Bab 14 - Pertemuan

1370 Words
Kini keluarga Devian dan keluarga Fiona sudah duduk di ruang tamu beserta dengan pria itu. Daisy kembali ke belakang menyiapkan beberapa cemilan untuk di bawa pada tamu. Sedangkan Devian mau tidak mau harus duduk di samping Fiona, pria itu berusaha menjaga sikapnya agar tidak kelepasan marah saat wanita itu hendak mendekatinya. Sudah pasti Devian tak suka dengan sikap wanita itu yang terang-terangan menunjukkan ketertarikannya. Mereka baru saja selesai makan malam, makan malam tersebut berjalan dengan baik. Fiona memberikan perhatian padanya saat makan malam dan hal itu membuat Devian tak suka. “Bagaimana Fiona? Apakah anakku masuk ke dalam kriteriamu?” tanya Arie pada calon menantunya itu. Wanita itu jelas tersenyum lalu melirik kearah Devian sejenak. “Sudah pasti, Devian sangat tampan. Aku menyukainya, dia juga pekerja yang keras. Aku suka dengan pria seperti Devian. Aku berharap kita bisa cocok dan segera bertunangan lalu menikah.” Devian langsung saja menatap Fiona dengan tatapan tak suka karena perkataan wanita itu. “Ada apa Devian? Kenapa kamu menatap anakku seperti itu? Apakah kamu sepaham dengannya?” tanya Glen penasaran, Papa dari Fiona. Devian menghela napasnya lalu menatap Kamila yang paham akan keadaannya. Bersamaan dengan itu Daisy datang membawa sebuah nampan yang berisi makanan ringan untuk di sajikan. “Saya tidak mau hubungan ini terlalu terburu-buru,” jawab Devian dengan tegas, Daisy sempat melihat ke arahnya sehingga pandangan keduanya bertemu. “Bukankah kami baru saja bertemu dan belum mengenal satu dengan yang lain. Jangan terlalu cepat, biarkan berjalan seperti air perlahan tapi pasti. Kami punya waktu untuk saling mengenal, ‘kan? Pernikahan itu bukanlah sebuah hubungan yang mudah, saya ingin ketika menikah nanti itu akan menjadi yang pertama dan terakhir. Saya ingin hubungan tersebut benar dan saya ingin menikah karena saya mau dan menginginkannya. Saya juga mau menikah dengan wanita yang kucintai, bukankah semua orang juga menginginkan hal itu untuk pernikahannya kelak?” tanya Devian membuat Kamila serta Arie mengernyitkan keningnya. “Kamu benar,” jawab Glen. “Pernikahan harus dilakukan sekali seumur hidup dan pernikahan juga harus dilakukan dengan kesepakatan di antara dua belah pihak. Baiklah, kita tidak akan terburu-buru. Kami akan membiarkan kalian untuk saling mengenal terlebih dahulu, sampai kalian sama-sama yakin akan hubungan ini. Kami juga tak mau nantinya hubungan ini rusak karena kami yang terlalu mendesak. Kami berharap hubungan kalian berjalan dengan baik, Devian tolong jaga dan lindungi putriku,” pinta Glen, Devian tak berniat menjawab. Karena ia tak berniat melakukan hal itu pada perempuan yang bernama Fiona itu. Setelah meletakkan makanan ringan tersebut Daisy pergi dari sana. Sebelum pergi, Daisy sempat tersenyum pada Devian. Ia suka akan jawaban yang diberikan Devian. Setelah berbicara beberapa hal Devian dan Fiona pindah ke tempat yang berbeda dengan para orang tua agar bisa berkenalan dan mengobrol. Maka Devian memilih taman belakang yang dekat kolam renang. Ia memilih tempat terbuka untuk mereka, agar Daisy merasa tenang dan tak marah lagi padanya karena salah paham. Walaupun sebenernya Devian tak suka bersama dengan wanita tersebut. Namun dia harus melakukan hal itu demi kebaikan semuanya. Agar tak ada yang curiga dengan apa yang direncanakan oleh Devian. “Bagaimana dengan pekerjaanmu? Aku dengar kamu yang akan menggantikan Papamu,” kata Fiona sebagai bentuk basa-basi agar memulai pembicaraan mereka. “Ya, itu benar,” jawab Devian seadanya. “Saya ingin merokok, apa kamu keberatan saya merokok di sini? Kalau kamu keberatan kamu bisa masuk ke dalam,” kata Devian sambil mengeluarkan rokok miliknya dari dalam sakunya. Hal itu sengaja Devian lakukan agar Fiona merasa tak nyaman. “Silahkan, aku nggak masalah,” jawab Fiona dengan tersenyum. Pria itu menyalakan pemantik lalu membakar rokoknya dan menghembuskannya dengan kasar sehingga asap tersebut mengepul. Wanita itu jelas terbatuk namun Devian tak peduli. “Kamu bisa masuk, kalau nggak bisa dengan asap rokok,” usul Devian. Pria itu memang memang sengaja melakukan hal itu agar Fiona memilih masuk. “Tak apa, aku bisa menahannya. Aku ingin bicara denganmu. Lagi pula aku harus belajar, kelak nanti aku akan jadi istri kamu. Jadi aku harus terbiasa dengan kebiasaan kamu itu.” Wanita yang keras kepala, itu yang bisa Devian ambil dari sikap wanita tersebut. Ternyata wanita tersebut menahannya agar bisa bersama dengannya lebih lama. “Pertemuan kita waktu itu sangat tak baik. Aku terkejut waktu kamu pergi begitu aja waktu aku datang. Tapi kali ini aku senang bisa kenal sama kamu. Sikap kamu berbeda dari yang kemarin. Aku harap hubungan kita bi…” “Apa yang kamu harapkan dalam hubungan ini? Kamu menyukaiku? Bagimana bisa? Kita baru saja bertemu beberapa kali dan kamu tak benar-benar mengenalku, kamu bahkan nggak tahu sisi terburuk yang kumiliki, ‘kan? Bagaimana bisa kamu menyukaiku?” tanya Devian langsung dengan ketus. Namun entah mengapa ia memikirkan hubungannya dengan Daisy. Bagaimana bisa juga ia mempunyai hubungan dengan Daisy saat mereka baru saja bertemu? Tapi setidaknya Daisy tahu bagaimana sisi terburuknya dan wanita itu bisa menerimanya. Namun wanita yang sedang bersamanya ini tidak tahu akan hal itu. Bahkan tujuan wanita yang sedang bersamanya ini adalah karena ingin hidup layak ketika menjadi istrinya. Berbeda dengan Daisy, padahal ia juga tak tahu apakah Daisy menginginkannya sampai ke sana. “Aku juga nggak paham. Begitu melihatmu aku langsung menyukaimu. Apakah itu salah? Bukankah kamu yang mengatakan ketika ingin memiliki hubungan yang benar harus mempunyai rasa saling mencintai? Aku yakin kita bisa mempunyai itu dan kita bisa menikah,” kata Fiona dengan yakin. “Bukankah kamu melakukan hal ini hanya karena perjodohan yang dilakukan oleh para orang tua? Jangan terlalu memaksakan diri jika kamu memang nggak suka, kita bisa mengatakan pada mereka yang sebenarnya terjadi. Jangan bersandiwara jika kamu memang nggak mau. Saya bisa pakai alasan yang logis pada mereka jika kamu mau menolaknya. Saya tahu kamu melakuaknnya karena diminta orang tuamu demi hubungan bisnis yang akan terjadi supaya semakin berjalan dengan baik, ‘kan? Jika perusahaan ini bergabung dan bisnis ini berjalan, maka akan mendapatkan keuntungan yang besar. Bukankah itu capaian dari semua yang direncanakan? Apakah saya salah?” tanya Devian dengan berterus terang. “Kamu salah jika berkata seperti itu. Kalau mereka menginginkan hal itu, tapi tidak denganku Devian. Sedikitpun aku nggak memikirkan hal itu. Aku memang tahu rencana tersebut, tapi aku benar-benar melakukannya bukan karena itu. Ini semua karena aku menginginkannya. Atau kamu yang nggak suka dengan perjodohan ini dan nggak mau hal ini berjalan?” tanya Fiona membuat Devian menatap wanita itu dengan lekat. “Tepat katamu, saya memang nggak setuju dengan perjodohan ini,” jawab Devian jujur sambil bangkit berdiri. Ia semakin menghisap nikotin yang ada di tangannya. “Tapi kenapa?” tanya Fiona sambil bangkit berdiri. “Tidak ada alasan untuk itu. Saya tak menginginkannya, lagi pula kita baru kenal. Saya tak akan bisa mem…” “Bukankah tadi kamu yang mengatakan butuh waktu? Aku bisa menunggumu Devian. Aku akan sabar menunggumu sampai kamu yakin denganku. Kita bisa saling mengenal dan menghabiskan waktu bersama supaya kita sama-sama saling mengenal dan paham, apakah aku salah mengartikan maksudmu tadi di dalam? Bukankah itu yang kamu inginkan? Aku setuju dengan perkataanmu tadi, aku akan berjuang untuk kita. Apa kamu tak bisa melakukan hal yang sama denganku?” tanya Fiona sambil memegang tangan Devian. Ingin rasanya Devian langsung menjawab tak bisa karena ia sudah punya wanita lain. Tapi ia jelas tak bisa melakukan hal itu. Ia tak bisa merusak semuanya. Dengan tiba-tiba wanita itu memeluknya dengan erat membuat Devian jelas kaget. Pria itu berusaha melepaskan diri dengan mendorong Fiona namun wanita itu menolak untuk dilepaskan. “Tolong jangan tolak aku Devian. Kasih aku kesempatan untuk kasih bukti kalau aku emang pantas untuk kamu. Aku layak buat untuk kamu, kasih aku kesempatan itu. Percaya sama aku, aku mohon Devian,” pinta Fiona yang membuat Devian ingin melepaskan diri namun tak bisa karena kasihan. Maka Devian hanya membiarkan saja tanpa membalas sama sekali. Tanpa Devian dan Fiona sadari bahwa ada Daisy di sana yang sembunyi di balik dinding untuk melihat mereka yang sedang berpelukan. Daisy tidak tahu apakah ia bisa percaya akan perkataan Devian atau tidak. Karena belum apa-apa ia sudah melihat Devian berpelukan dengan wanita itu. Daisy tak tahu apa yang diharapkannya dari Devian. Apakah Daisy benar-benar sudah jatuh hati pada Devian seutuhnya sampai ia harus mengalami rasa sakit? Apakah benar Daisy sudah terjerat pada pria itu? Wanita itu memilih pergi dari sana dengan diam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD