Jantung Nala Bermasalah

1311 Words
Nala mengawali pagi penuh semangat. Sudah hampir 2 minggu dia bekerja sebagai juru masak rumah sakit. Selama bekerja baru 2 kali Nala bertemu Ace, itupun hanya sepintas saat melaksanakan sholat di masjid yang ada di lingkungan rumah sakit. Kini Nala disibukkan dengan aktivitas yang sangat disukainya. Pertama, dia masih melanjutkan bisnis jualan makanan online yang open order hanya di hari libur saja. Kedua Nala sibuk sebagai karyawan di rumah sakit Al-Fathan Medical Center. Waktunya bersama keluarga sangat berkurang, membuat sang Mama mengajukan protes padanya. “Pagi semuanya.” “Pagi, Sayang,” jawab ke tiga orang yang sudah duduk di meja makan. Nala mencium pipi dimulai dari Papa, Mama dan terakhir Kakaknya. Setelah itu, duduk dengan tenang di kursi yang biasa ditempatinya. Nala terus menyunggingkan senyuman saat menikmati sarapan hingga membuat heran anggota keluarganya. “Adek kenapa?” “Memangnya Nala kenapa, Kak?” bukannya menjawab, dia justru berbalik bertanya pada Kakaknya. “Kamu sejak tadi senyum terus. Gak takut gigi kering?” Nala minum jus buatan sang Mama lalu di buatnya berkumur. Membuat semua orang yang ada di meja makan melotot ke arahnya. “Adek, jorok banget!” tegur Papa. Dia hanya terkikik, melihat ke arah Papa. “Nala sedang membasahi gigi, Pa. Biar gak kering seperti yang Kak Danesh bilang,” kilahnya dengan menaik turunkan kedua alisnya ke arah sang kakak. “Kamu ini katanya juru masak terbaik, tapi kelakuanmu sangat tidak mencerminkan hal itu?” “Gak ada hubungannya sama sekali, Kak. Jangan membuat kecerahan hati Nala meredup seperti layar ponsel!” jawab Nala, dengan mulut yang penuh makanan. Perdebatan antara Kakak beradik itu terjadi setiap hari membuat rumah menjadi ramai dengan teriakan manja Nala saat Kakaknya tidak berhenti menjahilinya. “Nanti berangkat kerja bareng Papa saja, Sayang.” “Tapi ‘kan restoran sama tempat kerja Nala gak searah, Pa. Nanti Papa telat berangkatnya, kalau harus muter-muter.” “Hari ini Papa mau jenguk teman di rumah sakit tempat kamu bekerja.” “Benarkah itu?” tanya Nala dengan sangat antusias. Memang kadang dia sangat berlebihan sekali. “Iya, makanya Papa ajakin kamu bareng. Biar ngak nungguin angkot lama.” Nala hanya mengangguk saja, lumayan juga dia nebeng Papanya. Bisa hemat ongkos! Selesai sarapan, Nala langsung mengajak Papanya berangkat karena harus menyambut kedatangan juru masak baru. Dengar-dengar dari gosip para sesepuh juru masak di sana. Anggota dapur yang akan datang adalah jebolan kampus luar negeri. Sering disebut dengan Chef internasional. Jika, Nala adalah juru masak lokal. Seperti yang selalu dikatakan oleh Kakaknya. Sesampainya di rumah sakit, Nala menggandeng Papanya dengan berceloteh riang gembira. Dia sangat manja namun berubah dewasa ketika berhadapan dengan kompor dan berbagai macam peralatan dapur. Memang seajaib itu seorang Nala. “Nala masuk dulu ke dapur ya, Pa. Jangan kangen!” ucapnya dengan mengedipkan sebelah matanya. Papa Nala menjawil hidung putrinya saking gemesnya. “Kalau kangen nanti Papa susul ke dapur!” “Ngak boleh dong Pa, Nala ‘kan lagi kerja cari uang,” rengeknya manja. “Siapa yang suruh kamu cari uang?” “Jangan mulai lagi Papa, Sayang! Kita sudah melakukan musyawarah hingga mencapai kesepakatan.” Papa Nala menghela nafas pasrah, sebenarnya dia tidak setuju jika Putrinya bekerja dengan orang. Dia sudah menawarkan pekerjaan sebagai juru masak di restorannya pada Nala. Namun, ditolak oleh sang putri dengan alasan ingin mencari pengalam di tempat lain. *** “Cantik banget, La,” seru Arumi. “Terima kasih, Rumi. Aku memang cantik sejak dulu tapi gak usah berlebihan juga,” jawab Nala dengan tingkat percaya diri yang tidak tertolong. Arumi mendengkus lalu mencubit pipi Nala. “Nala memang cantik, tapi yang aku maksud bukan kamu. Tapi Chef baru itu,” tunjuk Arumi pada wanita cantik dan sexy yang sedang memperkenalkan diri. Nala terkekeh dengan kelakuannya sendiri. Sebenarnya dia sudah tau yang di maksud oleh Arumi. “Dia kok mau-maunya bekerja di rumah sakit padahal lulusan luar negeri. Pasti kalau melamar kerja di restoran ternama langsung diterima,” ucap senior. Nala menoleh ke arah Arumi yang masih fokus mendengarkan cerita dari juru masak baru. “Rumi …” “Iya, ada apa?” jawab Rumi setengah berbisik. “Juru masak itu lulusan mana sih? Kok semuanya pada heran saat dia mau bekerja di sini?” “Setahuku baru pulang dari jepang, mungkin kuliahnya di sana. Tadi pas dia menjelaskan tempat kuliahnya Nala ajakin aku ngobrol terus. Jadi nggak kedengeran,” keluh Rumi. “Jangan marah Rumi cantik. Nanti aku cari tahu deh informasi yang kamu lewatkan tadi.” Lagi-lagi Arumi mencubit pipi Nala, gemas sekali dengan sahabatnya. “Nala lama-lama pengen aku karungin deh!” “Jangan dong! Aku ‘kan bukan meong,” jawab Nala. Membuat kedua gadis itu terkekeh bersama. Sebelum jam pulang kerja, selalu ada evaluasi dari kepala dapur. Nala kembali mendapatkan pujian dari para Dokter dan Perawat. Dia juga ditugaskan membuat dessert bersama istri pemilik rumah sakit minggu depan. Nala senang saat masakan yang dibuatnya mendapatkan apresiasi. Bukannya haus dengan pujian, namun hal itu membuatnya semakin semangat dalam bekerja. “Nala aku pulang dulu ya, sudah dijemput Ayah.” “Oke, hati-hati di jalan. Salam buat Ibuk, kapan-kapan aku mampir lagi minta makan.” “Akan aku sampaikan, Bye Nala.” “Bye Arumi,” balas Nala dengan melambaikan tangannya. Setiap hari Nala tidak langsung pulang. Dia akan melaksanakan sholat ashar dulu di rumah sakit. Arumi sedang mendapatkan tamu bulanan tidak bisa menemaninya. Lagi pula dia harus membantu Ibunya membuat pesanan kue jadi harus pulang cepat. Seperti biasa, dia menyapa setiap orang yang berpapasan dengannya. Sikap ramahnya membuat Nala cepat di kenal semua karyawan di rumah sakit. “Pak Dokter,” panggil Nala saat sampai di depan masjid. “Siapa?” “Saya, Nala.” “Nala?” “Iya, Bapak lupa sama saya?” Nala kembali bertanya dengan mata berbinar. “Saya tidak pernah kenal mana mungkin saya lupa?!” Nala terkekeh pelan, dia lupa jika belum pernah berkenalan dengan Ace. “Kalau begitu mari kita kenalan,” ucap Nala dengan mengulurkan tangannya. Ace tidak menghiraukan Nala, tetap sibuk memakai kaus kaki. Gadis itu, tidak akan menyerah karena sudah bertekad meluluhkan es kutub utara di depannya. Saat Nala akan bicara kembali terdengar suara wanita yang memanggil Ace. “Kamu mau pulang ‘kan Ace? Aku bareng sekalian ya. Hari ini supirku tidak bisa menjemput.” Nala hanya memperhatikan chef barunya yang bernama Elnara. Saingannya bertambah satu lagi. Kali ini sepertinya sangat sulit untuk disingkirkan. Melihat dari wajah dan tampilannya, Elnara sangat berkelas. Beda dengan Nala, dia memang cantik namun khas anak gadis yang baru saja lulus SMA. Memang sudah seharusnya seperti itu ‘kan? Dia memang gadis baru gede. “Maaf Elna aku sudah ada janji dengan seseorang,” jawab Ace saat sudah berdiri dari duduknya. “Siapa?” “Dia,” tunjuk Ace pada Nala. Elnara menatap tidak suka pada Nala. “Bukannya kamu juru masak di sini?” Nala yang tiba-tiba dilibatkan dalam obrolan, hanya mengangguk dengan kikuk. Dia dijadikan tumbal oleh Ace untuk menolak Elnara. Tapi tidak masalah baginya, menurutnya hal ini menjadi anugerah untuknya. Bisa pulang bareng dengan calon suaminya. “Iya, Mbak. Kita satu tim tadi siang.” “Oh, iya kah? Aku tidak melihatmu.” “Masak aku sebesar ini tidak terlihat?” jawabnya dengan polos, membuat sudut bibir Ace terangkat. Ace tiba-tiba menggandeng lengan Nala. Mengajaknya pergi meninggalkan Elnara yang terdiam di tempat menatap kepergian pria yang dicintainya sejak kecil. “Pak Dokter mau ajak Nala kemana? Padahal aku mau sholat.” “Kamu tadi belum sholat?” “Belum, Nala tadi baru sampai.” “Terus kamu ngapain negur saya kalau belum sholat?” “Ya kesempatan bisa negur Pak Dokter, mana mungkin Nala sia-siakan.” Ace membuka pintu mobil, dengan wajah linglung Nala masuk sesuai perintahkan Ace. Jangan tanya bagaimana kondisi jantung Nala? Saat ini jantungnya ingin melompat dari tempatnya. Mungkin jantung Nala bermasalah? Sepertinya dia harus diperiksa oleh Ace!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD