Zein Zulkarnain berdiri di balkon kamarnya yang baru, sebuah kamar yang sangat megah itu adalah kamar seorang raja, tatapannya menerawang kearah langit yang sudah seminggu ini berubah menjadi awan gelap. Dia tidak pernah memikirkan akan menjadi raja sebelum menikah dan lagi pula dia juga tidak mengerti kenapa pamannya justru ingin pensiun menikmati hari tua katanya, alasan yang tidak masuk akan mengingat usia kakeknya masih 50 tahun.
"Hehh". Dia menghela nafas. Setelah itu dia memutuskan untuk keluar kamarnya dia teringat akan pengeran Ryusuke karena itu dia berniat menemui pangeran Ryusuke.
****
Sepanjang perjalan dia selalu membalas sapaan para dayang dan pelayan dengan anggukan dan senyum ramah, dia bukannya tidak menyadari kalau mereka semua memberikan tatapan yang memuja padanya seandainya dia disuruh memilih dia lebih baik menjadi pelayan saja bersama kakek Iruga dan calon istrinya Arsy, sedikit kekhawatiran dalam hatinya bagaimana kalau kakek itu kembali dengan kutukannya, tidak bagus kan kalau seorang raja lemah.
Akhirnya kini dia sampai didipan pintu kamar pangeran Ryusuke terlihat dua orang penjaga berdiri didepan pintu kamarnya, mungkin karena pangeran sedang sakit pikirnya.
"Salam yang mulia Maharaja," Sapanya menunduk hormat. Sungguh Zein tidak terbiasa dengan keadaan ini.
"Aku ingin bertemu pangeran Ryusuke, apa aku boleh masuk?" Tanyanya. Kedua penjaga itu saling beradu pandang karena tidak biasanya seorang raja akan bertanya dengan nada yang hormat seperti ini.
"Mintaklah ijin pada pangeran kalian dulu! aku akan menunggu disini," Perintahnya. Salah satu penjaga itupun mengangguk lalu masuk kedalam kamar pangeran Ryusuke.
"Maaf pangeran, Maharaja meminta ijin untuk bertemu anda," Katanya dengan menundukkan kepala. Pangeran itu menaikkan sebelah alisnya, dalam hati dia bertanya-tanya siapa Maharaja?.
"Siapa dia? apakah benar pelayan itu sudah dinobatkan menjadi raja dan diberi gelar Maharaja?" Tanyanya memastikan.
"Benar yang mulia," Jawabnya. Mendadak rasa takut menyelimuti hati sang pangeran berbagai pertanyaan kemungkinan yang akan terjadi panya berkeliaran diotaknya misalnya seperti.
Bagaimana kalau dia akan membunuhku?
Bagaimana kalau dia akan memenjarakanku? Dll. Tapi sebagai seorang pangeran tentulah tidak pantas dia bersikap seperti seorang pengecut.
"Suruh masuk!" Katanya memberi ijin, penjaga itu pun mengangguk lalu meninggalkan sang pangeran dan kembali menghadap Maharaja.
Zein masih menunggu dengan sabar karena baginya menghargai keputusan orang itu penting dan memberikan hak pada orang juga penting.
"Ampun yang mulia, pangeran menginjinkan anda masuk," Katanya.
"Terimakasi," Katanya. Kemudia pintu kamar itu dibukakkan oleh kedua penjaga itu dan memberi ruang untuk sang Maharaja.
Pangeran Ryusuke menatap penuh selidik pada sang Maharaja, diteliti darimanapun pria itu terlihat sangat gagah perkasa dan sangat pantas mendapat gelar Maharaja.
"Kau tak perlu mencurigaiku pangeran," Katanya seakan mengerti arti tatapan sang pangeran. Pangeran itu menghela nafas pasrah.
"Lalu kau mau apa? jangan kau kira aku akan tunduk padamu meski kini gelarmu adalah Maharaja," Katanya angkuh. Zein hanya tersenyum meremahkan melihat sikap pangeran yang masih saja angkuh .
"Apa yang membuatmu berfikir bahwa aku memintamu tunduk padaku pangeran?" Tanyanya. Alis pangeran Ryusuke menukik mendengar pertanyaannya.
"Apa saja, bukankah sekarang kau mendapatkan gelar yang seharusnya aku dapatkan,"Katanya penuh percaya diri.
"Begitu? apa yang membuatmu berfikir begitu?" Tanyanya setenang mungkin.
"Karena aku seorang pangeran dan kau hanya pelayan," Jawabnya. Genzo hanya mengangguk.
"Baiklah, sebenarnya aku kesini ingin membantumu menyembuhkan lukamu, tapi sepertinya kau masih tetap tidak berubah pangeran sebaiknya aku pergi yang mulia," Katanya dengan seringai merendahkan. Setelah itu dia meninggalkan kamar pangeran Ryusuke tak perduli dengan sumpah serapah pangeran itu.
Setelah Zein pergi pangeran Ryusuke nampak menyesali harusnya tadi dia mendengar dulu jawaban pria itu mengenai tujuannya datang menemuinya, tabib istana yang terbaik belum ada yang mampu menyembuhkannya tapi giliran ada yang dia yakin mampu membantunya justru dia suudzoni.
*****
Arsy terlihat begitu ceria dia berdandan berbeda tidak mengenakan seragam pelayannya dia datang menemui kakek Iruga yang tengah menyapu lantai.
"Kakek," Panggilnya. Pria tua itu menoleh sekilas pada gadis itu yang terlihat sangat ceria, kakek itu tersenyum tipis lalu kembali meneruskan pekerjaannya.
"Kau terlihat sangat cantik hari ini Arsy, "Pujinya sambil menyapu. Gadis itu tersenyum malu-malu mendengar pujian sang kakek.
"Aku mau menemui Zein diistana Maharaja kakek," Katanya. Kakek tua itu tersenyum.
"Dia sibuk Arsy, jangan selalu menganggunya!" Katanya. Gadis itu jadi manyun.
"Tapi nanti aku takut banyak dayang dan selir yang menggodanya kakek," Katanya cemburu. Kakek Itu menggelang melihat sikap gadis itu yang mulai possesif.
"Kau bisa melemparinya dengan air mendidih Arsy, "Sahut seorang tiba-tiba. Sontak Arsy langsung menoleh kesumber suara, terlihat seorang mengenakah baju jirah berarna putih mengkilat dan mahkota putih bersinar yang terbuat dari berlian mahal, gadis menganga kagum dia langsung mendekati calon suaminya itu.
"Darimana kau mendapatkan semua ini,Zein?" Tanyanya. Terkagum-kagum.
"Harusnya kau memanggilku Maharaja," Katanya menggoda. Gadis itu langsung salah tingkah, dia menyesali yang seenaknya melupakan bahwa pria didepannya ini sekarang adalah seorang raja yang bergelar Maharaja. Dia langsung menunduk penuh hormat.
"Khehehe". Sang Maharaja terkekeh geli melihat sikap polos calon istrinya, meski dia tidak akan bisa menggantikan posisi ratu Seiran dalam hatinya tapi dia akan selalu setia memegang janjinya.
Zein langsung menarik gadis itu dalam pelukannya, meski raganya untuk gadis itu tapi jiwanya tetaplah milik Ratu Sekar wangi.
Arsy tersentak mendapatkan perlakuan itu dari yang terkasih dia menangis haru dalam pelukan pria itu, dia tidak menyangka akan mendapatkan pelukan sehangat ini dari pria yang dia tau hatinya untuk wanita lain.
Mereka tidak tau dibalik kokohnya dinding istana ada mata yang memandangi mereka dengan hati yang terluka dia adalah Ratu Sekar.
Ratu Sekar hari ini berniat mengunjungi kekasihnya dimenara kerajaan. Tapi entah kenapa dia ingin pergi kedapur istana hingga dia harus melihat adegan mesrah antara sang kekasih dan calon istrinya.
Air mata ratu menggenang dipelupuk matanya, hatinya merasa sakit namun dia tidak akan menyalahkan sang kekasih karena dialah yang telah memilih untuk setia pada suaminya.
"Kak,Zulka," Lirihnya.
Zein memejamkan matanya, entah kenapa hatinya terasa nyeri seakan dia merasakn wanita yang dicintainya memanggilnya dengan hati yang terluka.
"Sekar,jangan menangis menski ragaku bukanlah untukmu tapi percayalah selamanya jiwaku hanya milikmu," Batinnya seakan dia berharap kekasihnya akan mendeng
Salam cinta kasih ratu Arsy