Siapa Salah Siapa Marah

2233 Words
Setelah membayar belanjaan, pak Liam pun menatap ke arah Citra yang memainkan cincinnya dengan tangannya, ekspresi wajah Citra pun juga berubah, tak terlihat semangat seperti pertama datang dan akan berbelanja. "Sudah? Ada yang masih kurang?" Tanya pak Liam yang langsung saja membuat Citra sadar dan menatap ke arah pak Liam dengan sedikit mendongak karena tinggi badan pak Liam memang sangatlah tinggi. "Ah, sudah pak." Balas Citra dengan cepat dengan tangan yang bergerak ingin membawa kantong belanjaan yang masih ada di meja kasir. "Biar saya saja yang bawa, kamu kelihatan tidak enak badan." Kata Pak Liam yang tentu saja di turuti oleh Citra. Pak Liam berjalan lebih dulu, berbeda dengan Citra yang menoleh ke sana ke mari untuk mencari keberadaan suaminya dan wanita yang di cintainya itu. Di banding itu, Citra lebih penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan nantinya. Pak Liam yang sudah berjalan cukup jauh pun menoleh dan melihat ke arah Citra yang masih berada jauh di belakangnya dan terlihat mencari seseorang. "Kamu mencari seseorang?" Tanya pak Liam setelah sebelumnya menghela napasnya pelan dan mengalah untuk menghampiri Citra lagi. "Tidak, maafkan saya." Jawab Citra dengan mata berkaca-kaca. "Kita bicara di mobil saja, jangan di sini." Kata Pak Liam seraya membawa dua kantong belanjaan di satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain bergerak memegangi tangan Citra agar tak tertinggal lagi. Sesampainya di mobil, pak Liam pun memasukkan belanjaannya ke dalam bagasi mobil, sedangkan Citra sendiri langsung naik ke kursi samping kemudi dan mengusap sudut matanya pelan. Ketukan yang terdengar dari sampingnya membuat Citra menurunkan kacanya bersamaan dengan pak Liam yang masuk ke dalam mobilnya. "Belum selesai?" Tanya seorang laki-laki yang langsung saja membuat Citra terdiam saat melihatnya, matanya pun sudah berkaca-kaca. Suaminya benar-benar tak memiliki hati sama sekali, bagaimana mungkin dia menyakitinya berkali-kali seperti ini? Bahkan suaminya pun terlihat tak memikirkan perasannya sama sekali. "Kalau sudah selesai pulang bareng aku aja, kebetulan Angela ada pemotretan di dekat sini jadi dia pergi sendiri." Lanjut Anand lagi dengan suara yang sangat lancar. Demi apapun, Citra ingin mengutuk suaminya yang banyak omong itu. Anand melihat ke belakang Citra dan menatap ke arah laki-laki yang tengah menatapnya dengan intens. "Aku masih ada urusan di tempat kerja, kamu pulang sendiri saja." Jawab Citra seraya menutup kacanya dengan cepat. Citra menyandarkan kepalanya ke arah kaca dengan air mata yang mengalir dengan sendirinya. Hidupnya benar-benar sangat sial, hingga lagi-lagi dipertemukan dengan laki-laki yang brengs*k dan tak pernah menghargai perasaannya itu. Liam yang sedari tadi diam pun sepertinya sedikit tahu apa yang terjadi pada calon pekerjanya itu. Pantas saja ada yang sedikit aneh saat dirinya tahu wanita yang terlihat masih muda dan sudah memiliki keluarga itu melamar pekerjaan di tempatnya. Mobil pun mulai melaju dengan pelan, pak Liam pun tak berniat untuk buka suara ataupun ikut campur urusan Citra yang sepertinya benar-benar menyakitkan itu. Sedangkan Citra sendiri masih terus menangis dalam diam, tangannya pun terus bergerak untuk mengusap air matanya yang terus mengalir dengan deras itu. Liam mengulurkan kotak tisu pada Citra, Citra yang melihatnya pun sedikit tak enak hati dan menegakkan tubuhnya kembali. Tangannya dengan cepat mengusap air matanya yang makin tak mau berhenti, padahal sudah banyak tisu yang ia pakai. "Nangis saja jika itu bisa membuat kamu nyaman, anggap saja aku nggak ada." Kata pak Liam yang langsung saja membuat Citra menangis dengan sesenggukan saat mendengarnya. Pak Liam sendiri hanya tersenyum tipis saat melihatnya, wanita jika mendengar kata-kata itu pasti akan menangis dengan lebih keras lagi, dan lagi. Bahkan terkadang ada yang tak tahu tempat. Saat hampir sampai di restoran, pak Liam pun menoleh ke arah Citra yang tertidur dengan mata bengkaknya. Perjalanan yang ia ambil memang sedikit lambat karena memang jalanan macet, belum lagi jarak tempuh yang cukup jauh. Jadi Liam pun membiarkan Citra tertidur dengan tangan yang memegangi kotak tisu dengan erat. Pak Liam menghentikan mobilnya dan memarkirkan mobilnya dengan hati-hati, sepertinya restorannya hari ini cukup ramai. Melihat banyaknya kendaraan yang parkir di depan restoran miliknya. Mesin mobil pun dimatikan, pak Liam menoleh ke arah Citra yang masih tertidur dengan pulas. Pak Liam pun turun dan memanggil salah satu pegawainya untuk mengambil belanjaan yang tadi sudah ia beli bersama Citra, sedangkan dirinya sendiri bergerak menggendong Citra dengan hati-hati. Liam pun melewati pintu samping, di mana pintu untuk karyawannya saat ingin membelinya sesuatu yang kurang. Anand yang sedari tadi mengikuti laju mobil Liam dan Citra terdiam di dalam mobil saat melihat istrinya di gendong oleh laki-laki yang di kenalkan istrinya sebagai bosnya. Anand tersenyum tipis dan menundukkan kepalanya cukup dalam. Perasaan apa yang saat ini memenuhi d*danya hingga rasanya sangatlah sesak. Anand mengendurkan dasinya dengan sedikit kasar dan kesal. Kakinya pun menendang dengan asal-asalan. Pukul sepuluh pagi, Citra terbangun dan menatap ke sekelilingnya. Dengan cepat Citra turun dari ranjang dan membuka satu-satunya pintu yang ia lihat. Citra pun menatap ke arah pak Liam yang tengah memainkan ponselnya dan duduk di kursinya dengan elegan. "Maaf pak, saya ketiduran." Kata Citra yang langsung saja membuat Liam menoleh dan menatap ke arah Citra dengan tersenyum tipis. "Nggak papa, kamu bisa pulang sekarang. Maaf karena tadi menghubungi tiba-tiba." Kata Pak Liam yang langsung saja membuat Citra menundukkan kepalanya dalam. "Maafkan saya, karena bapak melihat hal yang buruk tadi." Kata Citra lagi dengan kepala yang masih menunduk. "Nggak masalah, harusnya saya yang minta maaf karena seharusnya nggak melihatnya tadi." Balas Pak Liam dengan suara ramahnya. "Kalau gitu saya pamit ya pak, putri saya sebentar lagi pulang. Sekali lagi saya benar-benar meminta maaf pada bapak." Kata Citra lagi seraya membungkukkan badannya ke depan. Pak Liam pun mengangguk dan menjawabnya dengan suara pelannya. Setelah itu Citra pun keluar dari ruangan itu dan pergi meninggalkan restoran begitu saja tanpa berani menyapa teman-temannya yang mungkin saja sudah membicarakan hal yang tidak-tidak tentang dirinya dan pak Liam tadi. Citra berdiri di depan restoran dengan tangan yang bergerak memainkan ponselnya untuk memesan taksi online. "Mama." Belum sempat Citra memesan suara seseorang yang sangat ia kenali membuat Citra menoleh dan menatap ke arah putrinya yang baru saja turun dari mobil dan melambaikan tangan ke arahnya. Citra pun melotot lebar, matanya menatap ke arah suaminya yang benar-benar tak tahu malu. Bisa-bisanya dia datang dan menyusulnya kemari, setelah sebelumnya mempermalukan dirinya di depan bosnya sendiri. "Mama, papa bilang mama ngajakin kita makan di sini." Kata Ara dengan sangat antusias. Citra pun berjongkok dan memegangi bahu putrinya dengan pelan, matanya menatap ke arah putrinya yang terlihat berbinar. Citra menghela napasnya pelan, dalam hati ia menekankan jika Ara tak ada hubungannya dengan rasa sakit yang ia terima dari kedua orang tua putrinya itu. "Ara mau makan di luar?" Tanya Citra pelan. Ara pun mengangguk dengan cepat dan memperlihatkan senyuman manisnya. "Tadi Ara pulang lebih awal, Bu guru menelpon papa terus papa datang dan bilang pada Ara kalau mama ada di restoran menunggu kita untuk makan bersama." Kata Ara lagi yang langsung saja membuat Citra menatap ke arah suaminya yang mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah lain. "Kalau gitu kita masuk ke dalam ya, karena restorannya terlihat ramai, jadi Ara harus sabar menunggu oke?" Kata Citra sembari memberi pengertian untuk putrinya agar tak membuat keributan nanti. "Ara tahu mama, Ara pasti akan menunggu dengan baik." Jawab Ara yang langsung saja membuat Citra tersenyum mendengarnya. Citra pun berdiri dan menggendong putrinya dengan perlahan. Sedangkan Anand sendiri hanya melihatnya dengan datar. Katakan saja dirinya sudah gila karena membuat alasan yang tak masuk akal pada putrinya itu. "Biar aku saja yang gendong, dia berat." Kata Anand pelan. "Nggak papa, aku kuat." Jawab Citra seraya berjalan ke arah restoran dan meninggalkan suaminya yang hanya bisa menghela napasnya dalam. Citra masuk dan menatap ke arah Bambang yang tengah berjalan ke sana ke mari untuk mengantarkan pesanan. Bambang pun mengangguk saat Citra menaikkan sebelah tangannya. "Mbak Citra kembali?" Tanya Bambang seraya menyerahkan buku menu yang sebelumnya baru saja ia ambil dari meja kasir. "Iya, putriku ingin makan di sini." Jawab Citra dengan ramah dan tangannya pun bergerak mengelus rambut Ara dengan pelan. "Halo adik kecil." Sapa Bambang yang langsung saja membuat Citra tertawa kecil saat mendengarnya. "Ara, itu om Bambang, teman kerja mama." Kata Citra memberitahu putrinya dengan pelan. "Mama kerja?" Tanya Ara dengan cepat. "Enggak." Jawab Anand yang langsung saja membuat Citra menatap ke arah suaminya pelan. "Iya sayang, tapi mama janji akan tetap main sama Ara kok." Jawab Citra pelan. Ara terdiam dan membuat Bambang menatap ke arah Citra dan suaminya secara bergantian. Melihat bagaimana mereka berinteraksi, tentu saja semua orang juga bisa menebak jika keduanya memiliki masalah. "Nanti mama bicara lagi di rumah, sekarang Ara pilih mau makan apa dulu? Kasihan om Bambang nungguin lama." Kata Citra dengan pelan dan mengambil menu makanan yang tadi di bawa oleh Bambang. Citra pun menyerahkan satu buku menu pada suaminya tanpa mengatakan apapun, sedangkan Anand sendiri juga memilih untuk tak banyak bicara. "Aku pesan steak daging dan juga sedikit nasi. Minumnya, apakah ada alkohol?" Kata Anand sembari bertanya pada Bambang yang terlihat terkejut saat mendengarnya. "Mas, jangan bercanda." Tegur Citra dengan cepat. "Minumnya kasih es jeruk aja, untuk Ara pesan chicken porsi jumbo, kalau aku geprek aja. Minumnya sama." Kata Citra seraya berbicara pada Bambang. Bambang pun menulis semuanya dan mengangguk dengan cepat. "Mama, alkohol itu apa?" Tanya Ara setelah kepergian Bambang. Citra yang mendengarnya tentu daja langsung melotot ke arah suaminya yang memilih untuk membuang muka itu. "Alkohol itu minuman yang nggak sehat buat badan. Bukan, alkohol bukan minuman, tapi racun." Jawab Citra dengan cepat. "Papa kenapa mau minum racun?" Tanya Ara seraya menoleh ke samping dan menatap ke arah papanya. Anand yang mendengar pertanyaan putrinya tentu saja terkejut, dirinya benar-benar tak menyangka jika putrinya akan bertanya sampai sejauh itu. "Papa cuma tanya, mana mungkin papa minum racun." Jawab Anand dengan tersenyum lebar pada putrinya yang langsung terdiam itu. Pak Liam yang mendengar jika Citra kembali langsung saja keluar dan menatap ke arah Citra, putrinya dan seorang laki-laki yang katanya adalah suaminya itu. Liam tersenyum tipis, ternyata dugaannya tadi tak salah, itu benar-benar suami Citra. Liam benar-benar sangat salut pada Citra yang masih tahan dengan pernikahan yang buruk itu. "Apa meja sana sudah memesan?" Tanya Liam pada kasirnya. "Ah, sudah pak. Mas Bambang baru saja masuk untuk menyampaikan pesanannya." Jawab saah satu kasir yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Liam. "Jangan ambil tarif ya, dia salah satu karyawan baru nanti, dia ada di bagian dapur." Kata pak Liam yang langsung saja membuat kasir itu mengangguk dengan cepat. Sembari menunggu, Citra terus menerus menatap ke arah putrinya yang terlihat bosan dan meletakkan kepalanya di atas meja. "Ara lelah?" Tanya Citra pelan. "Iya mah, tadi waktu olah raga Bu guru minta anak-anak untuk lari mengelilingi lapangan." Jawab Ara yang langsung saja membuat Citra tersenyum tipis. "Ara mau diambilkan air dulu?" Tanya Citra lagi dengan suara pelan. "Ice cream." Jawab Ara yang langsung saja membuat Citra terkejut saat mendengarnya. "Kalau gitu Ara tunggu sini ya, mama belikan di luar sebentar." Kata Citra dengan suara pelannya. "Nggak perlu, kita beli nanti waktu pulang saja." Kata Anand yang langsung saja membuat Citra menoleh dan membuat Ara memanyunkan bibirnya ke depan, kesal pada papanya yang jahat itu. "Kita masih nunggu lama juga, kasihan Ara bosan." Kata Citra dengan suara pelan. Anand pun terdiam dan menatap ke arah istrinya dengan cukup lama. "Aku saja yang beli, kalian tunggu si sini." Kata Anand sembari berdiri dan meninggalkan tempat duduknya dengan cepat. Citra menatap kepergian suaminya dengan helaan napasnya yang sedikit lelah. Jujur saja Citra tak tahu harus memperlakukan suaminya seperti apa. Jelas-jelas dirinya sendiri yang mengajak untuk berteman, tapi melihat suaminya bersikap seperti itu membuat Citra bingung sendiri. Ara sendiri masih menunggu dengan kepala yang ia letakkan di atas meja. Citra pun mengelus kepala putrinya dengan pelan. "Sepesial nih, saya sendiri yang mengantar." Suara pak Liam yang terdengar langsung saja membuat Citra menoleh dan menatap ke arah bosnya yang tersenyum lebar itu. "Ini ice cream untuk anak cantik." Kata pak Liam seraya menyerahkan ice cream ke depan Ara yang terlihat sangat antusias. "Tapi, tadi di menu nggak ada ice cream." Kata Citra pelan. "Menu baru, baru akan ditambahkan besok." Jawab pak Liam dengan cepat dan membuat Citra mengangguk pelan. Sedangkan Ara sendiri sudah menyantap ice cream miliknya dengan lahap. Melupakan jika papanya keluar untuk membelikan dirinya ice cream. "Tunggu sebentar ya, makanannya belum jadi, jadi minumannya dulu yang baru siap." Kata pak Liam yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Citra. "Makasih ya pak, saya benar-benar malu." Balas Citra dengan pelan. "Nggak usah sungkan, nanti kan kita jadi rekan kerja." Kata pak Liam yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Citra. Anand kembali dan menatap ke arah istri dan putrinya dengan ekspresi datarnya. Matanya menatap ke arah kantong plastik yang berisi ice cream yang tadi ia beli. Baru saja Anand ingin melempar plastiknya ke arah tempat sampah, suara Citra yang terdengar membuat Anand menghentikan gerakannya. "Jangan di buang." Kata Citra dengan cepat dan berdiri dari duduknya. Sebelumnya Citra sudah menatap tak enak pada bosnya itu. "Kan bisa dimakan di rumah." Kata Citra lagi seraya mengambil alih plastik itu dari tangan suaminya. "Kita duduk dulu." Ajak Citra lagi seraya menarik tangan suaminya untuk duduk. Liam memalingkan wajahnya ke arah samping, tiba-tiba saja dirinya ingin marah dan merasa sangat malu dengan apa yang sudah dilakukan oleh suami Citra itu. Harga dirinya sebagai laki-laki benar-benar terusik karena laki-laki itu. "Maaf pak, dia suami saya." Kata Citra dengan pelan dan di jawabi anggukan oleh Liam. "Tunggu makanannya ya," kata Liam lagi sebelum pergi meninggalkan meja Citra dengan perasaan yang campur aduk. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD