1.ide gila sarah
Sudahlah, berhenti menangis. Sekarang dengarkan aku,
masukkan pembalut bekas yang sudah kamu pakai ke dalam air untuk menanak nasi," ujar Sarah berbisik.
Seketika aku terperangah kaget mendengar ide gilanya itu.
Aku tertawa hampa.
"Gila! Itu ide gila, rah. Tidak!" ucapku tegas.
"Ya sudah, itu resikomu. Tapi jangan pernah lagi mengadu tentang si Supri itu padaku. Aku muak mendengar nama lelaki b***t itu," ucap Sarah menekan kalimat terakhir. Dia terlihat sangat marah.
Aku diam membisu.
herman itu suamiku. Apa aku marah saat sara memaki Herman dengan sebutan b***t? Tidak! Aku sama sekali tidak marah. Karena memang demikian adanya.
Mungkin menurut sebagian isteri, tidak ada kata maaf untuk sebuah penghianatan. Tapi tidak denganku, aku terlalu lemah untuk menuntut sebuah perceraian. Yang bisa kulakukan hanya mengadu dan menangis pada Sarah sahabatku.
Entah mungkin sudah ratusan kali aku menangis padanya, tentu dengan penderitaan yang sama. Yaitu penghianatan Herman padaku. Mungkin kali ini ia sudah jengah dengan tangisanku, dan memintaku untuk melakukan hal gila itu.
Dua tahun hidup bergelimang sebuah penghianatan, bahkan dengan terang-terangan Herman membawa wanita itu ke dalam rumah. Siapa yang bisa bertahan dengan rumah tangga seperti ini? Mungkin hanya aku.
Kurasa ikatan pernikahan sebercanda itu di mata herman.
Aku menarik napas dalam, baiklah! Aku akan ikut andil dalam permaianan yang kamu buat ini.
"Apa yang kudapat jika aku menuruti idemu itu?" tanyaku lirih.
"Kau akan merasakan dahsyatnya kekuatan darah haid itu, bisa kujamin, Herman akan bertekuk lutut padamu," balas Sarah berbisik.
Kulihat Sarah tersenyum sinis, ada raut lega di wajahnya. Selama ini berkali-kali dia memintaku agar menuntut cerai pada herman, namun selalu kutolak mentah-mentah.
Sebetulnya, bukan tanpa alasan aku kekeuh untuk bertahan dengannya, tentu saja karena kekayaan yang ia punya. Hidupku akan terjamin di sisinya, walaupun hatiku tercabik karena ulahnya.
"Caranya bagaimana?" tanyaku lagi setengah berbisik. Cukup banyak orang berlalu lalang di taman ini, khawatir salah satunya mendengar pembicaraanku dengan Sarah.
"Gampang, untuk sementara ini singkirkan dulu sikap malasmu. Jangan menanak nasi dengan rice cooker, pakai kompor dan kukusan seperti orang-orang jaman dulu. Dan pembalut bekasmu itu masukkan ke dalam air yang ada di bawah saringan dandang itu, paham?" jelas Sarah berbisik di telingaku.
Aku menyimak dengan sungguh-sungguh penjelasannya itu. Beruntungnya dulunya aku orang kampung, dan aku sudah paham dengan cara menanak nasi seperti itu. Itu hal mudah.