"Bunda seharusnya tidak mau saat diajak perempuan itu ke rumahnya. Jika perempuan tadi berniat buruk, bagaimana?"
Sarah melonjorkan kakinya di kursi santai kemudian mengambil segelas jus yang terletak di atas meja di samping kursi santainya dan melihat sekilas putranya yang kini ikut duduk di sampingnya.
"Leon, Mil itu perempuan baik-baik. Dia cuman menolong bunda. Tidak ada niat yang lain," kata Sarah kemudian meminum jus jeruk di tangannya.
"Bun, kita gak pernah tahu apa yang ada di dalam pikiran orang lain. Bunda lihat sendiri, kan, bagaimana lingkungan perempuan itu tinggal? Kumuh Bunda! Bahkan di sana sarang pencopet. Bagaimana kalau perempuan itu ternyata komplotan pencopet yang mencopet bunda tadi siang?" Leon bicara panjang lebar membenarkan argumennya.
"Leon, itu hanya pikiran skeptis kamu aja. Kamu belum mengenal Mil makanya begitu," kata Sarah masih santai.
"Leon memang tidak berniat mengenal dia, bunda. Bahkan nomor hpnya yang tadi bunda pakai untuk telfon sudah Leon blokir." Raut wajah Leon terlihat begitu serius. Sedang Sarah malah menggeleng kepalanya melihat tingkah anak bungsunya.
"Kamu jangan selalu menilai orang dari pandangan pertama Leon. Tidak semua perempuan seperti Helga. Jangan kamu sama ratakan semuanya." Sarah bangkit dari duduknya. Dengan langkah yang masih tertatih, ia meninggalkan putranya itu yang kini terdiam sendirian. Leon pasti terdiam jika Sarah sudah menyebut nama perempuan itu. Perempuan yang membuat Leon memandang buruk Perempuan-perempuan lainnya.
Leon memang sudah keterlaluan, seharusnya dia tidak perlu memblokir nomor ponsel Mil. Lagipula Sarah ragu bahwa gadis baik itu akan menghubunginya.
*__*
Mil keluar dari ruangan itu gugup. Ia berharap lamarannya kali ini berhasil. Pekerjaan itu benar-benar sangat ia butuhkan saat ini. Rasanya sayang melihat ijazahnya menganggur di lemari jika ia hanya bekerja di toko roti yang terletak di depan sekolah ini saja.
Sudah hampir setahun Mil bekerja di toko roti itu. Gajinya tidak banyak bahkan terkadang Mil kekurangan. Jika sebelumnya Mil tidak memiliki niat untuk kembali mengajar, kini niat itu kembali kepermukaan. Saat ini dia butuh biaya untuk kehidupannya. Lagipula, Mil juga harus bangkit dan kembali menata hidupnya. Cukup hanya satu tahun perempuan itu meratapi kehidupannya yang mengenaskan.
Mil seorang lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Setelah selesai mengenyam pendidikan selama 4 tahun, perempuan 26 tahun itu memutuskan untuk mengajar di daerah-daerah terpencil dengan sukarela. Gajinya memang tidak banyak. Bahkan terkadang tidak ada sama sekali. Dia mengajar di desa terpencil murni karena keinginannya membantu anak-anak untuk mendapat pendidikan yang lebih layak. Selain itu, juga untuk melarikan diri.
Selama ini Mil mendapatkan penghasilannya melalui pekerjaan sampingannya. Menjadi seorang freelancer designer cukup untuk membuat gadis itu hidup berkecukupan. Gaun-gaun rancangannya dihargai dengan harga yang lumayan fantastis. Sejak kecil, Mil menyukai dunia mode. Setelah lulus SMA, dia bertengkar dengan keluarganya mengenai pilihannya dalam berkarir. Mil ingin mengambil tawaran sekolah mode ke Paris. Hanya saja, keluargnya tidak suka dengan cita-citanya itu. Keluarga besarnya mayoritas adalah tenaga pengajar. Mil pun mau tidak mau dituntut untuk menjadi seorang pengajar. Akhirnya dengan nekad, perempuan itu pergi ke Paris tanpa izin keluargnya.
Dua tahun di Paris dan Mil merasa cukup dengan ilmunya, gadis itu kembali ke Indonesia. Menebus rasa bersalah dengan kedua orang tuanya, Mil memutuskan untuk mengambil kembali sekolah pendidikan. Empat tahun berada di Universitas, Mil tidak menyia-nyiakan sekolah mode 2 tahunnya di Paris. Sembari kuliah gadis itu juga menjadi freelance designer dan memutuskan berhenti dari dunia mode sepenuhnya tiga tahun yang lalu.
Dua tahun melarikan diri ke Maluku dengan dalih menjar, Mil memutuskan kembali ke kota meski tidak kembali tinggal bersama orang tuanya. Selain tabungannya yang sudah ludes, Mil rasa dia perlu kembali menata hidupnya dengan benar. Terdampar di ibu kota Mil memutuskan untuk menjadi pegawai salah satu toko roti. Hingga akhirnya dia memilih untuk mengubur kenangan pahit dua tahun yang lalu itu dan ingin benar-benar menata hidupnya kembali.
"Mil!" Mil tersentak saat seseorang memegang lengannya. Senyumnya mengembang begitu saja saat ia melihat bahwa Sarah lah orangnya.
"Tante, apa kabar?" sapanya kemudian.
"Tante baik. Kamu gimana? Kamu kerja di sini?" Sarah bertanya sambil menatap gedung sekolah yang tediri dari SD, SMP dan SMA di depannya.
"Mil baik, tante. Masih baru melamar sih. Doakan semoga Mil berhasil, ya, Tante," jawabnya.
"Pasti, pasti tante doakan. Dan sepertinya kamu memang akan bekerja di sini nantinya." Sarah menjawab antusias. Mil hanya tersenyum saja dan mengaminkannya di dalam hati.
"Oh, ya, tante mau kemana? Ada perlu di sini?" tanya gadis itu lagi.
"Sebenarnya tante mau ke toko roti di seberang itu." Sarah menunjukkan tangannya pada toko roti yang memang tadinya menjadi tujuan Mil untuk kembali ke sana.
"Kebetulan sekali. Mil kerja di sana. Tante mau bareng Mil kesana?"
"Wah kebetulan banget!"
*__*
"Pokoknya Bunda gak mau tahu, kamu harus menerima Emila Shalia Deva mengajar di Pelita Harapan!" Sarah menyebutkan nama Yayasan milik keluarganya sembari terus mengekori Leon yang kini semakin kesal dengan bundanya yang terus saja merengek sedari tadi.
"Bunda. Leon harus profesional dong. Tidak bisa sembarang menerima orang bekerja begitu saja. Tuh, kan, apa Leon bilang, perempuan itu pasti meminta pekerjaan pada Bunda, kan?" Leon duduk di kursi sembari menyantap kopi panasnya.
"Sudah Bunda bilang, Bunda bertemu Mil di depan sekolah dan gak tahu kalau dia mau melamar di Pelita Harapan, Leon! Lagian Mil itu bukan perempuan seperti itu!" Sarah semakin geram dengan putranya yang terus saja menganggap bahwa Mil sama seperti Helga.
"Kakak pikir, Mil memang perempuan baik kok," Kata Dira ikut membantu mertuanya berbicara. Walau hanya bertemu sekali, Dira tahu dari wajahnya, gadis itu sangat berbeda dengan Helga. Mil gadis baik-baik.
"Tuh! Dengerin kakak ipar kamu! Lagian Bunda tuh masih bingung sama kamu, Helga itu mantannya abang kamu tapi kamu sampe sekarang yang masih benci sama perempuan itu!" Leon menghebuskan napasnya jengah. Pembicaraan seputar Helga memang menjadi masalah sensitifnya selama ini.
"Tentu saja benci, Bunda. Perempuan itu yang hampir menghancurkan hubungan Leon dengan Bang Rey. Coba bunda pikirkan lagi, sifat Helga diawal sangat mirip dengan sifat Mil Mil yang Bunda banggakan itu."
"Jauh Leon! Jauh sekali! Helga hanya baik di depan Rey dan kamu. Sedangkan di depan Bunda dan Tiana sikapnya begitu buruk!" Sarah semakin menatap nyalang pada putranya. Masalah Helga memanglah masalah yang begitu sensitif untuk untuk dibahas di keluarga ini.
"Ada apa ini? Kenapa semuanya pada emosi?" Rey datang dan memerhatikan anggota keluarganya yang sedang bersetigang di ruang TV.
Dira bangkit dari duduknya kemudian menghampiri suaminya itu. "Hanya Bunda dan Leon, sayang. Aku hanya jadi pengamat," katanya.
"Rey tolong nasihati adik kamu supaya jangan menyama ratakan semua perempuan di dunia ini. Jika dia masih begitu, jangan harap ada perempuan yang mau dengannya!" Sarah bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja dalam keadaan masih marah.
"Tentang Mil yang sering bunda ceritakan?" Tanya Rey kemudian Dira hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum memerhatikan adik iparnya yang terlihat frustrasi saat ini.
Kalau tahu bahwa Bundanya menyuruh Leon datang ke rumah utama hanya untuk bertengkar seperti ini, Leon lebih baik mengiyakan ajakan Genta untuk menyambangi tempat favorite mereka. Lagian, apa bagusnya sih si Mil Mil itu? Hanya dengan sekali liat saja Leon sudah tahu bahwa gadis itu cepat atau lambat akan memanfaatkan Bundanya. Terbukti kan dugaannya selama ini.
*__*
Leon menatap sebuah Curiculum Vitae milik seorang gadis asing yang belakang ini membuat kepalanya nyut-nyutan. Ini semua karena bundanya yang benar-benar melancarkan aksi mogok bicara dengannya selama seminggu ini.
Dilihatnya lagi tulisan-tulisan yang ada disana. Gadis itu lulusan PGSD hanya saja dia belum menempuh masternya. Dan juga, pengalaman mengajarnya hanyalah di desa-desa terpencil. Mil belum memiliki pengalaman mengajar di kota. Leon sedikit bimbang. Yayasan miliknya adalah yayasan yang cukup bonafide. Semua guru diwajibkan mahir berbahasa inggris. Meski sebenarnya di sana tertera bahwa Mil mampu menguasi 3 bahasa asing. Inggris, Prancis, dan Jepang. Namun tetap saja, Leon belum tahu kredibilitas gadis itu dalam mengajar murid-murid yang orang tuanya rata-rata adalah orang terpadang. Sangat berbeda dengan orang tua murid-murid di desa.
Selain itu, Leon sedikit bingung dengan gadis itu. Di CV Mil tertulis pernah memasuki sekolah mode di Paris kemudian menjadi freelance designer sampai dua tahun yang lalu. Kenapa juga dia tidak meneruskan saja dunia modenya ketimbang malah menjadi seorang guru dan melamar di yayasan miliknya yang tentunya membuat kepala Leon jadi nyut-nyutan seperti ini.
Leon memencet intercom yang ada di kantornya. Tak lama, Dewa –sekretaris sekaligus asisten pribadinya memasuki ruangan itu.
"Kamu urus. Tempatkan dia masa percobaan selama sebulan. Lihat kinerjanya. Lapor ke saya langsung." Leon menyerahkan map yang berisi CV itu pada Dewa. Setelah laki-laki itu tampak mengerti dengan yang diinginkan sang bos, Dewa segera pamit keluar meninggalkan Leon yang masih memijat keningnya pusing.
Gadis asing itu cukup mempengaruhi kehidupan tenangnya. Leon harus lebih mengawasi dan memastikan bahwa gadis itu tidak akan masuk lebih jauh ke dalam hidupnya. Menghancurkan segala tatanan yang sudah dibuatnya serapih mungkin. Kali ini Leon tidak akan kecolongan.
Lagi pula jika dipikir-pikir, apa hebatnya perempuan bernama Emila itu? Bundanya hanya pernah ditolong sekali dan kemudian menganggap bahwa perempuan itu adalah malaikatnya. Benar-benar aneh. Mantra apa yang telah ia beri pada bundanya sehingga bundanya begitu menyukai perempuan itu?
Leon yakin sekali bahwa ada yang tidak beres pada perempuan itu. Dia pasti sudah berbuat sesuatu pada Bundanya. Sarah memang wanita yang lembut dan gampang menaruh simpati pada orang lain yang baik dengannya. Dan sepertinya, gadis itu tahu kelemahan budanya itu dan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Seperti saat ini misalnya. Leon yakin pasti Mil Mil itu yang meminta pekerjaan pada Bundanya. Aneh sekali kalau memang kejadian ini tiba-tiba. Hal konyol macam apa yang membuat gadis itu masa tiba-tiba melamar pekerjaan di yayasan miliknya?