“Pagi, Sayang,” ujar seorang pria ketika wanitanya membuka mata di saat terjaga dari tidur nyenyaknya setelah pria itu membuatnya terkulai lemas tadi malam setelah pergulatan panas dari percintaan mereka. Wanita itu tersenyum dan langsung mendapatkan morning kiss dari pria yang sudah hampir empat tahun ini menjadi kekasihnya.
“Kamu mau mandi dulu atau langsung sarapan?”
“Aku mau mandi.”
“Oke.”
Wanita itu mendekatkan bibirnya ke telinga sang pria, “Dimandiin sama kamu,” bisiknya setengah mendesah.
Pria itu tersenyum lalu menggendong wanitanya dan membawanya ke dalam kamar mandi.
***
Setelah puas b******a di bawah pancuran air dingin shower kamar mandinya, Alvaro membawa Alicia ke meja makan. Ia mendudukkan gadis itu di atas pangkuannya dan menyuapinya semangkuk bubur cepat saji. Mereka saling bercanda di tengah acara sarapan pagi mereka dengan sesekali Alvaro mengecupi bibir manis Alicia.
“Aku punya kejutan untuk kamu,” ujar Alvaro setelah Alicia menghabiskan seluruh sarapan paginya.
“Apa itu?” tanya Alicia.
“Ada deh. Kalau aku kasih tau sekarang gak jadi kejutan lagi dong.”
Alicia terkekeh mendengar jawaban kekasihnya. “Kamu mau nikahin aku, ya?”
“Itu sih maunya kamu.”
Alicia tertawa. Memang benar. Ia sangat ingin mereka untuk segera menikah dan ia yakin pasti kini Alvaro juga menginginkannya. “Kamu bakal nyesel kalau kamu gak nikahin aku.”
“Hmm.. Kalau aku gak menikah sama kamu, aku akan menikahi wanita lain yang lebih cantik dan lebih muda dari kamu.”
Alicia cemberut. “Kamu akan menyesal seumur hidup kalau kamu gak nikahin aku secepatnya!”
Kali ini Alvaro yang tertawa melihat wajah cemberut kekasihnya.
“Tutup mata kamu,” ujar Alvaro.
“Kenapa?”
“Kan mau ngasih kejutan?”
Alicia menutup matanya seraya tersenyum. “Mau ngasih cincin, ya?”
“*GR banget sih kamu.”
*GR = Gede Rasa (just in case ada yang mikir GR itu Gladi Resik, hehe)
“Ya, terus apa dong?”
Alvaro menutup mata Alicia dengan dasi yang sudah ia siapkan di balik kantong celananya.
“Sayang, kamu mau culik aku?” tanya Alicia.
“Kamu berisik banget sih, Yang? Udah sih ikutin aja.”
Alicia terkekeh mendengar jawaban kekasihnya itu. Alvaro menggendong Alicia dan berjalan memasuki mobilnya. Ia mendudukkan Alicia di jok samping kemudi.
“Sayang, kita mau ke mana sih?” tanya Alicia lagi setelah mendengar deru suara mesin mobil menyala.
“Into paradise.”
***
Alvaro melepaskan ikatan dasi pada kepala Alicia. Alicia pun segera membuka kedua matanya setelah sapu tangan itu tidak lagi menutupi pandangan matanya. Seketika, Alicia ternganga dengan apa yang ada di hadapannya.
“Surprise!” seru Alvaro.
“Sayang, ini di mana?”
“Rumah kita,” jawab Alvaro yang membuat Alicia mengernyitkan dahinya. “Kita akan tinggal di rumah ini bersama anak-anak kita.”
Kedua mata Alicia berkaca-kaca setelah mendengar ucapan Alvaro. Benarkah pria itu akan menikahinya? Alicia sudah menyerahkan segalanya untuk Alvaro, tetapi setelah empat tahun mereka menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih, baru hari ini Alvaro menyatakan keinginannya untuk menikahi Alicia.
Alvaro berlutut di hadapan Alicia dan mengeluarkan sebuah kotak perhiasan dari dalam kantong celananya.
“Alicia Jonardi, will you marry me?”
Alicia merasakan dadanya sesak. Perasaan bahagia melingkupi seluruh tubuhnya hingga tidak ada tempat kosong untuk oksigen masuk. Air matanya mengalir dan ia menganggukkan kepalanya. Alvaro bangkit berdiri lalu merengkuh Alicia dalam dekapannya.
“Aku juga punya hadiah untuk kamu,” ujar Alicia.
Alvaro melepaskan pelukannya. “Apa?”
Alicia menggenggam tangan Alvaro dan meletakkan telapak tangan itu di perutnya. “Ini.”
***
Alvaro Peterson. Seorang dokter muda yang sedang menjalani pendidikan untuk mendapatkan gelar dokter spesialis penyakit dalam. Ia jatuh cinta pada seorang perawat ketika ia sedang menjalani masa koas di rumah sakit. Kala itu, usia Alvaro masih 24 tahun dan Alicia masih berusia 22 tahun. Alvaro terpincut wajah cantik dan sifat lemah lembut Alicia ketika gadis itu merawat pasiennya. Kala itu, Alicia sedang menjalani masa pendidikan profesi untuk mendapatkan gelar perawat profesional. Hingga kini, masih terekam dengan sangat jelas di ingatan Alvaro bagaimana Alicia membantunya membersihkan dan membalut luka lecetnya setelah ia mengalami kecelakaan saat terburu-buru berangkat ke rumah sakit karena bangun kesiangan. Alvaro terjatuh dari motor yang dikendarainya saat ia berusaha menyalip mobil di hadapannya dan malah berakhir terjatuh di jalanan beraspal. Para warga yang berada di sekitar tempat itu membantu Alvaro dan membawanya ke rumah sakit tempatnya menjalani masa koasnya. Ia meringis kesakitan karena luka ringan di kaki dan tangannya akibat kecelakaan itu. Namun, seketika ringisannya berubah menjadi senyum merekah di bibirnya ketika mendapati seorang perawat cantik yang akan mengobati lukanya. Setelah luka-luka lecet di tubuh Alvaro dicuci dengan air mengalir selama beberapa menit, perawat itu mulai membersihkan kotoran berupa kerikil dan serpihan pasir yang terdapat di dalam luka dengan pinset yang sudah disterilkan.
Perawat itu tersenyum malu-malu karena Alvaro terus memandanginya dengan mata berbinar.
“Aww!” teriak Alvaro ketika merasakan perih saat perawat itu mulai membersihkan lukanya.
“Eh, maaf,” ujar Alicia dengan wajah paniknya.
“Gapapa kok. Cuma perih dikit doang,” balas Alvaro untuk tidak membuat perawat itu khawatir padahal ia merasakan perih setengah mati.
Alicia kembali melanjutkan tugasnya. Setelah membersihkan luka lecet pada kaki dan tangan Alvaro, ia mengoleskan krim antibiotik pada luka-luka lecet itu untuk mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi terbentuknya jaringan parut.
“Muka kamu kok merah?” ujar Alvaro saat menyadari wajah Alicia yang memerah karena Alvaro terus memandanginya.
Alicia menggelengkan kepalanya seraya menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan rasa gugup. Alvaro pun merasa gemas dengan sikap malu-malu gadis itu. Kalau tidak ingat sedang banyak orang di ruang unit gawat darurat itu, sudah pasti ia akan melumat habis bibir merah yang sedang dikulum pemiliknya yang kini mulai berusaha menutup luka lecet di tubuhnya dengan kain kasa.
***
Hari berganti hari, Alvaro semakin akrab dengan Alicia. Sampai suatu hari, akhirnya Alvaro menyatakan perasaannya yang selama ini terpendam pada Alicia. Alicia yang juga jatuh cinta pada Alvaro pun menerima Alvaro menjadi kekasihnya. Dan malam itu, mereka melakukan apa yang tidak seharusnya tidak mereka lakukan. Alicia menyerahkan miliknya yang paling berharga pada Alvaro dan menginginkan pria yang sudah ia berikan mahkota berharganya untuk segera menikahinya. Sayangnya, Alvaro masih belum siap untuk menikah, tetapi ia juga tidak mau berpisah dengan Alicia. Mereka pun memutuskan untuk tinggal bersama di apartemen Alvaro tanpa ikatan pernikahan.
“Kamu hamil?” tanya Alvaro dengan mata membulat saat Alicia membawa telapak tangannya untuk menyentuh perutnya.
Alicia menganggukkan kepalanya. Ia sudah mengetahui dirinya mengandung sejak satu minggu yang lalu, tetapi ia takut untuk mengatakannya pada Alvaro sebab pria itu selalu menghindar setiap kali ia menanyakan kejelasan hubungan mereka yang kurang sehat itu. Namun, karena hari itu Alvaro melamar dirinya untuk menikah dengannya, ia pun memberanikan diri untuk memberi tahukan pada Alvaro tentang benih pria itu yang tumbuh di rahimnya.
Senyum terkembang di wajah Alvaro. Ia mengangkat tubuh Alicia dan membawanya berputar. Alicia bersorak riang gembira mendapati dirinya yang melayang dalam gendongan pria itu. Alvaro berkali-kali mengecupi wajah Alicia.
“Kamu gak marah?” tanya Alicia mengingat Alvaro yang selalu menghindar jika ia membicarakan tentang pernikahan.
“Ya, enggaklah. Kenapa aku harus marah?” tanya Alvaro seraya menertawakan pertanyaan Alicia yang menggelikan. Namun, seketika senyum luntur di wajahnya. “Kenapa kamu tanya itu? Anak itu anak ....”
“Ya anak kamulah!” protes Alicia karena Alvaro meragukannya. Sembarangan! Alicia tidak pernah mau disentuh oleh siapa pun kecuali Alvaro seorang.
Alvaro kembali mengecupi wajah Alicia. Ia benar-benar merasa bahagia karena sebentar lagi ia akan memiliki anak-anak yang lucu. Ia berharap memiliki anak perempuan yang sama cantiknya dengan Alicia.
***
Aroma hidangan yang baru saja selesai dimasak oleh Alvaro benar-benar menggugah selera. Ia menyajikan hasil masakannya di atas meja makan dan menata meja makan itu secantik dan seromantis mungkin. Hari itu, Alicia berulang tahun yang ke 26. Ia sengaja memasak masakan kesukaan Alicia, spaghetti bolognese, serta membeli kue tart dan beberapa makanan dan minuman lainnya untuk merayakan ulang tahun kekasihnya itu di rumah baru mereka.
Setelah selesai menghias meja makannya, Alvaro berangkat menuju rumah sakit untuk menjemput kekasihnya yang akan pulang bekerja di jam 7 malam. Waktu baru menunjukkan pukul 5 sore, namun ia sengaja berangkat lebih awal. Di tengah perjalanan, ponsel Alvaro berdering. Ia tahu betul siapa pemilik nomor telepon itu. Nomor telepon rumah sakit tempat ia praktek sebagai dokter umum dan tempat Alicia bekerja sebagai perawat. Alvaro mengerutkan dahinya. Tak biasanya kekasihnya itu menelepon dengan menggunakan telepon rumah sakit.
“Halo.”
“Halo, Doker Alvaro?”
“Ya?”
“Ini Paijo,” ujar pria di seberang sana yang merupakan salah satu staf administrasi di rumah sakit tempat Alvaro dan Alicia bekerja. "Dok, mbak Alicia kecelakaan.”
“Apa?!”
“Iya, Dok. Sekarang lagi ditanganin di ruang operasi sama dokter Ryan.”
Alvaro terdiam. Kepalanya terasa berdenyut. Bagaimana kekasihnya itu bisa mengalami kecelakaan?
“Dok?” panggil Paijo karena tidak mendapati tanggapan dari Alvaro.
“Iya, saya ke sana sekarang.”
Alvaro segera mengakhiri sambungan telepon itu dan kembali melajukan mobilnya. Pikirannya melayang jauh. Tangannya berkeringat. Degup jantungnya berdetak tidak karuan. Pikirannya kalut. Ia kehilangan konsentrasinya dalam menyetir. Di persimpangan jalan, ia berusaha menyalip kendaraan di hadapannya, namun matanya terbelalak saat dilihatnya sebuah mobil sedan berwarna hitam yang melaju kencang. Ia pun membanting setir ke kanan dan kehilangan kendali pada kemudi mobilnya. Tak berapa lama kemudian, mobil itu menabrak sebuah tiang papan reklame dengan sangat kencang dan membuat papan reklame itu rubuh menibani mobilnya.
‘Alicia....’