Jam delapan malam Citra mengajak putrinya untuk tidur, bagaimanapun juga ini sudah malam jadi Citra ingin putrinya tidur lebih awal.
"Mama beneran mau kerja?" Tanya Ara pelan sebelum membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
Citra terdiam dan menatap ke arah putrinya dengan tatapan mata yang cukup dalam.
"Iya, mama ambil jam malam. Jadi nanti setelah papa pulang kerja mama baru berangkat. Ara nggak papa kan?" Jawab Citra dengan suara pelan.
Ara terdiam, Citra sendiri bisa menebak jika sebenarnya putrinya menolak, tapi Citra juga tak punya pilihan lain selain bekerja. Apalagi suaminya sudah menuduhnya yang tidak-tidak.
"Mama akan baik-baik saja kalau bekerja? Mama nggak akan ninggalin Ara kan?" Tanya Ara lagi dengan pelan.
"Mama janji nggak akan ninggalin ara." Jawab Citra dengan cepat.
"Kalau gitu mama hati-hati ya kalau kerja, nggak boleh kecapekan ataupun sakit." Kata Ara yang langsung saja mendapatkan jawaban anggukan dari Citra.
"Sekarang Ara tidur ya, besok harus sekolah." Kata Citra mengingatkan putrinya.
Ara pun mengangguk dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Citra sendiri memilih untuk menemani putrinya sampai benar-benar tertidur dengan pulas.
"Selamat malam." Ucap Citra pelan seraya mencium kening putrinya setelah hampir lima belas menit menunggu putrinya tertidur dengan lelap.
Citra berdiri dan menatap ke arah pintu, dirinya terdiam saat melihat suaminya sudah ada di pintu putrinya. Sepertinya malam ini pun dirinya masih harus berdebat dengan suaminya itu.
Citra mencoba memejamkan matanya setelah cukup lama terjaga dan menunggu suaminya untuk bicara. Tadi, setelah dari kamar putrinya Citra langsung kembali ke kamarnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk menyikat giginya. Saat dirinya keluar dari kamar, suaminya sudah tidur di atas sofa dengan mata yang terbuka lebar. Saat itu juga Citra sadar jika sepertinya masih ada hal yang belum selesai suaminya sampaikan padanya.
"Kamu beneran suka sama laki-laki tua itu?" tanya Anand dengan suara pelan dan nada yang terdengar sangat dingin.
Citra yang tadinya sudah berniat menutup matanya kini kembali membuka matanya dengan perlahan dan perasaan frustasi yang tak bisa ia lampiaskan.
"Hem." jawab Citra pelan. Ia tak ingin menghindar lagi, karena suaminya sudah mempercayai hal itu.
"Tidak bisakah kamu memilih laki-laki yang lebih baik? setidaknya jarak umurnya jangan terlalu jauh." kata Anand lagi yang langsung saja membuat Citra menelan ludahnya kasar.
"Haruskah aku memilih laki-laki yang muda dan tak mencintaiku sepertimu?" tanya Citra balik yang langsung saja membuat Anand terdiam dan menatap ke arah ranjang. Istrinya tidur dengan membelakanginya, jadi Anand tak tahu bagaimana ekspresi wajah istrinya sekarang ini.
"Bukan seperti itu, maksudku jangan memilih laki-laki tua itu." kata Anand pelan.
"Ini masalahku dan pilihanku, jadi biarkan saja." jawab Citra lagi seraya memilih untuk memejamkan matanya dan tak ingin meladeni suaminya lagi.
Apa urusannya dengan laki-laki jahat itu? bukankah dia juga sangat jahat padanya sampai-sampai membuat dirinya ingin meninggalkannya?
Anand terdiam, apa yang dikatakan oleh istrinya memang benar, tapi Anand juga tak ingin melepaskan istrinya secepat ini, apalagi putrinya juga sangat menyukai istrinya itu.
"Kamu akan bersama dia secepatnya?" tanya Anand lagi dengan penasaran.
Cukup lama Anand menunggu, tapi sepertinya istrinya itu sengaja tak ingin menjawab pertanyaannya lagi.
"Aku hanya khawatir pada Ara jika kamu tiba-tiba mengajukan gugatan." lanjut Anand lagi.
Citra membuka matanya dan menghela napasnya pelan, entah kenapa suara suaminya yang terdengar sedikit lelah itu membuat Citra luluh dan ingin membalas kata-kata suaminya itu.
"Katakan pada pacarmu itu untuk segera menikah denganmu, agar aku bisa lepas dari kamu secepatnya." balas Citra seraya bangun dari tidurnya.
"Aku akan tidur di kamar Ara malam ini, jadi jangan halangi aku." kata Citra lagi yang langsung saja membuat Anand ikut bangun dari tidurnya dan menatap kepergian istrinya dengan helaan napasnya yang panjang.
Anand memijit kepalanya pelan, sepertinya dirinya tak memiliki waktu yang banyak.
Citra keluar dan menatap ke arah Bik Mar yang tengah ada di ruang keluarga sendirian. Citra yang mulanya ingin berjalan ke arah kamar putrinya pun memilih untuk menghampiri bik Mar yang masih terjaga itu.
"Bik Mar belum tidur?" tanya Citra pelan.
Bik Mar menoleh dan sedikit terkejut saat melihat istri majikannya masih bangun dan menghampirinya.
"Makan saja bik," kata Citra pelan seraya duduk di samping bik Mar. Rasanya dirinya sangat lelah hari ini dan ingin mengeluh pada seseorang.
Citra menoleh dan menatap ke arah Bik Mar yang memakan kue buatannya dengan menatap ke arahnya.
"Bik Mar tahu kalau mas Anand suka sama wanita lain bukan?" tanya Citra yang langsung saja membuat Bik Mar terkejut dan hampir tersedak karena pertanyaannya.
Citra menghela napasnya panjang. Ternyata benar, kehadirannya sama saja seperti lelucon untuk semua orang yang ada di rumah ini.
"Mbak Citra tahu?" tanya Bik Mar pelan.
Citra mengangguk pelan dan menatap ke depan dengan pandangan kosong. Sepertinya setelah malam ini dirinya tak akan memiliki interaksi yang banyak pada bik Mar lagi. Dirinya terlalu malu untuk menghadapi bik Mar yang tahu segalanya itu.
"Sepertinya sudah lama, bibi juga heran saat bapak membawa berbagai macam wanita berbeda hanya untuk mengenalkannya pada Neng Ara. Saya juga tidak tahu jika bapak akan menikah tapi tidak dengan kekasihnya itu." Kata Bik Mar dengan suara pelan dan sedikit tak enak hati.
"Neng Ara juga terlihat sangat tidak suka pada ibu kandungnya. Bibi sempat terkejut saat mendengar kenyataan itu, tapi bibi hanya bisa diam karena bapak pun terlihat biasa saja saat saya tahu semua itu." lanjut Bik Mar lagi.
Citra mengambil napasnya panjang dan menghembusnya dengan perlahan, matanya menatap ke arah Bik Mar yang saat ini tengah menundukkan kepalanya dalam.
"Menurut bibi apa yang harus saya lakukan? jujur saja, saya mencintai dia saya juga sangat sayang pada Ara, tapi saya benar-benar bingung untuk menghadapi sikap dia yang keterlaluan." tanya Citra dengan suara pelan dan sedikit lelah.
Semoga saja malam ini dirinya mendapatkan jawaban yang terbaik dari semua pikiran yang menumpuk di kepalanya.
"Saya lihat bapak suka sama makanan buatan mbak Citra, sepertinya bisa di pakai untuk meluluhkan bapak pelan-pelan. Buat dia kecanduan dengan masakan mbak Citra sampai dia enggan untuk melupakan rasanya." kata Bik Mar yang langsung saja membuat Citra menoleh dan menatap ke arah Bik Mar dengan intens.
"Bik Mar jangan bercanda, mana mungkin bisa seperti itu." balas Citra dengan tawa lelahnya.
"Saya nggak bercanda mbak, ada juga laki-laki yang akan nyaman dengan kita hanya karena masakan kita yang berhasil buat dia ketagihan. Terus selain masalah isi perut, kuncinya ada di bawah perut juga. Ngerti kan maksud saya?" kata Bik Mar dengan serius dan menatap ke arah Citra yang menggelengkan kepalanya cepat.
Bisa gila jika dirinya harus memikirkan itu juga, disentuh suaminya saja tidak pernah bagaimana mungkin dirinya membuat nyaman bawah perut suaminya.
Bik Mar terdiam, sepertinya dia tahu apa yang saat ini dipikirkan oleh istri dari majikannya itu. Bik Mar sudah cukup lama mengikuti Anand, jadi dirinya sudah tahu betul bagaimana kelakuan majikannya itu.
"Mbak Citra nggak usah khawatir, mbak jalani saja pelan-pelan. Jangan terlalu dipikirkan nanti malah jatuhnya sakit." kata Bik Mar mengingatkan.
Citra mengangguk pelan dan menoleh ke arah Bik Mar dengan senyuman tipisnya.
"Makasih ya bik, kalau gitu saya tidur dulu." kata Citra yang langsung saja meninggalkan bik Mar sendirian.
Bik Mar pun juga sangat ingin melihat keluarga tuannya itu baik-baik saja, apalagi tuannya memiliki istri yang baik dan sangat penyayang itu. Belum lagi dengan kepedulian yang cukup tinggi.
Citra berjalan ke arah kamar putrinya dan tidur bersama putrinya dengan gerakan pelan agar tidak menggangu tidur putrinya yang terlihat sangat lelap itu.
Pagi hari, Citra bangun pagi-pagi dan berjalan ke arah dapur. Meskipun dirinya tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bik Mar semalam, tapi dirinya ingin mencobanya. Jika dia beruntung, maka dirinya bisa memiliki laki-laki yang dicintainya. Namun jika tidak, dirinya pun hanya bisa pasrah dan mengikuti alir yang sudah Tuhan persiapkan untuknya.
"Mbak, pagi benget." Sapa Bik Mar yang saat itu tengah mencuci beras.
Citra tersenyum dan mengangguk pelan. Ia pikir, setelah semalam dirinya tak berani menemui bik Mar karena malu, ternyata dirinya lebih semangat karena secara tidak langsung mendapatkan dukungan dan semangat dari bik Mar atas apa yang di sampaikan semalam.
"Iya bik, saya mau coba cara yang bibi kasih tahu." jawab Citra dengan senyuman manisnya dan juga semangat yang terlihat sangat jelas di matanya.
"Cara apa?" tanya Anand tiba-tiba yang langsung saja membuat Bik Mar dan Citra menoleh, menatap ke arah Anand yang berdiri di pintu dapur dengan tegap seperti manekin toko itu.
"Mbak Citra bilang nggak mau masak pak." kata Bik Mar pelan.
Citra sendiri langsung melotot saat mendengarnya, bisa-bisanya bik Mar bicara seperti itu di depan suaminya.
"Kenapa kamu nggak mau masak lagi? kamu nggak suka karena aku makannya banyak? atau kamu mau masakin laki-laki lain?" tanya Anand yang langsung saja membuat Bik Mar dan Citra terdiam. Bukankah reaksi Anand terlalu berlebihan? bisa-bisanya bertanya seperti itu.
"Iya, kenapa emang? kamu punya hak apa untuk minta aku masak? aku pembantu kamu?" balas Citra tak mau kalah.
"Udah mbak." kata Bik Mar pelan.
"Bercanda kok pak, tadi mbak Citra bilang ingin mencoba menu baru yang bibi sarankan, jadinya mbak Citra semangat gitu. Eh tiba-tiba bapak tanya, jadinya saya kerjain." kata Bik Mar yang langsung saja membuat Anand terdiam dan menatap ke arah istrinya yang terdiam dan menatap ke arah Bik Mar.
Anand pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun, Citra pun tertawa pelan. Akhirnya setelah sekian lama dirinya bisa menyinggung perasaan suaminya juga.
"Dari reaksi bapak, sepertinya dia memang sangat cocok dengan masakan mbak Citra. Semangat mbak. Bibi pasti dukung mbak seratus persen." kata Bik Mar menyemangati Citra.
"Makasih bik." balas Citra pelan dan tersenyum lebar.
Setelah itu keduanya mulai berkutat dengan kegiatannya masing-masing. Bik Mar yang meneruskan kegiatannya mencuci beras, sedangkan Citra yang memilih-milih bahan masakan di dalam kulkas.
Anand kembali ke kamar dengan sedikit kesal. Seharusnya dirinya tak memberikan respon seperti itu. Jelas-jelas istrinya akan semakin ingin menggugat dirinya jika dirinya bersikap seperti ini setiap harinya. Nanti setelah mengantarkan Ara ke sekolah, Anand sudah bertekad untuk bicara baik-baik pada Angela. Sepertinya ia tak bisa menunggu lebih lama lagi.
Hampir satu jam Citra menghabiskan waktunya di dapur untuk membuat berbagai menu sarapan pagi hari ini. Setelah selesai, Citra pun meminta bik Mar untuk menatanya ke meja makan, sedangkan dirinya sendiri berpamitan untuk membangunkan putrinya dan membantunya untuk bersiap-siap.
"Ara, ayo bangun." panggil Citra pelan.
Ara yang mendengar suara mamanya langsung saja bangun dan menguap dengan lebar, tangannya bergerak mengusap-usap matanya yang terasa masih mengantuk dan ingin tidur lagi itu.
"Ayo bangun, mama tadi udah buatin bacem telur kesukaan Ara." kata Citra lagi yang berhasil membuat putrinya membuka matanya lebar.
Ara pun yang mendengar makanan kesukaannya langsung saja berlari ke arah kamar mandi untuk mandi, sedangkan Citra sendiri lebih memilih untuk menyiapkan baju untuk putrinya itu.
Suara pintu terbuka dari luar membuat Citra menoleh dan menatap ke arah suaminya yang baru saja membuka pintu dan berniat untuk masuk ke dalam kamar putrinya.
"Sudah bangun?" tanya Anand pelan dan sedikit canggung.
"Sudah, kamu tunggu di meja makan saja." jawab Citra kembali mencari sepatu milik putrinya yang akan di pakai hari ini.
Anand terdiam dan menatap ke arah istrinya yang terlihat sangat teliti saat menyiapkan barang-barang milik putrinya itu.
"Mama, handuk Ara lupa." Suara teriakan putrinya yang terdengar langsung saja membuat Citra bangun dan berjalan ke arah almari untuk mengambilkan handuk baru, dan semua kegiatan Citra tak sedikitpun lepas dari pandangan Anand.
"Besok-besok nggak boleh lupa lagi, ingat kata mama kan?" suara istrinya yang memperingatkan putrinya juga terngiang begitu jelas di telinga Anand.
"Siap mama, terima kasih." ucap Ara yang langsung saja membuat Anand tersenyum tipis.
"Papa." panggil Ara dengan antusias saat melihat papanya berdiri tak jauh dari pintu kamarnya.
"Hari ini papa keduluan sama mama." kata Ara lagi yang hanya dijawabi anggukan oleh Anand.
"Ara mau dibantu papa?" tanya Citra pelan.
"Mau mama aja." jawab Ara dengan cepat.
"Papa tunggu di meja makan." kata Anand yang langsung saja membuat Citra dan Ara menoleh dan mengangguk dengan cepat.
"Mama, papa kelihatan pucat sedikit ya?" tanya Ara pelan.
"Mama nggak perhatiin." jawab Citra cepat dan kembali menoleh ke arah pintu yang sudah tertutup rapat.
"Mungkin obat papa habis." gumam Ara pelan yang tentu saja membuat Citra sedikit terkejut mendengarnya. Jelas-jelas Citra tak tahu jika suaminya juga harus meminum obat dengan rutin. Apalagi sampai membuatnya pucat hanya karena tak meminum obatnya sekali saja.
Tbc