Di Restaurant
Juna memperhatikan gadis di depan matanya dengan tenggorokan yang naik turun menghabiskan minuman di gelasnya.
“Ah” Jullya selesai menggak habis minumannya dan rasa hausnya akhirnya teratasi
merasa diperhatikan dengan gelas kosong ditangannya, Jullya hanya bisa nyengir kuda.
Suasana diantara mereka masih canggung meski masing-masing sudah mengenalkan diri, Juklya tidak pandai mencari topik pembicaraan pada orang yang baru dikenalnya
“mau nambah minum lagi?” tanya Juna
“oh nggak makasih” jawab Jullya sambil memamerkan senyumnya yang terasa garing
Juna mengernyitkan keningnya
Tetapi menyadari mungkin mereka akan cukup lama menghabiskan waktu akhirnya Jullya berubah pikiran, Ia sudah dandan serepot ini, nggak mungkin hanya hitungan menit mereka menghabiskan waktu untuk kenal satu sama lain
" oh boleh deh " Jullya menyambung ucapannya
Juna memanggil waitress untuk memesan lagi berikut dengan beberapa cemilan
“rambutmu bagus” puji Juna setelah waitress pergi
“oh ya? kalau rambutmu juga bagus, tapi lebih mirip brokoli sih” celetuk Jullya, begitu menutup mulutnya Ia tersadar ceplas-ceplosnya tang susah dikendalikan
“brokoli” gumam Juna sambil memegang rambutnya yang ikal tapi sudah disisir rapih menggunakan pomade
“brokoli” baru pertama kali ini ada yang mengatain rambutnya, Jullya mencubit bibirnya sendiri karena salah bicara meskipun jujur, rambut Juna yang ikal dan lebat benar-benar mirip brokoli
“mmm nggak kok bercanda aja tadi, udah nggak usah dipegangin, ntar jangan-jangan ngebotakin rambut lagi jadi plonco biar nggak dikatain brokoli lagi hahahaha” Jullya pura-pura terpingkal-pingkal meskipun tahu lawakannya garing dan super basa-basi.
Juna hanya bisa nyengir dan heran melihat wanita yang tadinya anggun di depannya seketika menampakan wujud aslinya dengan gaya bahasanya yang blak-blakan dan duduknya ngangkang sementara Ia mengenakan Dress.
Jullya kembali merapihkan cara duduknya, Ia masih merasa memakai jeans seperti biasanya dan duduk sesuka hati.
Beberapa saat setelah lelucon Jullya yang garing dan sedikit nylekit itu mereka lebih banyak diam, Juna merasa semakin canggung, sementara Jullya takut salah bicara seperti tadi
“oh iya, kata Renata kamu ini seorang musisi?” Juna ingin tahu lebih banyak tentang Jullya
Jullya sedikit terkejut, Tantenya yang selama ini selalu ngata-ngatain bandnya ternyata memberitahukan kepada Juna bahwa backgroundnya adalah musisi
" ah.. bisa dibilang musisi tapi bisa dibilang bukan " Jullya sendiri bingung menyebut dirinya sendiri ini apa
" kamu sibuk apa? udah lama kenal tanteku? " Jullya balik bertanya
" rutinitas biasa, berangkat pagi pulang sore atau bahkan malam, terus kenal Renata nggak sengaja aja pas di salon "
“renata? emang kamu kira dia umur berapa?” tanya Jullya heran karena menyebutnya tanpa embel-embel 'tante'
“nggak lebih dari 30 tahun kan” kata Juna
Jullya tertawa
“lho kenapa?” tanya Juna heran
“nggak papa” jawab Jullya menahan tawanya
“emang umur berapa?” Juna masih bingung
“jangan bilang tante ya, beberapa bulan lagi tante Renata itu genap kepala empat” Jullya masih menahan tawanya
“masa?” Juna masih tidak percaya
“tanteku tuh pintar ngerawat diri makanya awet muda” Jullya sudah berhenti tertawa, Juna mulai tertawa
“loh kenapa ketawa? Kaget ya?” Jullya bingung
“wah.. aku seenaknya aja manggil dia Renata, aku kira umur kami hanya selisih beberapa tahun saja.
aku juga baru ketemu tantemu sekali itu aja, jadi bener-beber waw dia pinter banget perawatan, kalau ketemu lagi aku mau nanya tipsnya” aku Juna
“hah baru ketemu kemarin?" Jullya tak habis pikir tantenya dengan tega memperkenalkannya dengan orang yang dikenalnya dalam hitungan menit
obrolan mereka semakin mengalir, rasa canggung diantara keduanya berangsur hilang
Juna juga menenggak Jusnya tanpa sedotan dan menghabiskannya seperti Jullya, dan cemilan yang sedari tadi mereka anggurin akhirnya habis juga mereka makan.
“gimana kalau kita pesan minum lagi dan cemilan?” saran Juna
“ya nggak masalah sih, tapi lo yang bayar kan” Jullya memastikan karena uangnya pas-pasan
“ya pastinya” Juna tersenyum
Dan obrolan merekapun berlanjut
***
Renata memesan Kopi hitam kemudian menikmatinya sambil jalan-jalan di jalan besar area salon. Ia begitu menikmati sore hari dan gemerlap lampu yang mulai terang menyala, rambut yang jatuh lembut tampak cantik mengiringinya berjalan,
tidak sedikit laki-laki yang mengajaknya menjalin hubungan serius, tapi Renata tak pernah tertarik, toh usianya hampir menginjak 40 tahun, jadi Ia hanya sekedar have fun saja saat saat menjalin hubungan dan tidak mau berkomitmen, karena tidak ada yang membuatnya benar-benar jatuh cinta dan tentu saja Ia memikirkan Ellisa.
BRAAKKKKKK
Begitu cepat, kopi panas Renata tumpah ke bajunya, seseorang menabraknya secara tidak sengaja
“aww panas” pekiknya
“maaf maaf, aku nggak sengaja” Pria itu melihat baju Renata yang penuh kopi, Renata nampak kepanasan, kemudian Ia memberikan saputangannya
Renata mengangkat wajahnya, seorang pria yang menabraknya berdiri di depannya mengulungkan sapu tangan, Renata meraihnya dan mengelap bajunya
“di mobil aku ada baju, kamu bisa pakai, dan untuk kopi biar saya yang ganti” ujarnya
Renata menatap wajah laki-laki berponi itu yang nampak serius, dengan terpaksa Renata mengiyakan karena tidak punya pilihan lain, ia tidak membawa baju ganti
***
Di rumah
Pikiranku benar-benar penuh dengan insiden tabrakan di koridor sekolah dengan pak Evan, tinggiku hanya sebahunya saja, membuatnya sedikit membungkuk saat pak Evan mengajakku berbicara.
Aku mengucek-ngucek wajahku sendiri, berharap bayangan pak Evan tidak lagi menghantuiku.
Saking pandanganku penuh dengan Pak Evan sampai tidak sadar di sampingku sudah ada Jullya yang memakai dress dan tengah sibuk melepas hair clipnya.
“sejak kapan tante disini?” tanyaku heran
“sejak lo bengong, lo mikirin apa sih sampai nggak sadar gue pulang dari tadi” ujarnya
“ah nggak, tante abis kondangan kemana?” tanyaku takjub melihat penampilannya
“kondangan?” Jullya bertanya balik
“ malah balik nanya” Aku masih belum 'ngeh'
“oh.. aku tahu, tante abis kencan buta itu 'kan?” tebakku memicingkan mata padanya
“ udah ah mau mandi dulu capek” Jullya tersipu malu dan beranjak pergi kekamarnya
Aku terkekeh geli karena tebakanku tidak melesat
Aku teringat saat pembicaraan Ibuku tadi pagi tentang perkenalan Jullya dengan cowok ganteng yang katanya sudah mapan itu
“gimana tante, cowoknya ganteng nggak? bawa mobil apa?” teriakku
“mau tau banget” teriak Jullya dari dalam kamarnya
***
“oh jadi kamu guru?” tanya Renata pada lelaki yang menabraknya sore tadi
“iya, di kelas saya biasa dipanggil Pak Evan, tapi kalau di luar rumah saya biasa dipanggil kiki hahaha” Evan terkekeh, hari ini saja Dia sudah menabrak 2 orang, satu muridnya sendiri, dan satu lagi wanita yang sekarang diajak ngopi bersama
“oh kiki, cocok kok sama ponimu” ujar Renata sambil menyuruput kopinya
“ya banyak yang memuji poniku karena mirip oppa korea hahaha” Evan terkekeh lagi
Renata ikut tertawa.
Malam ini mereka tengah ngopi bersama di sebuah kedai, sebagai permintaan maaf atas kopi Renata yang tumpah ditabraknya, dan Renata mengenakan kaos oblong milik Evan berwarna putih karena bajunya yang basah kena kopi.
" nggak nyaman? " Evan melihqt Renata yang tengah menaikkan kaosnya karenq tulang selangkanya terlihat
" agak sedikit longgar tapi nggak masalah" timpal Renata
“oh jya suamimu bekerja dimana?” tanya Evan hati-hati, sebuah pertanyaan yang begitu sering Renata dengar dan entah pertanyaan Evan ini pertanyaan keberapa ratus kalinya
“sebenarnya aku single parent” jawab Renata jujur
Evan mengernyitkan keningnya
“Dia meninggalkanku saat pernikahan kami belum genap setahun” ujar Renata tersenyum, tapi kemudian Ia menyesal kenapa harus memberitahu laki-laki yang baru dikenalnya satu jam yang lalu
“maaf, bukan maksudku...”
“nggak masalah, aku juga lebih baik sendiri selama ini” Renata memotong pembicaraanya
“benarkah?” Evan sedikit kaget dengan pengakuan Renata
“apa tidak ada keinginan untuk kembali berumah tangga?” sambungnya lagi mendadak merasa ingin tahu karena Renata telah memberitahukan rahasianya.
Renata menggeleng
“ tidak ada yang menarik, dan semua lelaki sama saja” jawab Renata
“persepsi kamu salah” Evan meluruskan
“mungkin” jawab Renata singkat karena Ia tidak mau membahas privasinya lagi yang terlanjur Ia buka
“ya aku paham dengan kondisi psikis kamu, tapi suatu saat pasti kamu akan mendapatkan orang yang kamu cari” ujar Evan sambil menyeruput moccanya
“ya aku tahu, kamu sendiri bagaimana? Sudah berkeluarga?” tanya Renata balik
“belum ada wanita menarik yang mampu membuatku jatuh cinta” ujar Evan
“omongan lelaki sama saja, apalagi laki-laki muda” cibir Renata
“waahhh.. kamu benar-benar butuh pembuktian” tantang Evan
Renata mengangkat kedua tangannya sebagai kata 'entahlah'
“ sepertinya aku harus pulang sekarang” ujar Renata saat mendapati sore telah berubah menjadi malam
Ia meletakkan beberapa lembar lima puluh ribuan dan beranjak pergi
“apaan nih, hei.. aku masih mampu bayar!” teriak Evan
Renata mengacuhkannya, Ia tetap berjalan keluar dan tetap terlihat anggun walaupun Ia mengenakan kaos oblong milik Evan
“aku juga bisa nganterin kamu pulang sampai selamat!” teriak Evan lagi
Renata berlalu dari matanya
“Baru kali ini...” Evan mengutuki dirinya sendiri sambil memegang beberapa lembar uang berwarna biru di mejanya
***
“tumben kaos cowok baunya wangi, bersih, setrikaanya rapih, mungkin laundry atau sewa ART” Renata baru saja mengganti bajunya dan melepas baju Evan
“hayo mamah pakai kaosnya siapa?” tanyaku saat mendapati Ibuku memakai kaos cowok saat pulang kerja
“tadi baju mamah ketumpahan kopi” ujarnya
“hmm masa” aku bersikeras ingin tahu
“iya, udah sana tidur udah malam El” pinta Ibuku
“iya deh” aku ngeloyor pergi, seperti biasanya tanpa kecupan ataupun pelukan
Hari ini rasanya aneh sekali, Aku yang tiba-tiba dihantui oleh sosok pak guru evan yang selalu wara-wiri didalam otakku dan Jullya yang baru saja pulang ngedate dan terlihat sangat bahagia senyam senyum sendiri, kemudian Ibuku memakai kaos cowok saat pulang kerja.
Kebetulan sekali.
mungkinkan kami jatuh cinta dalam waktu bersamaan?