Part 5. Rumah Nawang Nehan

1249 Words
Part 5. Rumah Nawang Nehan Kyra meraung, memohon kepada ayahnya agar tidak dibawa ke rumah Nawang Nehan. Kuliahnya tinggal tiga semester lagi selesai. Mimpinya untuk menjadi desainer terkenal tinggal beberapa langkah lagi akan terwujud. Juga rencana menikah dengan Fusena setelah lulus kuliah. Pria tampan impian banyak wanita di kampusnya, yang kini menjadi pacarnya. Apa jadinya jika dia harus menikah dengan anak Nawang Nehan yang terkenal Arogan dan tak tersentuh hukum itu? Akan menjadi apa nasibnya? “Ibuuu aku mohon, Bu, bujuk ayah agar tidak melakukan ini kepadaku, Bu,” teriak Kyra. Gayatri hanya bisa memejamkan kedua matanya. Kedua tinjunya mengepal. Bayangan wajah Ayara tersenyum mengejeknya melintas di benaknya. Kamu telah mengecoh kami, Ayara. Dihyan menarik tangan Kyra agar mau keluar dari rumah. “Ayah mohon, Kyra. Kita semua akan mati jika kamu juga menolak,” pinta Dihyan. “Lalu mengapa kalian tidak membiarkanku mati saja sejak bayi!” teriak Kyra. “Kyra,” Dihyan tidak berdaya. Hatinya juga sama hancurnya membayangkan putri tunggalnya yang memiliki masa depan cerah, akan berakhir menjadi pelayan dan dihina oleh Arlo. “Ayah, Kyra mohon,” Kyra terus merengek. Saat itulah, seseorang masuk. “Lepaskan Kyra, Om.” Semua berhenti. Dihyan melepaskan tangan Kyra. Gadis itu langsung menghambur ke pemilik suara. “Ayara, aku tidak mau menjadi pembantu di rumah Nawang Nehan. Aku tidak mau menjadi istrinya Tuan Muda Arlo Raynar! Kamu tahu kan, aku memiliki Fusena yang siap menikahiku setelah lulus kuliah? Kamu tahu kan aku akan menjadi designer terkenal setelah lulus?” Ayara menelan ludahnya. Fusena, hatinya terasa robek setiap kali mendengar nama itu disebut. Lalu, Arlo? Tiba-tiba dia teringat pria berhati dingin yang menyetir mobil tadi pagi. Pria itu tahu dia sedang dikeroyok tiga pria, tetapi memilih meninggalkannya tanpa pertolongan, sehingga harus mengalami cidera di punggungnya. Baiklah, mungkin ini juga peluang untuknya membalas arogansi pria itu? Pikir Ayara. “Kamu tidak akan ke sana, Kyra,” balas Ayara. Lalu melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan Kyra. Ayara melangkah mendekati Dihyan, lalu berkata, “aku akan bersiap, lima menit lagi.” “Ayara, kamu tahu kan, kami sangat menyayangimu? Kamu sudah seperti anak kami, aku adalah ibumu. Tetapi kita semua akan mati jika tidak memenuhi perintah Tuan Nawang Nehan,” Gayatri terisak, mencoba mengambil empati Ayara. Gadis itu bergeming. Dia hanya menatap lurus ke jalanan Ibu mana yang tega menjual anaknya menjadi b***k manusia tak berhati? Aku bukan anakmu, kamu bukan ibuku. Aku bukan anak yang terlahir dalam perjanjian. Ayara melangkah, diikuti oleh Dihyan. *** Rumah Nawang Nehan sangat besar, dengan halaman yang sangat luas. Untuk masuk ke dalam rumahnya, dari pintu gerbang saja membutuhkan waktu sepuluh menit jalan kaki. Taman di halamannya sangat sejuk dan tertata dengan rapi. Ayara mungkin akan betah berada di sana, tetapi dia sadar diri, masuknya dia ke rumah besar itu bukanlah untuk bersantai menikmati indahnya taman berbunga, tetapi ia datang sebagai pelayan keluarga Nawang Nehan. “Jangan takut, Ayara, selama kamu tidak melakukan kesalahan, mereka tidak akan menyakitimu,” Dihyan berusaha menenangkan. Ayara tidak menjawab. Dia tidak takut sama sekali. Dia juga memiliki misi untuk masuk ke rumah tersebut. Memang benar, dia membenci keadaan ini, karena lagi-lagi dia harus berkorban demi menyelamatkan Kyra Arundati, sepupunya. Keduanya sampai di depan pintu ruangan, di mana Dihyan selalu menemui Nawang Nehan selama ini. "Masuk," ucap Nawang begitu mendengar suara ketukan pintu. Dihyan memberi isyarat kepada Ayara untuk mengikutinya. Nawang langsung tersenyum lebar melihat kehadiran mereka. Saat itu mencoba melucuti tubuh Ayara dengan pandangannya, hati Dihyan berdegup sangat kencang. Diam-diam pria itu merapal doa, semoga majikannya itu tidak mengenali Ayara. Semoga tidak paham, bahwa mereka telah menukar gadis pesanannya. "Siapa namamu?" tanyanya Nawang Nehan, sambil terus menatap Ayara. Bagi Nawang, Gadis itu terlihat berbeda dari para gadis sebelumnya. Dia terlihat pendiam, namun memiliki mata yang tajam dan berani. Kulitnya putih, dengan tinggi badan yang lumayan. Sayangnya dia terlihat lebih kurus jika dibanding para gadis lainnya. "Ayara, Tuan," balas Ayara. Tanpa senyum di wajahnya. "Ayara Hayu." Dihyan menekankan. "Hmmm, nama yang terdengar cantik. Apa artinya?" "Puisi yang cantik," balas Ayara. Nawang Nehan terhenyak. Menatap wajah Ayara. Mengerjap. Raut mukanya seperti kecewa mendengar makna yang tersemat pada nama tersebut. Dihyan mulai gelisah. "Hahaha, unik," komentar Nawang. Dihyan mengangkat wajahnya. Ia mengira tuannya akan kecewa, ternyata malah tertawa. "Boleh saya mengajukan permintaan, Tuan?" kata Ayara. "Ayara?" bisik Dihyan. Berani sekali keponakannya ini. Dihyan merasa khawatir. "Katakan," balas Nawang. Matanya tajam menatap Ayara. "Ijinkan saya tetap melanjutkan kuliah, dan dengan fasilitas lengkap kebutuhan kuliah saya." "Ayara?" Lagi-lagi Dihyan mendesis. Ayara tidak peduli. Dia menatap Nawang Nehan. Sejenak pria itu berpikir, namun kemudian ia menggut-manggut. "Baik, aku setujui permintaanmu." “Terima kasih banyak, Tuan,” balas Ayara, “Dengan syarat!” Nawang Nehan menekankan. Dihyan kembali cemas. Sementara Ayara hanya menunggu seraya menatap wajah pria di depannya, dalam jarak kurang lebih dua meter. “Kamu, harus bisa mengambil hati putraku, dan buktikan bahwa dia adalah lelaki yang normal, seperti umumnya seorang pria.” Ayara menelan ludah. Bagaimana caranya dia membuktikan hal itu? Dia sudah mendengar semua tentang sosok Arlo Raynar. Pria dingin dan telah banyak menghilangkan wanita yang berusaha mendekatinya, meskipun mereka dikirim oleh ayahnya untuk melayani dia. “Saya akan melakukannya,” tegas Ayara. “Ayara?” lagi-lagi Dihyan mendesis. Ayara acuh. “Hahahaha, kamu sungguh bertekad. Bagus.” lanjut Nawang Nehan, merasa puas. *** Dihyan mengantar Ayara menuju kamarnya. Bergabung dengan para pelayan lainnya. Meskipun memiliki paman dan bibi yang bekerja di rumah Nawang Nehan selama bertahun-tahun, itu adalah pertama kalinya Ayara masuk ke rumah tersebut. "Sementara kamu akan tinggal di sini, nanti, jika kamu terpilih menjadi pelayan utama Tuan Arlo, maka kamu akan dipindah ke kamar pribadi," kata Dihyan. "Terpilih?" Mata Ayara menyipit. "Ayara, maafkan, Om." "Jelaskan!" Tegas Ayara berkata. "Jadi, ternyata Tuan Nawang mengirim sayembara kepada beberapa sahabat bisnisnya. Mereka yang memiliki keponakan cantik, dan terdidik, dikirim kemari, karena Tuan Muda Arlo, tidak bisa menerima satu keputusan Ayahnya. Dia ingin memilih sendiri wanitanya." Panjang lebar Dihyan menjelaskan. Sekali lagi Ayara menelan ludahnya. "Kamar ini muat lima orang, sudah ada empat orang di sana. Kamu yang terakhir, masuklah." Ayara mengikuti petunjuk Dihyan. Sebelum membuka pintu, ia kembali berkata, "saya harap, setelah semua ini, hutang budiku kepada kalian selama dua belas tahun, terbayar lunas." "Ayara …" Ayara tidak menjawab lagi. Ia membuka pintu kamar, dan mengagetkan ke empat penghuni sebelumnya. Ayara kembali menutup pintu. "What a rebel!" kata salah satu dari penghuni sebelumnya. Ayara tidak peduli. Ia berdiri di tengah ruangan. "Mana ranjang yang belum ada pemiliknya?" tanyanya. Tidak ada yang menjawab. Mereka justru saling pandang satu sama lain, lalu ada yang tersenyum sinis, ada yang mencibir. Ayara langsung berjalan ke ranjang terdekat dengannya. Lalu membaringkan tubuh di sana. "Beraninya kamu tidur di kasurku!" teriak salah satu dari wanita itu. "Aku sudah bertanya, mana yang kosong, kalian diam, berati aku bebas pilih yang mana sesukaku." Balas Ayara dengan intonasi datar. "Lancang sekali!" kata perempuan itu, tangannya terangkat bermaksud memukul Ayara. Namun dengan sekali kebas, perempuan itu terjerembab ke belakang. Ia memekik kesakitan. Brak! Pintu dibuka dengan kasar. Seorang perempuan cantik, bersih dan tampak terawat berdiri di sana. Seketika bau harum menguar dari tubuhnya. "Apa yang terjadi?" tanyanya. Tidak jauh darinya, seorang pria tampan, alis tebal, hidung mancung, dengan muka bersih menatap ke arah mereka. Menunggu informasi. "A, anu, Miss." Perempuan yang terjatuh itu meringis, berusaha menjawab, tetapi terlihat ketakutan. Dengan tenang Ayara bangkit dari ranjangnya. Wanita yang baru masuk itu adalah wanita yang sama. Wanita berbaju ungu yang ia lihat di belakang gedung kemarin malam. Jadi dia adalah anggota keluarga Nawang Nehan? Batin Ayara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD