Langit Tanpa Tiang

2256 Words
Hari masih cukup pagi, semua penghuni rumah besar itu masih berselimut dalam mimpi, suara azan terdengar mengalun indah dari masjid yang tidak jauh dari rumah besar Faiz. Yasmin terjaga , dan segera bangkit dari rembahnya. Tidak lupa dia meletakkan bantal guling di sisi kiri dan kanan tubuh putrinya agar Naima tidak berguling lalu terjatuh. Yasmin bergegas mengambil air wudhu, lalu mendirikan sholat. Perut besarnya bukanlah halangan untuknya menjalani sholatnya sebagai satu kewajiban dia pada sang pencipta, selepas sholat, dia juga tak lupa berdoa pada yang agung agar dia di beritakan keteguhan hati untuk menerima takdir dia dengan segala keikhlasan meskipun terkadang Yasmin merasa hidup begitu tidak adik untuknya, tapi dengan membaca istighfar Yasmin berusa ikhlas meskipun hatinya semakin menangis dalam diam. Setelah selesai dengan doanya, Yasmin juga langsung bergegas untuk melakukan rutinitas paginya, seperti biasa, jika Faiz berada di rumah, Yasmin akan bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan dan saat sore, sebelum Faiz kembali dari tempat kerjanya , Yasmin juga akan menyiapkan makan malam untuk Faiz dan pastinya Faiz tidak pernah tau jika selama nyaris empat tahun ini, makanan yang dia nikmati berasal dari tangan Yasmin karena jika Faiz tau, bisa di pastikan jika Faiz juga akan menolak untuk menyentuh makanan tersebut. Dengan perut besarnya Yasmin tidak pernah merasa kerepotan, takdir memberinya dilema hati karena SEBUAH RASA, tapi takdir juga memberinya kekuatan untuk menanggung kepercayaan untuk tetap menjaga baik nyawa janin di rahimnya, hingga sejak Yasmin di nyatakan positif hamil hingga saat ini, Yasmin tidak sekalipun merasakan sesuatu yang cukup berarti kecuali dilema hati karena cinta yang masih saja bertepuk sebelah hati. Yasmin masih berkutat dengan alat masaknya, tangannya cekatan mengaduk nasi goreng see food yang sedang dia buat untuk sarapan Faiz . Yasmin berdiri menghadap wajan dan kompor saat tiba-tiba Faiz sudah berada di anak tangga terakhir rumah besar itu dan mendengar sholawat terlantun merdu dari arah dapur. Sesaat Faiz menghentikan langkahnya, mendengar dengan seksama lantunan merdu dari sholawat tadi dan perlahan Faiz juga mendekat ke arah sumber suara. Faiz melihat punggung seorang wanita yang masih menggunakan mukena sedang berdiri di meja dapur, pikir Faiz mungkin itu adalah salah satu asisten rumah tangganya, karena Faiz memang tidak melihat bagian depan atau wajah wanita itu. Faiz langsung membuka lemari pendingin untuk mengambil air mineral dingin dan saat suara pintu kulkas terbuka, Yasmin spontan berbalik untuk melihat siapa di belakangnya , dan Yasmin bisa melihat punggung yang sedang berdiri di depan pintu kulkas tersebut. "Mas Faiz!" Lirih Yasmin dalam hati dan Yasmin buru-buru berbalik untuk menghindari bertatap muka dengan Faiz , Yasmin tidak ingin jika Faiz mengetahui jika dia sedang membuat sarapan untuknya dan menit yang sama Yasmin mendengar suara pintu kulkas itu di tutup. "Aku memecahkan pas bunga di kamarku, tolong nanti di bersihkan dan ganti dengan pas bunga yang sama persis." Ucap Faiz yang mengira jika wanita di dapur itu adalah asisten rumah tangganya dan Yasmin langsung terdiam dari berdirinya, mempertahankan posisinya agar Faiz tidak mengenali jika itu adalah dirinya. Yasmin mengangguk dan detik berikutnya Faiz langsung berbalik dan berlalu meninggalkan tempat itu, kembali naik ke lantai atas rumah itu, meninggal Yasmin yang masih kaku dari keterkejutannya. Yasmin baru bisa bernafas lega saat merasa Faiz sudah berlalu dari tempat itu dan Yasmin buru-buru menyelesaikan masakannya, agar bisa kembali ke kamarnya, sebelum Faiz kembali ke dapur lagi, entah dengan alasan apa. Yasmin menaruh seporsi nasi goreng itu lengkap dengan toping kesukaan Faiz , kemudian menaruhnya ke dalam oven agar mudah di hangatkan saat nanti Faiz siap untuk menikmati sarapannya. Seperti biasa, akan ada asisten rumah tangga lain yang akan melayani Faiz nantinya, dan asisten tersebut sudah mengetahui juga memahami jika dia harus bagaimana dan kapan harus menyajikan sarapan itu untuk Faiz. Hari sudah semakin pagi, matahari juga sudah mulai terlihat di pucuk ketinggian dedaunan. Pagi itu Faiz sudah sangat rapi dengan setelan jas mahalnya, Faiz sudah terbiasa melakukan itu sendiri, dia tidak memberikan kesempatan pada Yasmin memasangkan dasi atau sekedar mengantarkan dia sampai pintu utama rumah itu, berbanding terbalik saat Lily ada di rumah, Faiz akan senantiasa bermanja bahkan untuk sekala memilih pakaian saja Faiz akan menyerahkan urusan itu pada Lily. Faiz duduk di kursi meja makan, merapikan dasi dan duduk dengan sangat elegan dan seorang asisten rumah tangga lain juga langsung menyuguhkan sarapan yang sebelumnya sudah Yasmin siapkan setelah sebelumnya dia juga menghangatkannya di dalam oven dan persis seperti tebakan Yasmin, Faiz menghabisi sarapannya tanpa sisa karena nyaris setiap kali Faiz berada di rumah ini, Faiz tidak pernah sekalipun melewatkan sarapannya, dan hari-hari seperti ini nyaris Yasmin dan Faiz lewati selama hampir empat tahun. Beberapa hari berlalu. Hari H persalinan Yasmin semakin dekat, prediksi dokter kemarin Yasmin akan melahirkan kurang lebih sepuluh hari lagi, dan semalam Lily mengatakan akan kembali satu Minggu lagi dan itu artinya Lily benar-benar akan kembali sebelum Yasmin melahirkan. Sudah tiga hari ini Faiz juga tidak pulang ke rumah. Alasannya masih sama, dia sedang berada di luar kota dan masih harus memantau beberapa proyek dia yang lain, di tambah sekarang bisnis Faiz semakin melebar dalam berbagai bidang hingga membuat Faiz semakin sibuk. Naima sedang menginap di rumah neneknya, orang tua Faiz , bocah cantik itu memang anteng sama siapapun, dia tidak akan merengek meskipun tidak melihat ibunya seharian, tapi jika sudah melihat ibunya, Naima juga akan segera merengek untuk berpindah pada sang ibu. Baru pagi tadi Lia Dharma, ibunya Faiz meminjam cucunya untuk menginap satu atau dua malam di rumahnya. Maklum, Naima ada cucu pertama di keluarganya, Lia dan Al-Ghazali atau Aga memang hanya memiliki satu orang putra dan alasan itu pula yang memperkuat keinginan Lily untuk melihat Faiz menikah lagi dengan Yasmin, agar Yasmin bisa melahirkan keturunan untuk Faiz karena Lily masih belum bersedia untuk melahirkan anak karena dia masih menikmati karier pramugarinya yang sedang sangat baik. Sore itu, gerimis tampak turun di seantero kota Mataram di susul hujan lebat, awan pekat menyelimuti langit sore itu, terdengar guntur bersautan di iringi kilatan petir yang menyala di angkasa. Sesaat Yasmin mengingat percakapan dia dan Faiz waktu itu. "Aku tidak ingin menambah dosa terlalu besar dengan sikap aku yang tidak pernah bisa adil pada kau dan Lily. Seperti yang pernah aku ucapkan di awal pernikahan kita, jangan pernah berharap lebih padaku atau menaruh rasa padaku agar kau tidak merasa terluka dengan hubungan ini, karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa memberikan hati dan perasaan itu padamu. Aku mencintai Lily dan aku tidak tau apa yang membuat Lily merelakan pernikahan ini, tapi maaf, kali ini aku harus tegas, aku sudah tidak bisa lagi terus seperti ini. Aku sudah tidak lagi bisa menahan rasa sakit yang ikut tercipta dari status kita ini!"_________ "Aku ingin mengakhiri hubungan ini. Aku akan menceraikan mu setelah kau melahirkan putraku." Ucap Faiz dengan sangat jelas dan Yasmin sangat mengerti dengan ucapan Faiz tersebut, dan saat-saat seperti itu, kembali rasa sesak bergemuruh dalam hatinya, bukan Yasmin tidak setuju untuk bercerai dengan Faiz hanya saja Yasmin memang tetap menaruh harapan jika suatu saat nanti dia akan bisa mendapatkan simpati atau kehormatannya sebagai seorang istri, seperti ucapan Faiz dulu, saat mengatakan akan memberikannya kehormatan yang layak di rumah ini, tapi sayang kata itu hanya asal keluar dari hembusan nafasnya, tanpa melibatkan hati atau sekedar logika. Yasmin meremas dadanya yang semakin nyeri, berusaha menghela nafas agar rongga dadanya bisa lebih ringan, namun detik yang sama , Yasmin justru merasakan jika janin di perutnya bergerak dan Yasmin merasakan kontraksi yang luar biasa di bagian perut bawahnya. Yasmin berusaha menahannya tapi rasa itu semakin kuat Yasmin rasakan hingga akhirnya Yasmin menyerah dan berteriak cukup kuat untuk meminta bantuan pada para asisten rumah tangganya. "Ambu,,," teriak Yasmin tapi tak satupun yang mendengar terikan Yasmin karena suara Yasmin seolah tenggelam bersama guntur dan deru hujan sore itu. "Ambu,,," teriakan Yasmin semakin terdengar pilu, keringat sudah memenuhi sekujur tubuhnya, lututnya sudah tidak lagi bisa menopang tubuhnya untuk berdiri tegak. Yasmin menyeret tubuhnya dengan beringsut hingga sampai pintu dan dengan susah payah Yasmin membuka pintu kamarnya lalu melempar pas bunga kecil di sisi dinding kamarnya, hingga pas tersebut jatuh ke lantai bawah dan pecah karena Yasmin sudah tak lagi bisa untuk sekedar meminta tolong. Sayup-sayup Yasmin mendengar suara lembut yang sangat familiar di telinganya. "Yasmin, sayang!" Suara itu mengalihkan dunia Yasmin. Pandangan matanya mulai meredup, dan di antara sadar dan tidaknya Yasmin justru melihat bayangan ibu dan ayahnya di depan sana. "Yasmin, anak Ibu!" Suara itu kembali menyapa Yasmin, dan perlahan kesadaran Yasmin menghilang. Dua asisten rumah tangga langsung tersadar saat melihat pas bunga melayang dari arah lantai atas dan Ambu buru-buru bergegas naik ke lantai atas, dan syok saat melihat Yasmin tergeletak tidak berdaya di lantai depan pintu kamarnya. Dengan sangat cepat Ambu memanggil seorang penjaga rumah untuk membantunya mengangkat tubuh Yasmin sementara seorang sopir juga langsung menyiapkan mobil untuk membawa Yasmin. Meski ragu, nyatanya pemuda bernama Zainal , pemuda tampan berbadan kekar yang merupakan penjaga keamanan rumah Faiz itu tetap mengangkat tubuh Yasmin. "Oh maafkan saya Nyonya jika kali ini saya lancang untuk menyentuh tubuh Nyonya. Ibu darurat dan saya harap Nyonya atau Tuan Faiz mengerti situasi ini!" Lirih Zainal saat membawa tubuh Yasmin menuruni anak tangga rumah besar itu untuk dia masukkan ke dalam mobil lalu membawanya ke rumah sakit terdekat , rumah sakit yang memang sudah di rencanakan untuk Yasmin malakukan persalinan. Setelah Zainan berhasil membawa masuk tubuh Yasmin ke dalam mobil, sang sopir juga langsung bergegas menuju rumah sakit, dan pastinya Ambu juga seorang asisten rumah tangga ikut bersama mereka. Di perjalanan menuju rumah sakit, Ambu Fatimah terus saja berusaha menghubungi Faiz menggunakan ponsel milik Yasmin, namun sampai panggilan ke sebelas, telpon dari Ambu juga tak kunjung di terima, bahkan sampai di rumah sakit, Faiz tetap tidak bisa di hubungi hingga pada akhirnya Ambu menyerah untuk menghubungi Faiz, namun detik yang sama ponsel Yasmin justru berdering, ada panggilan masuk di sana. Tertera di layar pemanggil photo Lily, Nyonya pertama di rumah Faiz dan dengan sangat cepat Ambu menerima panggilan dari Lily. "Hallo Yasmin, aku sedang berada di pusat perbelanjaan, aku sedang membeli pakaian untuk put,,," "Non Lily, ini Ambu." Potong Ambu buru-buru saat mendengar keceriaan dari nada sapaan Lily di seberang telpon. "Ambu. Di mana Yasmin?" Tanya Lily saat merasa aneh ketika ponsel Yasmin di pegang oleh paruh baya itu. "Anu Non. Itu. Yasmin tiba-tiba pingsan dan air ketubannya pecah. Kami sudah membawanya ke rumah sakit, tapi untuk tindakan lebih, kami butuh persetujuan dari penanggung jawab!" Ucap Ambu dengan suara bergetar. "Yasmin pingsan dan air ketubannya pecah?" Kutip Lily. Terdengar dari nada suaranya jika Lily merasa khawatir dengan kondisi Yasmin. "Iya Non Lily. Dan sekarang dokter sudah mengambil alih Yasmin untuk segera di lakukan tindakan , hanya saja kami tidak bisa menandatangani surat pernyataan bertanggung jawab itu, karena itu hanya bisa di lakukan oleh Tuan Faiz." Jawab Ambu yang langsung mengatakan masalah mereka saat ini. "Dimana Mas Faiz?" Tanya Lily bingung. "Itu dia Non. Ambu tidak bisa menghubungi Tuan Faiz, dari tadi panggilan Ambu tidak di angkat oleh Tuan!" Jawab Ambu lagi dan Lily terdengar menghela nafas cemas. "Bukankah persalinannya masih sepuluh hari lagi!" Lily ikut bingung. "Ya, tapi Ambu juga gak tau, jika ini akan terjadi lebih cepat!" Jawab Ambu panik. "Tolong berikan ponsel itu pada dokter Patan, aku harus bicara!" Ucap Lily karena dokter yang menangani Yasmin adalah sepupu Faiz dan dulu saat Yasmin mengandung dan melahirkan anak pertamanya, dokter Patan juga yang membantu Yasmin dan kali ini juga sama. Ambu langsung bergegas ke ruang bersalin, namun baru saja Ambu sampai di depan pintu kaca itu, dokter yang ingin Ambu temui justru keluar dari dalam pintu itu dan langsung menanyakan keberadaan Faiz pada para asisten rumah tangga Faiz tersebut dan Ambu buru-buru menyodorkan ponsel yang masih tesembung dengan Lily. "Dokter. Ini Non Lily ingin bicara!" Sapanya dan dokter yang bernama Patan Edelwist itu langsung menerima ponsel itu dari tangan Ambu. "Tan, tolong langsung tangani Yasmin. Aku mohon!" Ucap Lily begitu merasa ponsel itu sudah berpindah tangan pada Patan. "Dimana Faiz, kenapa dia tidak pernah ada saat Yasmin seperti ini?" Cerca Patan saat menempelkan ponsel itu di telinga kanannya. "Mas Faiz sedang dalam perjalanan menuju kesana, tapi aku mohon tangani segera Yasmin. Aku yang akan menjaminnya!" Ucap Lily tapi Patan justru semakin muak dengan sikap Lily dan Faiz. "Kau selalu saja seperti ini. Dari awal aku sudah mengatakan jangan libatkan Yasmin dalam hubungan kalian tapi lihatlah kau selalu menempatkan Yasmin dalam setiap tindakan mu." Muak Patan. "Tan. Ini bukan waktunya untuk berdebat , Yasmin butuh pertolongan mu. Aku mohon lakukan yang terbaik untuk menyelamatkan putra kami!" Potong Lily tapi Patan tetap merasa muak dengan Lily juga Faiz, namun Patan juga dengan cepat mengambil tindakan untuk segera melakukan operasi Cesar seperti kesepakatan mereka, Lily, Faiz dan Yasmin jika di persalinan Yasmin kali ini mereka pilih jalur Cesar. Patan adalah satu-satunya orang yang menentang keputusan Lily saat melamar Yasmin untuk suaminya, tapi bodohnya Faiz menyetujui permintaan tidak masuk akal istrinya, dan Yasmin yang memang terlalu baik, juga tidak bisa menolak keinginan Lily yang merupakan sahabat kentalnya, bahkan Yasmin menerima saat Lily mengatakan ingin berbagi suami padahal semua orang tau jika Faiz hanya mencintai Lily dan rasanya akan sangat mustahil jika Faiz akan bisa mencintai Yasmin dengan cara yang sama dengan cintanya pada Lily namun kala itu Faiz justru mengatakan bersedia meski dia tidak yakin akan bisa. "Percayalah. Menciptakan langit tanpa tiang saja yang kuasa mampu, apalagi hanya untuk mengobati luka hati. Kita hanya perlu percaya bahwa setiap luka juga bagian dari takdir dan selalu ada penawar untuk setiap luka itu, termasuk untuk urusan hati." Kata yang pernah Yasmin ucapkan beberapa waktu lalu pada Patan yang membuat Patan semakin yakin jika Yasmin tidak baik-baik saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD