja dan Weeby tidak jadi kena marah ataupun teguran.
Apakah bagi seorang seperti Weeby ini boleh berharap?
Sesampainya di rumah, Weeby langsung memakirkan mobilnya di garasi. Namun, seketika ia gugup setengah mati, ia memilin bibir tipisnya. Harapan untuk tidak jadi kena luapan emosi ayahnya seketika pupus dan melebur entah ke mana.
Weeby sudah melihat mobil silver milik ayahnya yang terpakir sedemikian rupa di dalam garasi. Tidak mungkiri, sekarang perasaan Weeby sangat tidak karuan.
Beberapa detik Weeby memikirkan hal itu, akhirnya ia langsung memutuskan untuk keluar dari mobil dan mulai melangkahkan kaki panjangnya menuju ke depan pintu rumah. Weeby kembali mengumpulkan sisa-sia nyawanya yang mulai menyebar, dengan bulatan tekad yang kini ia simpan, Weeby harus berani menghadapi sang Ayah.
Bagaimanapun juga ini sebuah perbuatan yang dilakukan dirinya, dan Weeby juga harus berani mengambil risiko setelahnya.
Harapan bila ayahnya bakal lembur kerja seketika hilang ditelan bumi. Weeby tidak punya harapan lagi karena bola matanya menangkap laki-laki paruh baya, yang umurnya sudah menginjak kepala empat, ayahnya sudah berdiri diambang pintu seraya melipat kedua tangannya.
Wajahnya sudah terlihat garang, ditambah kumis tebalnya membuat kadar ekpresinya sangat menakutkan. Weeby menelan ludahnya dengan sangat kasar, derap langkah kakinya kian melambat.
Weeby tidak bisa mengambarkan suasana yang kini hinggap dihatinya. Bingung ia mendeskripsikannya. Begitu kontak matanya sudah terjalin dengan ayahnya, buru-buru Weeby mengalihkannya ke arah lain.
"Wah, ada yang ngelanggar peraturan nih, bagus!" ucap Andika dengan senyum remeh yang tercetak dibibirnya. Tangannya kini bertepuk tangan.
"Maaf, yah. Tadi Weeby nganterin temen Weeby dulu, jadi Weeby pulang terlambat," terang Weeby dengan suara parau. Sekujur badannya sudah bergetar sedemikian rupa, tidak mungkiri, selalu saja begitu. Weeby sangat takut jika sudah berurusan dengan Andika, ayahnya.
"Peraturan ya tetap peraturan, kamu mau jadi anak yang nggak penurut sama orang tua, ha?!" Andika mendekat, lalu tangan kekarnya mencengkeram dagu Weeby dengan sangat keras. Lalu ia mengangkat kepala Weeby agar wajahnya menatap ke arahnya.
Dengan susah payak Weeby merintih menahan sakit, tatapan matanya kemudian bertemu dengan mata nyalang milik Andika.
"Sekali lagi kamu pulang terlambat, jangan ngimpi balik ke rumah ini lagi!" Andika sontak membuang muka Weeby dengan gerakan kilat, tentu saja Weeby terhuyung ke samping.
Perasaannya sedari tadi sudah tidak kondusif, amarah Andika membuat dirinya terpuruk seperti ini. Weeby tidak berani membantah, ia juga tahu kalau ini adalah murni kesalahan dirinya.
"Maafin Weeby yah," gumam Weeby sengan suara lirih. Sorot matanya menatap ke bawah lekat-lekat.
Napas Andika sudah tidak beraturan, ia sungguh marah besar dengan anaknya yang membantah perintahnya.
"Masuk!" ucap laki-laki paruh baya itu dengan tegas. Tanpa menunggu waktu lama lagi, Weeby segera melangkah masuk ke dalam rumahnya. Cepat-cepat ia ingin menghindar dari amukan sang ayah lagi.
"Eh tunggu!"
Secara refleks Weeby langsung membalikkan badan, menghadap ke sang ayah lagi. "Ada apa, yah?"
"Obatnya udah di minum belum?"
Menghela napasnya berulang lagi, Weeby mengangguk kecil. Sorot mata kepedihan sudah turut ia pancarkan.
"Bagus, jangan lupa minum lagi nanti malam. Kalo kamu nggak minum, siap-siap dapat hukuman dari ayah!" Raung Andika tegas.
Sudahlah, Weeby memang harus menerima kenyataan pahit ini. Berapa kali pun ia sudah mencari celah supaya ayahnya tidak menyuruh dirinya lagi untuk minum obat. Namun nyatanya, tidak semudah membalikan telapan tangan.
Weeby kadang frustrasi, apa motif dari Andika menyuruh dirinya melakukan hal itu? Bukannya sama saja itu seperti membunuh anaknya secara perlahan?
Entahlah, Weeby sendiri kadang juga berpikir kalau dirinya bukan anak kandung dari Andika, melihat laki-laki itu yang selalu marah besar kepadanya itu kerap membuat Weeby berpikirian seperti itu.
Dengan berat hati, Weeby mencoba melakukan ini. Ya, ini semua semena-mena untuk membuat sang ayah senang.
Keesokan harinya di sekolah, bagai berjalan di atas karper merah, baru saja satu langkah turun dari mobilnya, semua siswa sudah menyingkir ke tepi, memberi jalan lenggang bagi Resti.
Mereka sungguh berusaha mengindar mati-matian dari Resti. Entah apa yang mereka takuti. Kekuasaan yang Resti miliki atau tampang wajahnya yang terlihat jutek dan pemarah. Mungkin saja dua-duanya.
Apalagi dengan jaket jins THE ROSE membuat Resti berkesan seperti murid nakal yang patut untuk dijauhi. Tetapi, tidak bisa dihindari lagi, aura kecantikan Resti sungguh melampau batas. Semua siswa-siswi sampai bertanya-tanya apa rahasia dibalik kecantikan yang Resti miliki itu.
Resti spontan memutar bola matanya malas ketika melihat anak tangga di hadapannya ini. Dikarenakan kelas XI IPS 2 berada di lantai tiga, otomatis Resti harus menaiki tangga sebanyak dua kali.
Resti sungguh kesal dibuat olehnya, memang selalu begitu. Setiap menjejalkan kakinya dianak tangga, Resti kerap kali menggerutu sendiri. Pasalnya, ia tidak mau kelelahan maupun berkeringat. Apalagi fisiknya yang lemah ini. Tidak hanya itu, ia juga pernah mengalami nasib yang s**l. Bagaimana tidak? Resti pernah terpeleset dari tangga dan seragamnya yang putih penuh dengan debu, setelahnya ia juga ditertawakan keras oleh para siswa. Mengingat itu semua membuat Resti bertambah kesal.
"Gara-gara lo, dulu gue diketawain semua orang tauk," gerutu Resti yang ditunjukan untuk lantai. Berulang kali ia menginjak kakinya dengan keras di sana. Bermaksud agar lantai itu kesakitan.
Begitu sudah sampai diambang pintu kelasnya, tak sedikit pula yang memandangi Resti dengan sorot mata lekat-lekat.
"Naikin lagi Res, rok-nya."
"Tebelin lagi gincunya, Res."
"Sini biar abang cium gimana Res?"
Memang teman kelasnya selalu menggoda Resti. Perlu diingat atau perlu digarusbawahi, hanya teman kelasnya saja yang selalu berbuat usil seperti itu. Jika sudah di luar, Resti malah ditakuti semua orang.
Tanpa menghiraukan ucapan-ucapan nyeleneh yang tak lain dari para mulut teman cowok yang memang seperti itu, Resti melenggang pergi ke bangkunya dengan langkah panjang-panjang.
Untuk beberapa saat manik mata Resti dan Lina bertemu. Keduanya kemudian tersenyum satu sama lain.
Di lain kelas, Weeby yang sedang duduk dengan nyaman sambil membaca buku dikejutkan oleh suara dari teman kelasnya.
"Eh By, nih Marcell katanya mau nyium lo," teriak Erza seraya terkekeh kecil.
Marcell yang tidak tahu apa-apa seketika melotot penuh amarah ke arah Erza, berani-beraninya sohibnya itu ngomong seperti itu. Nyebelin emang tuh cowok.
"Apaan sih lo?!" kesal Marcell, tangannya terulur dan menjitak kepala Erza sekuat mungkin.
"Sakit woy, kalo kepala gue dari batu, lo boleh deh ngelakuin itu sepuasnya," balas Erza dan mendapati respon dari Marcell dengan dengkusan kecil.
Mendengar perkataan Erza membuat telinga Weeby rasanya sangat gatal. Ia memandangi temannya itu dengan sorot mata sinis.
"Kayaknya sih elo yang mau Za!" balas Weeby spontan, ia memandangi Erza dengan sorot mata setajam silet. Kemudian, napasnya terhela panjang.
"Lo mau By sama gue? Hayu hayu kita ke toilet sekarang juga," cengir Erza antusias.
Mendengkus sebal, Weeby seketika melipat kedua tangannya didepan dadanya, "delapan puluh juta gimana?" tantang Weeby penuh selidik, ia memicingkan satu alisnya sambil tersenyum remeh.
"Berani nggak lo Za, delapan puluh juta loh, lumayan lah bisa buat beli gorengan bakwan Bu Endah satu truk," bisik Novan seraya nyengir penuh keyakinan.
Marcell lagi-lagi hanya berdecih kecil seraya menutup telinga rapat-rapat. Perbincangan yang didengarnya ini menurut dirinya sama sekali tidak berfaedah.
"Itu sih masih sisa duitnya, sama cilok-nya Pak Imam bisalah. Aduh dijamin meledak nih perut gue." Erza mengusap perutnya, lalu beberapa detik kemudian ia memutar kepalanya, menghadap ke arah Weeby lagi.
"Eh By, gue nggak jadi deh, duitnya mau gue pake buat beli cilok sama bakwan aja, nanti gue traktri lo deh," ucap Erza lagi.
Memutar bola mata, Weeby membalas ucapan Erza lagi dengan malas, "siapa juga yang mau, yang ada gue jijik sama lo!" cecar Weeby sembari memperlihatkan ekspresi geli. "Yuk gaes cabut, banyak manusia aneh di sini!" Weeby beralih menatap Kenya dan Netta.
"Lo yang aneh By, tuh bibir apa gedung bangunan woy. Pake di cat segala lagi." Marcell yang sedari tadi hanya diam, males menanggapi perbincangan itu, seketika mengagetkan Weeby dengan kata-kata s***s yang diucapkannya.
Weeby langsung mengerucutkan bibirnya, selalu saja ucapan Marcell berhasil membuat Weeby tersinggung. Dan sekarang ia tahu, bahwa dirinya kalah telak dari Marcell, sekali berucap saja mulutnya sudah seperti racun tikus yang membunuh lawannya. Benar-benar mematikan!
"Situ cewek atau cowok, kebanyakan mulut lo!" balas Weeby sarkastik, ia juga tidak mau kalah begitu saja. Ditatapnya Rachel dengan pandangan tak bersahabat.
"Nah, lo matanya udah rabun nih kayaknya By, sana buruan periksa mata, nanti nggak bisa lihat kegantengan gue gimana coba?" Marcell tertawa terpingkal setelah selesai berkata, kerutan disekitar matanya sudah keluar. Hingga pada akhirnya Erza dan Novan juga ikut menambah kericuhan. Mereka ikut terkekeh.
Weeby menghentakkan kakinya kesal, menatap tiga sejoli itu dengan sinis. Ia benar-bebar kesal setengah mati dibuat oleh Marcell. Cowok paling ngeselin di muka bumi yang patut untuk dimusnahkan.
Kalau saja Netta dan Kenya tidak buru- buru mendorong Weeby keluar, mungkin saja Weeby akan membalas lagi perkataan Marcell itu, kalau bisa ia juga akan mencakar wajahnya yang katanya ganteng itu. Ganteng dari Hongkong? Mukanya paspasan gitu juga. Yang ada tuh mulutnya yang patut di operasi biar ilang.