Seorang wanita berkuncir ekor kuda dengan kacamata tipis menghiasi wajahnya, berjalan tergopoh-gopoh ke ruang make up artis.Dadanya sampai turun naik, berusaha mengatur nafas.
Dihadapannya tengah duduk wanita cantik, yang rambutnya sedang dicatok. Hidungnya mancung dan kulitnya putih. Bibirnya terlihat s*****l berwarna pink.
"Maaf Venus, tim Audionya gak bisa nyanggupin pakai mic ini." Tunjuk wanita berkacamata tadi ke sebuah mic berwarna putih digenggamannya. Venus, artis terpopuler tahun ini mengernyitkan keningnya. Selama ini tak ada seorang pun yang mampu menolak permintaannya.
Assisten itu terlihat gugup, Venus meminta hair stylish untuk menyudahi merapikan rambutnya. Sepertinya dia yang harus turun tangan bicara dengan audioman itu.
"Sini," Venus mengambil microphone di tangan Susan. Dia berjalan dengan cepat, sesekali heelsnya berdecit karena bergesekan paksa dengan lantai.
Venus tak memperhatikan semua decorasi panggung di hadapannya, tujuannya hanya satu. Ke ruang control room dan menemui seseorang yang menolak memasangkan microphonenya. Bagaimana dia menyanyi nanti, microphone itu sangat berarti bagi dirinya.
Beberapa crew terlihat sibuk mondar mandir di sebuah studio, bersiap untuk syuting acara musik yang tayang setiap hari kecuali sabtu-minggu. Hari ini cukup spesial karena ulang tahun ke lima acara musik tersebut, dengan rating yang selalu tinggi. Membuat program itu selalu dipertahankan termasuk oleh pemilik stasiun TV swasta tersebut, yang juga penggemar dari program musik ini.
Venus mendorong pintu control Room, didalam suasana cukup ramai oleh crew yang memakai seragam hitam-hitam itu. Venus segera menghampiri seseorang yang duduk dibalik Mixer audio, sebuah palet besar yang menunjukan tombol-tombol cukup rumit di hadapannya.
pria itu menunduk nampak mensetting beberapa alat dan kabel yang terhubung dengan panel dihadapannya.
"Mas, hellow mas.." Venus mencoba memanggil pria itu. Lelaki tersebut nampak berkonsentrasi sehingga tak mendengar panggilan Venus, Venus pun mengetuk meja. Akhirnya pria tersebut mendongak menatapnya.
Wajahnya tampak aristokrat, seperti pangeran Yunani, dengan mata bulat berwarna hitam. Rambut yang halus, bibir kemerahan dan hidungnya mancung sekali. Venus sampai tercekat. Mereka saling bertatapan.
Ahhh gantengnya. Mata venus membulat menatap pria itu
"Ada apa mba Venus?" yap siapa sih yang gak kenal Venus? Artis top yang lagi naik daun. Venus mengerjap dan berdehem.
"Aku mau pake mic ini mas, kenapa gak bisa ya? Biasanya juga aku pake mic sendiri kalau nyanyi. Dan selalu bisa!" Venus memasang tampang kesal, padahal hatinya sedang meleleh melihat tatapan tajam dari pria itu.
"Gak bisa mba, saya harus setting ulang kalau mau pakai mic mba pribadi. Lihat semua frekuensi disini sudah penuh. Sebaiknya mba pakai mic kita aja."
"Tapi saya biasa pakai mic ini." Audioman tersebut nampak berfikir lalu tersenyum sinis. Banyak sekali artis yang memakai mic pribadi seharga ratusan juta, hanya agar suaranya terdengar lebih bagus dan jernih.
"Mba penyanyi betulan kan?" Venus mengangguk.
"Mba gak nyogok untuk jadi penyanyi dan untuk jadi tenar kan?" kening Venus berkerut.
"Enggaklah, suara saya ini murni asli. Album saya juga saya yang nyanyiin sendiri!" Venus tampak mulai kesal betulan.
"Kalau gitu,pakai mic apapun seharusnya gak masalah dong. Kenapa mesti gak pede kalau memang suara mba bagus?" ucapan pria tersebut telak mengenai hati Venus. Dia mengepalkan tangannya dan menundukkan pandangan, terlihat id card yang tergantung di leher pria tadi.
Jadi namanya Ramon.
Venus nampak berfikir sejenak, "Tapi mas janji ya, kalau suara saya gak akan jadi sember pakai mic dari mas itu!" Ramon mengangguk dengan sekilas tersenyum.
Ah meleleh nih gw, meleleh bang....
Venus pun meninggalkan control room tersebut untuk bersiap – siap karena penampilan dia yang pertama sebagai pembuka acara hari ini.
***
"Ra," panggil Venus ke temannya yang sesama selebritis itu. Sementara Laura asik memainkan handphonenya. Berbeda dengan tubuh Venus yang langsing dan cenderung kurus.
Laura justru mempunyai tubuh yang semok dan seksi, pakaiannya selalu ngetat dan menonjolkan lekuk tubuhnya. Siapa saja yang memandang ke dadanya akan meneguk ludah. Karena ukurannya yang diatas rata-rata.
"Hmmm," Laura hanya berdehem, mereka sedang duduk di cafetaria yang ada di perusahaan televisi swasta tersebut. Laura yang juga seorang penyanyi ikut diundang dalam acara ulang tahun program musik "HITS" dan mereka berdua sudah selesai membawakan lagu, sambil menunggu segmen akhir yang menampilkan semua artis untuk naik panggung.
"Lo kan deket sama pemilik TV ini," Venus memainkan rambut Laura. Membuat Laura menoleh sembilan puluh derajat menghadapnya.
"Trus?" sengaja menggantung suaranya.
"Mintain gw jadi host kek disitu, atau tamu tetap atau apalah yang penting gw bisa sering-sering dateng kesini." Venus nyengir, memamerkan giginya yang belum lama ini diputihkan oleh tenaga ahli dan menghabiskan uang sampai ratusan juta.
"Trus klo gw bantuin lo, gw dapet apa?" Laura memainkan alisnya. Tak ada yang gratis di dunia ini mba bro.
"Avanza gw buat elo!" tawar Venus. Kalau hanya mobil Avanza tak masalah baginya, toh dia mempunyai banyak uang. Debutnya di film musical "Oh my Venus" sangat membuatnya terkenal, pundi – pundi uang mengalir deras dari debut yang dimulai sepuluh tahun lalu, ketika dia masih sekolah menengah atas.
Yang menghantarkannya menjadi seperti sekarang ini, diapun dijuluki artis serba bisa. Berbagai sekolah acting didatanginya bahkan dia sampai berguru ke luar negri hanya untuk mengasah bakat aktingnya.
Tak hanya itu, dia juga memanggil penyanyi terkenal international untuk melatihnya bernyanyi, secara privat!
Belum lagi dia mendapat sokongan dari ayahnya. Ya! orangtua tunggalnya yang berprofesi sebagai anggota dewan perwakilan rakyat, dan digadang-gadang akan menjadi calon wakil presiden di pemilihan nanti.
"Cuma itu?" suara Laura membuyarkan lamunan Venus akan pencapaiannya.
"Trus lo mau apalagi?" Venus menyandar ke kursi dan melipat tangannya.
"Tas kremes lo yang pink buat gw, gimana? Deal?" Venus menyangga dagunya nampak berfikir tas Hermes itu merupakan salah satu tas kesayangannya, dan lagi baru juga dibeli seminggu yang lalu.
Tapi dia tak bisa memilih, saat ini jiwanya sangat haus akan kehadiran Ramon. Si pangeran yang biasa-biasa saja.
"Deal!" merekapun berjabat tangan. Laura menyeringai penuh kemenangan. Dia tak perduli alasan apa yang membuat Venus ingin selalu tampil di acara Hits, yang dia tahu, venus tak mungkin kehabisan uang apalagi ketenaran. Pasti ada suatu hal yang sangat mendesaknya. Dan Laura tak perduli yang penting dia mendapatkan apa yang dia inginkan.
***
Laura memejamkan matanya seolah menikmati belaian demi belaian yang dilancarkan oleh pria tua diatasnya. Digigit bibirnya agar keluar desahan yang lebih kencang.
Sementara pria itu nampak terengah, senyum puas menghiasi bibirnya. Perut buncitnya beradu dengan perut wanita yang ditindihnya menimbulkan bunyi yang tak beraturan.
Satu menit. Ya hanya satu menit permainan itu berlangsung. Usianya yang sudah cukup tua membuatnya tak bisa bertahan lama. Pria itu terkulai menindih Laura. Ekpresi Laura tak terbaca. Harus main dildo lagi. Benaknya menjerit namun dia tetap harus profesional. Sehingga bibirnya tetap menyunggingkan senyum.
"Kamu pakai apa sih mas? Aku puas banget!" Bohong Laura, pria itu terkekeh. Tak ada kata-kata yang lebih indah dibandingkan sebuah pujian yang dilontarkan pasangan setelah mereka berhubungan badan!
"Mas...." Panggil Laura manja, dia menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya berdua. Sementara pria buncit itu memeluk Laura. Terlihat senang sekali. Mata Laura memutar jengah.
"Kenapa sayang?"
"Mas, kenal Venus kan?" Lelaki itu mengangguk sembari mengecup pundak Laura.
"Mas, bisa gak bikin dia jadi host tetap di acara Hits, atau apa saja deh yang penting tampil di program itu." Laura memainkan jarinya di d**a sang pemilik stasiun TV Swasta itu, pria yang sebenarnya lebih cocok menjadi ayahnya dibandingkan kekasih gelapnya. Ah perduli setan. Yang penting kehidupan Laura tersokong oleh kekayaan pria yang telah mempunyai istri itu.
"Gampang sayang," pria bernama Eric itu menarik nafas kencang dan tertidur pulas.
Dasar tua bangka, udah puas malah molor. Sabar Laura sabar, yang penting baby Avanza dan Baby Hermes! come to mama beb.
***
Venus memelototkan matanya menatap layar handphone, diletakkannya gelas ice coffe bermerk terkenal itu dengan kasar ke meja. Senyumnya melebar membaca pesan dari Laura.
'kata mas Eric, sementara ini lo magang dulu jadi co-host tiga bulan. Mulai besok ya beb. Paling bentar lagi juga asisten plus manajer lo dateng buat nyampein hal ini. Ditunggu mobil and baby hermes gw.' Yak kebiasaan laura mengirim pesan dengan teks yang cukup panjang, mengalahi paragraf n****+.
Dalam hitungan menit, Susan, assisten sekaligus manager Venus menyampaikan kabar bahwa mereka harus segera ke RanTV, untuk tanda tangan kontrak Hits.
Bang Ramon, i'm Coming... Venus mengepalkan tangannya ke atas, dia langsung menyambar tasnya dan berjalan didepan Susan. Menuju RanTV.
***
tbc